Permohonan harus disertai dengan bukti-bukti yang kuat bahwa pelanggaran yang terjadi dalam PSU berdampak signifikan terhadap hasil akhir perolehan suara. MK tidak akan mengabulkan permohonan yang hanya mendalilkan pelanggaran teknis yang tidak berpengaruh terhadap penetapan pemenang.
Menurut Refly Harun, pakar hukum pemilu, "Dalam praktik MK, tidak cukup hanya menunjukkan bahwa terjadi pelanggaran, tapi harus ada korelasi langsung bahwa pelanggaran tersebut mengubah hasil. Di sinilah pembuktian menjadi sangat penting."
3. Aspek Politik: Strategi Paslon dalam Arena Pascapemilu
Dalam kacamata politik, pengajuan gugatan ke MK tidak selalu murni bertujuan memenangkan kembali kontestasi. Di banyak kasus, gugatan ini digunakan sebagai alat negosiasi politik. Paslon yang kalah bisa memanfaatkan proses hukum ini untuk menjaga soliditas basis pendukung mereka, membangun narasi bahwa kekalahan bukan karena ketidakmampuan, tetapi karena ketidakadilan.
Burhanuddin Muhtadi, analis politik dari LSI, menyatakan bahwa "bagi paslon yang kalah, menggugat ke MK bisa menjadi bentuk perlawanan simbolik, sekaligus instrumen untuk menjaga semangat dan emosi kolektif pendukung mereka. Ini penting terutama dalam kontestasi lokal di mana hubungan emosional antara kandidat dan pemilih sangat kuat."
Namun, strategi ini juga memiliki risiko politik. Jika gugatan terbukti lemah dan hanya bernuansa manuver, maka kredibilitas politik paslon bisa menurun. Publik bisa menilai bahwa mereka sekadar tidak siap menerima kekalahan. Maka dari itu, konsistensi narasi dan kekuatan bukti menjadi dua hal krusial.
4. Implikasi Hukum dan Demokrasi Lokal
Gugatan ke MK terhadap hasil PSU, jika dibenarkan secara hukum dan dilakukan dengan itikad baik, sesungguhnya adalah bagian dari penguatan demokrasi. Ia menunjukkan bahwa mekanisme check and balance dalam pemilu masih bekerja. Namun, jika digunakan secara sembrono tanpa dasar yang kuat, justru akan memperpanjang polarisasi dan menguras energi demokrasi lokal.
Dalam konteks Tasikmalaya, MK akan menjadi penentu akhir. Jika paslon yang kalah mampu membuktikan bahwa PSU kembali ternoda oleh pelanggaran serius, maka bukan tidak mungkin Mahkamah mengabulkan permohonan mereka. Namun, jika tidak, maka proses hukum ini harus dihormati sebagai bagian dari edukasi politik kepada masyarakat.
Penutup
Secara hukum, hasil PSU tetap bisa digugat ke Mahkamah Konstitusi. Namun, gugatan ini harus berdiri di atas dasar yang kuat secara formil dan materil. Dalam praktik politik, langkah ini bisa menjadi alat perjuangan lanjutan bagi paslon yang kalah, tetapi juga bisa menjadi ajang evaluasi tentang kedewasaan berdemokrasi. Publik berhak mengawasi, dan hukum wajib menilai secara objektifÂ
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI