Mohon tunggu...
Naftalia Kusumawardhani
Naftalia Kusumawardhani Mohon Tunggu... Psikolog - Psikolog Klinis (Remaja dan Dewasa)

Psikolog Klinis dengan kekhususan penanganan kasus-kasus neurosa pada remaja, dewasa, dan keluarga. Praktek di RS Mitra Keluarga Waru. Senang menulis sejak masih SMP dulu hingga saat ini, dan sedang mencoba menjadi penulis artikel dan buku.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Kleptomania: Tidak Mampu Kendalikan Dorongan Mencuri

19 Agustus 2022   13:01 Diperbarui: 19 Agustus 2022   19:15 1079
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi orang dengan kleptomania sedang mencuri barang. Sumber: Shutterstock via Kompas.com

Apakah mengutil di toko merupakan bentuk kleptomania? 

Mengutil (shoplifting) memang bentuk paling umum dengan prosentase sekitar 11% (Reichenberg dan Seligman, 2016). Bentuk lainnya mencuri barang di tempat yang tidak biasa, misalnya di acara pernikahan (banyak sekali pernak pernik menarik kleptomanik), acara pelatihan atau seminar (bolpen narsum yang bermerk, warnanya mengkilat, atau peralatan pendukung acara), tempat kerja (souvenir, wadah permen, dan sebagainya), dan berbagai ruang publik lainnya. 

Bila dinilai dari harganya, mungkin benda-benda tersebut murah. Mungkin Anda pernah bertemu dengan mereka secara tidak sengaja, dan ketika mereka mengambil barang, Anda tidak berpikir bahwa mereka menderita kleptomania. Anda melihat bendanya, dan berpikir, "Halah.. Cuman penjepit kertas biasa aja.." 

Namun sebenarnya perilaku kleptomania itu kasus yang sangat jarang, hanya sekitar 0,3% - 0,6% (Reichenberg dan Seligman, 2016). Sebagian besar memang shoplifting. Tapi jangan dibalik ya. Mengutil bukan selalu klepto, tapi kalau individu tersebut dinyatakan klepto, maka bentuk perilakunya bisa jadi terdiri dari shoplifting dan pencurian dari tempat lain. Perbedaan mendasar adalah pada tujuan perilaku mencurinya. 

Karakteristik Kepribadian Penderita Kleptomania

Saya mengutip dari hasil penelitian Zhang dkk terhadap 108 penderita kleptomania tersebut sebagai berikut :

  • Kurang punya empati terhadap orang lain
  • Kalau sudah punya keinginan, mereka bersikeras untuk melakukan apa yang mereka inginkan
  • Cenderung tidak mempertimbangkan perasaan orang lain
  • Cuek terhadap orang lain
  • Jarang berinteraksi akrab dengan orang lain
  • Kurang punya self-respect dan self-esteem rendah
  • Tidak mampu mengambil keputusan dengan hasil baik
  • Kebutuhan psikologis dan emosional yang tidak terpenuhi dari orang-orang signifikan
  • Berasal dari keluarga dengan parenting permisif atau penuh tekanan (otoriter), tidak bisa menghargai anak, pengasuhan tidak konsisten, perpecahan kedua orangtua yang tidak diselesaikan dengan baik, dan kurang adanya hubungan emosional antara orangtua dan anak. 

Sepertinya karakteristik kepribadian di atas umum sekali ya? Suatu kondisi yang bisa dialami siapa saja. Ya, memang ciri kepribadian di atas tampak umum, namun bentuk reaksi individu berbeda-beda, antara lain kleptomania. 

Penyebab dan Pendorong Munculnya Kleptomania

Dari berbagai literatur dan jurnal yang saya baca, penyebab tunggal dan pasti dari kleptomania belum ditemukan. Namun kombinasi dan interaksi antara berbagai faktor diduga menjadi penyebab dan pendorong perilaku mencuri kompulsif tersebut. Berikut ini faktor penyebabnya :

1. Faktor Genetik 

Kerabat dekat atau tingkat pertama ada yang mengalami gangguan psikologis berupa gangguan suasana hati, gangguan afeksi, gangguan kepribadian, gangguan obsesi-kompulsi, penyalahgunaan zat terlarang, atau kleptomania juga (Zhang dkk, 2018). Guerdjikova dan McElroy (2015) meneliti 103 kerabat dekat dari 20 penderita kleptomania dan memperoleh hasil bahwa 21% mengalami gangguan suasana hati (mood), 20% pengguna obat-obat terlarang, 13% gangguan cemas, dan 2% pengidap kleptomania. 

2. Faktor Biologis 

Beberapa peneliti menemukan penderita klepto mengalami ketidakstabilan jalur neurotransmiter yaitu serotonin, dopamin, dan sistem opioid, atropi serebral, dan/atau kekacauan fungsi sistem limbik (APA, 2013; Prabowo dan Karyono, 2014; Zhang dkk, 2018). 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun