Mohon tunggu...
Aris Sengaji T
Aris Sengaji T Mohon Tunggu... Supir - Pernah sebagai seorang HR; Dan saat ini menikmati waktu sebagai seorang Instruktur dan Surveyor

Seorang Warga Masyarakat, Penikmat jalan-jalan, Tinggal di Kota Kupang, NTT

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Cerita Sejarah Kampung Adat Namata, di Sabu Raijua

24 Maret 2019   11:40 Diperbarui: 24 Maret 2019   12:11 1408
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kampung Adat Namata di Sabu Raijua. Foto: Jefrison


Bagi Masyarakat di Kabupaten Sabu-Raijua, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), nama Namata bukanlah sebuah hal baru. Namata merupakan nama salah satu Kampung Adat (yang juga adalah Kampung Megalitik) yang berada di wilayah Adat Habba atau tepatnya di Kecamatan Sabu Barat, Desa Raeloro. Selain sebagai nama Kampung Adat, Namata juga merupakan nama salah satu suku Besar yang ada di Kabupaten Sabu Raijua khususnya di wilayah Adat Habba yang dalam wilayah administrasi masuk pada Kecamatan Sabu Barat. 

Kampung Adat Namata terbentuk dan didirikan oleh salah seorang tokoh terkenal Sabu-Raijua pada zaman dahulu yang bernama Robo Aba. Beliau memiliki 4 orang anak yang mana, dari ke empat anak inilah awal mula terbentuknya 4 (empat) Suku besar yang ada di Sabu Raijua khusunya di Kecamatan Sabu Barat. Anak pertamanya bernama Tunu Robo  yang menurunkan Udu (suku) Namata; Anak Kedua bernama Pilih Robo yang menurunkan Udu (suku) Nahoro; Anak Ketiga bernama Hupu Robo yang menurunkan Udu (suku) Nahupo; Dan Anak Keempat bernama Dami Robo yang menurunkan Udu (suku) Nataga.

Robo Aba pada masa itu merupakan salah satu pemimpin besar di wilayah Adat Habba setelah adanya pembagian 5 wilayah Adat di Kabupaten Sabu Raijua pada zaman Way Waka. Sebelum tinggal dan berkediaman di Namata, Robo Aba awalnya tinggal di kampung yang bernama Hanga Rae Robo, yang sekarang terletak di Desa Robo Aba, Kecamatan Sabu Barat, Kabupaten Sabu Raijua. Pada suatu hari ia menyuruh anaknya Tunu Robo bersama beberapa pasukan lainnya untuk pergi berburu ke sebelah barat dari Kampung Hanga Rae Robo  yang bernama Radja Mara Kanni Bahi (sekarang menjadi Namata). 

Di daerah yang bernama Radja Mara Kanni Bahi inilah mereka menemukan begitu banyak babi hutan atau dalam bahasa Sabu disebut wawi Addu. Ketika sedang berburu di Radja Mara Kanni Bahi, Tunu Robo beserta pasukannya menemukan satu ekor babi hutan yang sedang tidur di bawah pohon duri, sehingga secara bersamaan mereka menembaki babi hutan tersebut dengan menggunakan tombak, namun sayangnya tembakan mereka tidak berhasil, karena tombak yang mereka gunakan patah pada saat mengenai hewan buruannya. 

Akhirnya mereka kembali dengan tangan hampa, dan memberitahukan kepada Robo Aba, bahwa di tempat yang bernama Radja Mara kanni Bahi ini, merupakan tempat yang banyak wawi addu (babi hutannya).


Keesokan harinya Robo Aba memerintahkan anaknya Tunu Robo dengan beberapa pasukan untuk berburu kembali ke tempat yang sama dengan suatu pesan bahwa apabila mereka berhasil membunuh babi tersebut maka mereka harus membawa tanah dimana babi tersebut tidur yaitu tanah pada bagian kepala, tanah pada bagian perut dan bagian kaki belakang. 

Singkat ceritra, Tunu Robo beserta pasukannya berhasil mendapatkan babi hutan/wawi Addu dan membawa tanah seperti yang di mintakan oleh Ayahnya, Robo Aba. 

Tanah yang diserahkan oleh anaknya, diperhatikan betul tekstur tanah yang diambil tersebut oleh Robo Aba, dan akhirnya dia memutuskan (mentitahkan) tempat berburu yang bernama Radja Mara Kanni Bahi menjadi tempat berburunya babi hutan atau dalam bahasa Sabu disebut ERA PEMATA WAWI ADDU. Pada saat itulah tempat yang bernama Radja Mara Kani Bahi dirubah menjadi nama Namata.

Lokasi yang bernama Namata tersebut ketika dilihat oleh Robo Aba,ternyata tempat dan tekstur tanahnya sangat cocok di jadikan sebagai salah satu perkampungan, sehingga saat itulah ia memutuskan untuk berpindah tempat tinggal dari Hanga Rae Robo ke Namata. 

Pada saat berpindah dari Hanga Rae Robo ke Namata maka kegiatan pembuatan Kampung Adat atau dalam bahasa Sabu disebut Haro Nada yaitu pergantian nama dari tadinya nama kampung tersebut Radja Mara menjadi Kampung Adat Namata dilakukan secara resmi melalui ritual adat. 

Setelah Ritual Haro Nada dilakukan maka langkah selanjutnya yang dibuat oleh Robo Aba adalah memindahkan Rumah adatnya yang bernama Rahi Hawu. Rumah adat Robo Aba yang diberi nama Rahi Hawu sampai saat ini dipercayai sebagai rumah pertama yang didirikan oleh Robo Aba.

Setelah memindahkan rumahnya dari Hanga Rae Robo ke Namata maka Robo Aba mulai membangun perkampungan megalitik untuk keperluan Ritual Adat, maka diambilah batu-batu megalitik yang ada dikampung sebelumnya, dipindahkan ke Kampung Namata. Pada zaman sebelum Robo Aba sudah ada Nada di Merabbu, yang saat ini terletak di Desa Dainao, Kecamatan Sabu Liae serta Nada di Kolo Teriwu yang terletak di Desa Teriwu, Kecamatan Sabu Barat. 

Oleh karena itu maka terjadilah pemindahan nada dari Teriwu ke Namata yang ditandai dengan pemindahan batu-batu keramat  yang diambil mulai dari merabu dan tertiwu.  Akan tetapi tidak semua batu bisa dipindahkan hingga sampai ke Namata  sehingga ada batu yang tertinggal di Merabbu, Teriwu, Wowadu Dai Ie atau Batu Gempa Bumi yang tertinggal di kampung yang bernama Dai Ie (Desa Titinalede), Wagga Mengaru  serta Hanga Raerobo

Berikut beberapa batu keramat yang berada di Kampung Adat  yaitu:

1. Wowadu Mejadi Deo atau tempat duduknya Mone Ama yang memegang Jabatan tertinggi sebagai DEO RAI dari Udu Namata.
Batu ini merupakan batu keramat yang tidak boleh disentuh oleh siapapun selain oleh Deo Rai  beserta wakilnya yang di sebut Bawa Iri Deo. Di atas batu inilah Deo Rai Akan duduk pertama kalinya untuk melaksanakan Ritual.

2. Wowadu Lawa Rai.
 Batu ini merupakan batu keramat ke dua yang tidak boleh di sentuh oleh siapapun selain Deo Rai. Letak batu ini di depan batu Mejaddi Deo. Batu ini punya hubungan dengan semua yang ada di di Rai Hawu atau Pulau Sabu Raijua sehingga batu inilah yang dipercaya sebagai batu pemegang kendali keamanan, kesuburan, kemakmuran dan kesejahteraan Tanah leluhur Sabu Raijua.

3. Wowadu Kika Ga.
Batu ini merupakan batu yang diambill dari merabbu. Kika Ga sesuai dengan cerita orang Sabu adalah Manusia pertama orang Sabu yang awalnya hidup di tempat yang bernama Hu Penyoro Mea dan membuat Nada atau Kampung kramat yang bernama Kolomerabbu.

4. Wowadu Hawu Miha.
Batu ini merupakan batu yang diambil dari nama nenek moyang orang Sabu pada generasi ke-39. Hawu Miha anak dari hasil perkawinan antara kaka beradik Ngara Rai dengan Piga Rai. Hawu Miha memiliki 3 saudara yaitu Djawa Miha yang dipercaya merantau ke Pulau Jawa, Ede Miha yang merantau ke Flores dan Huba Miha yang merantau ke Pulau Sumba.

5. Wowadu Ngahu.
Batu ini merupakan batu keramat yang berfungsi untuk menentukan kemenangan perang, sehingga pada zaman dahulu ketika terjadi perang maka sebelum berangkat perang akan dilaksanakan ritual diatas Wowadu Ngahu dan yang melaksanakan Ritual diatas batu tersebut hanyalah Maukia Muhu dari Udu Namata. Jabatan Maukia Muhu sama halnya dengan jabtan sebagai panglima perang .

6. Wowadu  Kelaga Rue.
Batu ini merupakan batu yang berberfungsi untuk melakukan ritual dengan tujuan untuk kesehatan, pembersihan dan penyucian diri dari hal-hal yang tabuh dan yang melakukan ritual di atas batu ini adalah seorang Mone Ama yang memangku jabatan sebagai RUE dari Udu (suku) Nahupu. Jabatan sebagai Rue sama halnya dengan Menteri Kesehatan serta berfungsi untuk memanjatkan doa menolak bala atau mala peteka bagi tanah leluhur baik manusia, hewan maupun tumbuh-tumbuhan.

7. Wowadu Latia.
Batu ini merupakan batu keramat yang tidak boleh di sentuh oleh siapapun kecuali oleh Mone Ama yang memegang jabatan sebagai Latia dari Udu Namata. Kata Latia dalam Bahasa Indonesia sama hal nya dengan petir, sehingga diatas batu inilah dilakukan ritual dengan memanjatkan doa-doa agar tidak  terjadi kecelakaan terhadap manusia, hewan maupun tumbuhan yang diakibatkan oleh disambar petir .

8. Wowadu Meja.
Batu ini merupakan batu berbentuk plat besar yang digunakan sebagai tempat untuk memotong daging untuk sesajian oleh para Mone Ama yang melaksanakan ritual di batu-batu yang ada di Namata.

9. Wowadu Weka Ngaru.  
Batu ini merupakan batu yang berbentuk bulat dengan fungsi untuk melakukan ritual bagi orang yang ingin mendapatkan jodoh.

10. Wowadu Hubi Jaru.
Batu ini merupakan batu yang berfungsi untuk melakukan ritual agar menjauhkan dari kesusahan hidup sehingga batu ini dipercaya sebagai batu yang akan membawakan keberuntungan bagi siapapun.

11. Wowadu Wopio.
Batu ini berbentuk bulast besar dengan fungsi yang sama seperti Wowadu Hubi Djaru yaitu untuk melakukan ritual agar menjauhkan dari kesusahan hidup sehingga batu ini dipercayai sebagai batu yang akan membawakan keberuntungan bagi siapapun.

12. Wowadu Patti maratu Kaho

13. Wowadu Piga Hina

14. Wowadu Wabba Dere Namata
Batu ini merupakan batu yang digunakan oleh Udu Namata untuk pemukulan gong jika ada ritual yang harus di iringi dengan gong misalnya Ledo.

15. Wowadu wabba dere Nahoro.
Batu ini merupakan batu yang digunakan oleh Udu Nahoro untuk pemukulan gong jika ada ritual yang harus di iringi dengan gong misalnya ledo.

16. Wowadu wabba dere Nataga.
Batu ini merupakan batu yang digunakan oleh Udu Nataga untuk pemukulan gong jika ada ritual yang harus di iringi dengan gong misalnya ledo.

17. Wowadu Ketoe Kedue Hole.
Batu ini merupakan batu yang digunakan untuk menggantungkan kedue atau ketupat ketika ada ritual adat Hole. Ritual Hole merupakan ritual syukuran akhir tahun pada kelender adat orang Sabu Saijua

18. Wowadu Liru Bala.
Liru Bala dalam bahasa Indonesia berarti langit. Sehingga batu ini disebut batu langit.

19. Wowadu Dahi Balla

Kata Dahi dalam bahasa Indonesia sama halnya  dengan laut. Sehingga batu ini disebut juga batu lautan. Diatas batu ini akan dilakukan ritual yang disertai dengan doa-doa oleh Deo Rai agar laut selalu bersahaja dan memberikan keberuntungan dan kesejateraan bagi para nelayan.

20. Wowadu Ngallu
Ngallu dalam bahsa Indonesia artinya angin. Sehingga batu ini disebut juga dengan batu angin. Dalam kepercayaan orang Sabu Raijua angin memiliki dua sifat yaitu angin jahat dan angin yang baik. Oleh karena itu diatas wowadu ngallu inilah para Mone Ama melakukan ritual agar manusia, hewan dan tumbuh-tumbuhan bisa dijauhkan dari angin jahat.

Dalam perkembangan setelah semuanya selesai maka dibangun pula beberapa Rumah adat sebagai rumah para Mone Ama yang melaksanakan ritual di Namata misalnya Untuk jabatan Deo Rai, ia memiliki rumah induk yang bernama Banni Deo, dan rumah tinggal bernama Muri Deo. 

Untuk yang memegang jabatan Maukia Muhu memiliki rumah adat yang bernama Heo Kanni, untuk yang memegang jabatan sebagai Latia dan Bakka Pahi,  serta rumah adat yang bernama Lui Wagga untuk yang memegang jabatan Tutu Dalu serta ada lagi rumah adat yang bernama Banni Mangngi dan Talo Hawu.

(Catatan: Narasi ini, dapat dikoreksi kembali sekiranya ada yang keliru, disadur dari ceritra lisan Pak Jefrison Fernando).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun