Mohon tunggu...
Naftalia Kusumawardhani
Naftalia Kusumawardhani Mohon Tunggu... Psikolog - Psikolog Klinis (Remaja dan Dewasa)

Psikolog Klinis dengan kekhususan penanganan kasus-kasus neurosa pada remaja, dewasa, dan keluarga. Praktek di RS Mitra Keluarga Waru. Senang menulis sejak masih SMP dulu hingga saat ini, dan sedang mencoba menjadi penulis artikel dan buku.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Masa Depan Anak: Milik Siapa?

26 Juli 2015   01:09 Diperbarui: 26 Juli 2015   07:54 651
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Hasil karya anak"][/caption]

Tuing..ada pesan masuk di grup di WA. Seorang teman bertanya siapa yang sanggup jadi nasum (narasumber) talkshow radio dengan tema: 'Masa Depan Anak, Milik Siapa? Anak atau Orangtua?' Wah, menarik ini. Oya, konteks masa depan itu bukan milih jodoh lho. Tapi milih jurusan.. Kalau saya sih gampang, biar nggak bingung milih jurusan, ya naik taxi aja. Beres deh. Ya nggak? Hehe…

Balik ke topik WA. Iseng saya tanyain, "Itu soal ujian ya? Pilihan ganda?" Langsung kepikir jawaban multiple choicenya :

  1. Anak
  2. Orangtua
  3. Pemodal
  4. Tidak ada jawaban yang benar karena 1 dan 2 konflik terus-terusan

Hayooo...Para pembaca milih yang mana? Jawaban idealis pasti milih 1. Anak. Ya khan.. ya khan.. Tapi apa benar semua orangtua milih jawaban A?

“Iya dong.. Bagi kami, anak itu titipan Tuhan. Terserah anak mau jadi apa besok. Orangtua tugasnya kerja, cari duit, supaya anak bisa sekolah apa yang dia mau. Syukur-syukur dia bisa kuliah sampai S3”.. Cihuuiii… Keren banget nih jawaban orangtua kalau beneran kayak gini. Si anak yang punya ortu begini, pasti jingkrak-jingkrak kayak dapat undian mobil plus kapal pesiar.

Cuman apa iya, orangtua bisa seikhlas itu kalau ternyata anaknya milih nggak kuliah, tapi langsung kerja aja. Atau milih jurusan yang –bagi ortu- masa depannya suram, sesuram kurs rupiah terhadap dollar? Saya yakin seyakin-yakinnya, orangtua nggak gampang bilang, “Ya udah, terserah anaknya aja. Kami nggak masalah kok”.

Jadi gimana sekarang? Berarti jawabannya 2. Orangtua, dong. Yaa.. Orangtua bakal ngomong kalau mereka tahu yang terbaik buat anaknya, mereka udah berjuang mati-matian buat anak-anaknya, masa sekarang anaknya nggak mau kuliah? “Yang bener aja!” Kata mereka.

Berbekal cerita sukses dari masa lampau, sejak jaman batu hingga jaman gadget, orangtua berlomba “mencuci” pikiran anaknya. Mereka pingin banget anaknya sekolah tinggi. Bukan malah kerja nggak karuan juntrungannya. Kondisi makin parah kalau sang ayah bunda tidak pernah sekalipun mencicipi bangku kuliah (emang kue?). Atawa mereka dulu gagal total pas kuliah dulu. Bisa dipastikan orangtua model begitu bakalan nitip harapan tertundanya pada anak-anaknya. Orangtua hepi, anaknya ngenes (nelangsa). Kasihan anaknya..

Kalau gitu, jawaban yang benar pasti : 3. Pemodal. Siapakah pemodal itu? Ini sih butuh pemikiran lebih dalam. Jujur aja, saya nggak tahu jawabannya..hehe.. Khan tadi saya sudah bilang kalau saya iseng aja ngasih pilihan ini. Tapi gimana pun, saya akan tanggungjawab dengan pilihan iseng ini.

Saya inget ada teman bercerita. Ada keluarga kurang mampu. Anaknya dibiayai sekolahnya oleh donatur. Nah, si donatur ini punya koneksi kuat dengan sebuah universitas, khususnya di fakultas X. Masuklah si anak itu ke fakultas X. Meskipun dia nggak suka, tapi khan pemodalnya maunya begitu. Jadi anak itu kuliah sampai tamat dengan gelar S1. Kerjaannya? Beda dengan ilmu yang dia pelajari. Yang penting dia udah punya gelar S1 toh.

Ya, itu kondisi ekstrim sih. Kenyataannya pemodal itu bisa berwujud orangtua. Nggak percaya? Ada teman saya pinter banget. Kuliah S1 dan S2 mulus tanpa hambatan. Nilainya bagus. Suatu hari saya tanya dia, “Untuk apa kamu kuliah S1 dan S2 ini?”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun