Mohon tunggu...
Naftalia Kusumawardhani
Naftalia Kusumawardhani Mohon Tunggu... Psikolog - Psikolog Klinis (Remaja dan Dewasa)

Psikolog Klinis dengan kekhususan penanganan kasus-kasus neurosa pada remaja, dewasa, dan keluarga. Praktek di RS Mitra Keluarga Waru. Senang menulis sejak masih SMP dulu hingga saat ini, dan sedang mencoba menjadi penulis artikel dan buku.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Kapan Perlu ke Psikolog?

12 Juni 2019   15:40 Diperbarui: 22 Maret 2022   00:11 1147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
gambar oleh Serena Wong dari Pixabay

Eh jangan tanya soal tarif narasumbernya yaa.. Jangan pula minta gratis ke narsum. Inget ya, para pembaca yang baik hati dan kaya raya, para rekan sejawat saya itu punya kompetensi untuk bicara tentang kesehatan mental. Setidaknya hargailah kompetensi dan efek dari hasil berbagi materinya itu.  

Fungsi Kedua: Preventif
Sesuai namanya, fungsi kedua ini bersifat mencegah. Apa yang perlu dicegah? Ya dampak dari sesuatu. Topik yang berkaitan dengan pencegahan ini banyak juga lho.

Misalnya, bagaimana cara mendidik anak agar anak bisa bertanggungjawab, mandiri dan peduli pada orang lain? Bagaimana memperoleh keyakinan diri dalam menghadapi dunia kerja? Bagaimana caranya agar anak tidak kecanduan gadget? Usia yang tepat kapan untuk membolehkan anak bermain game di HP tanpa bikin kecanduan? Bagaimana bisa hidup harmonis dengan calon mertua karena setelah menikah akan tinggal bersama? Dan sebagainya. 

Banyak orang menganggap ringan topik-topik tersebut. "Halah.. itu gampang, nanti kalau ada masalah ya diatasi.." Padahal sudah jelas ada potential problems (potensi masalah) di sana.

Kenapa menunggu ada masalah? Bukannya jauh lebih mendingan dieliminasi potensial masalahnya? Atau orang berpikir bahwa dia sudah biasa hidup dengan topik-topik itu, jadi untuk apa dibahas? Nanti kalau sudah tidak kuat menjalani, baru cari psikolog. Lha ya udah telat kalau gitu.. hehe.. 

Saya pernah bertemu klien, sepasang suami istri usia muda, baru memiliki 1 anak balita. Mereka ingin bertanya tentang artikel parenting yang mereka baca. Dari artikel-artikel itu, ada beberapa tips yang bertentangan dan ada yang tampaknya sulit untuk dilakukan.

Saya salut dengan mereka berdua. Upayanya untuk menjadi orangtua sangat bagus. Mereka mencari, belajar dan bertanya. Sesi konseling mirip diskusi kelompok saat kuliah dulu.. hehe.. Pasangan suami istri tersebut aktif pula merancang pola parenting yang mereka inginkan dalam sesi pertemuan kami itu.

Apakah hal itu menjamin bahwa selamanya mereka tidak akan pernah punya masalah dalam mengasuh anaknya? Ya tentu tidaklah. Masalah tetap ada, hanya saja mungkin lebih minimal dibandingkan bila mereka tidak pernah belajar menjadi orangtua. 

Klien lainnya seorang pemuda yang tidak pernah bekerja. Baru lulus kuliah. Ingin masuk ke dunia kerja tapi was-was. Selama ini memang kehidupan sangat baik padanya. Dia tidak pernah mengalami pasang surut gelombang masalah. Keluarganya memberikan semua fasilitas terbaik. Bukannya yakin, tapi dia malah gamang.

Dia datang dengan tujuan ingin berdiskusi tentang hal-hal yang dia dengar dan baca seputar dunia kerja. Apakah benar dunia kerja itu kejam? Bagaimana kalau kinerja kita tidak baik? Apa yang harus dilakukan pertama kali waktu diterima kerja? Bagaimana saya tahu kalau saya mampu mengerjakan pekerjaan itu? Dan masih banyak lagi. 

Mungkin bagi Anda pertanyaan-pertanyaan diatas itu sepele. "Gitu aja kok ditanyin sih? Ke mana orangtuanya?".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun