Mohon tunggu...
Nanang A.H
Nanang A.H Mohon Tunggu... Penulis, Pewarta, dan Aktivis Sosial

Penyuka Kopi Penikmat Literasi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Tone Deaf di Hari Raya: Saat Kemesraan Lebaran Tertimbrung Tingkah Usil

3 April 2025   16:48 Diperbarui: 3 April 2025   20:48 617
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Suasana lebaran (Foto: Freepik)

Hari Raya Idul Fitri itu kayak konser musik sakral. Semua orang nyanyi lagu maaf-maafan, berharap harmonisasi, tapi kadang... eh, ada aja yang fals. Nah, fals inilah yang kita sebut tone deaf---situasi ketika seseorang nggak nyambung dengan vibe sekitar, kayak nyetel lagu dangdut di tengah acara jazz. 

Di momen Lebaran yang seharusnya penuh kehangatan, ada saja tingkah usil yang bikin geleng-geleng. Yuk, kita kupas contohnya!

1. Pamer Kekayaan: Lebaran Bukan Ajang Kontes

Bayangin: Keluarga lagi kumpul, ngobrol soal puasa sebulan penuh, tiba-tiba si doi masuk ruangan bawa tas branded edisi terbaru, sengaja dikasih kode harga masih nempel. "Ini lho, baru beli di Dubai pas liburan, harganya setara motor baru!" 

Hadeh.

Idul Fitri itu tentang kesederhanaan dan syukur, bukan pamer harta. Tapi ada aja yang tone deaf, menganggap Lebaran sebagai panggung kontes "siapa yang paling mentereng". Padahal, di sudut lain, mungkin ada saudara yang sedang berjuang bayar utang atau sekadar ingin nikmati ketupat tanpa rasa inferior. 

Alih-alih bikin iri, mending salurkan rezeki ke amplop THR untuk ponakan atau sumbangan ke yang membutuhkan. Kan lebih berkesan?

2. Candaan yang Nggak Lucu:

"Gini deh Kalau Kurang Puasa!"

"Wah, gemuk juga lu, ya? Kurang puasa nih kayaknya!"

Siapa nih yang pernah dengar kalimat ini pas Lebaran? Meski maksudnya becanda, ucapan seperti ini kadang bikin bad mood. Apalagi kalau diterima orang yang memang sedang insecure dengan berat badan atau baru berusaha keras menjaga pola makan selama Ramadan.

Tahu nggak sih? Tone deaf dalam bercanda itu kayak kasih durian ke orang yang alergi. Niatnya bagi-bagi aroma, eh, malah bikin sesak napas. 

Lebaran harusnya jadi momen saling menguatkan, bukan saling judge. Mending ganti candaan dengan pujian, "Keren lah, puasanya full! Ajarin dong tipsnya!" Dijamin bikin suasana adem.

3. Update Medsos yang Bikin Geleng-Geleng

Scroll-scroll Instagram, lihat story temen: foto meja makan penuh hidangan mewah, caption-nya "Lebaran sederhana ala kami, syukuri yang ada."Lah, ini sederhana versi siapa? Versi Sultan?

Salah satu bentuk tone deaf modern adalah oversharing konten yang nggak sensitif. Misalnya, pamer tumpukan uang THR sementara banyak orang nganggur, atau upload video maraton belanja online "buat ganti baju Lebaran"---padahal tetangga sebelah aja cuma pakai baju tahun lalu.

Bukan berarti dilarang bahagia, tapi coba deh filter lagi: apa postingan kita bisa menyakiti perasaan orang? Ingat, di balik layar, ada yang mungkin sedang berduka atau kesepian. Lebaran itu tentang kebersamaan, bukan feed medsos yang aesthetic.

4. Ngomongin Politik atau Gosip Sensitif: 

"Eh, Lu Dukung Capres A atau B?"

Ini nih, puncak tone deaf! Pas keluarga baru berkumpul, tiba-tiba om-om bawain topik panas: "Gimana pendapatmu soal konflik Timur Tengah?" atau "Katanya si A selingkuh, ya?".

Duh, pakde... Ini Lebaran, bukan debat capres atau sesi ghibah. Orang datang pengin healing, malah dikasih homework mikir. Ngobrolin hal berat di hari yang seharusnya ringan itu kayak makan ketupat pakai sambal cabe rawit---bikin panas dalam. Mending bahasin hal netral kayak resep opor anti gagal atau kenangan lucu pas kecil. Kan seru?

Lebaran yang Seharusnya: Menghargai dan Berbagi

Tujuan Idul Fitri itu kembali ke fitrah, bersih dari dosa, dan mempererat silaturahmi. Tapi, tone deaf bisa merusak momen ini karena kita lupa berempati. Sebelum bicara atau bertindak, coba tanya diri: "Apakah ini bikin orang lain nyaman?" 

Kuncinya sederhana: perbanyak dengar, kurangi ego

  • Kalau ada yang pamer, angguk saja sambil tersenyum. Nggak perlu ikutan pamer atau tersinggung.
  • Kalau dapat THR, jangan hitung nominalnya. Yang penting niat baik. 
  • Kalau medsos temanmu norak, skip aja. Fokus pada kebahagiaan sendiri. 

Lebaran itu tentang hati, bukan gengsi. So, mari jadikan momen ini sebagai ajang saling mengisi, bukan saling sikut. Biar suasana tetap adem, kayak ketupat yang baru dikukus---hangat dan lembut.

Selamat Hari Raya Idul Fitri, mohon maaf lahir dan batin! Jangan lupa, jaga tone biar nggak fals.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun