Mohon tunggu...
Naftalia Kusumawardhani
Naftalia Kusumawardhani Mohon Tunggu... Psikolog - Psikolog Klinis (Remaja dan Dewasa)

Psikolog Klinis dengan kekhususan penanganan kasus-kasus neurosa pada remaja, dewasa, dan keluarga. Praktek di RS Mitra Keluarga Waru. Senang menulis sejak masih SMP dulu hingga saat ini, dan sedang mencoba menjadi penulis artikel dan buku.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Phobia

25 Oktober 2015   10:57 Diperbarui: 25 Oktober 2015   17:39 564
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
http://katherinepaxtoncounselling.com/wp-content/uploads/2012/08/Phobias.jpg

Bagi orang lain, penyebab phobia terkesan sederhana dan sepele. Sesuatu yang tidak terpikirkan untuk 'ditakuti'. Kucing, nasi putih, karet gelang, cicak, pisang, ruangan, dan sebagainya adalah sederetan hal yang bisa jadi menakutkan bagi orang tertentu. Kita tidak bisa meremehkan dan berkata, "Masa gitu aja takut?" Sebab pengalaman mereka dengan hal-hal tersebut yang menjadikannya phobia. Ada banyak sekali jenis phobia. Kalau ingin tahu lebih lanjut, bisa searching di Mbah Google.

---

Bagaimana menangani orang dengan phobia? Sekarang ini ahli penyembuh phobia bertebaran. Mereka meng-klaim bahwa teknik mereka mampu menghilangkan phobia dalam waktu singkat. Saya pribadi kurang tahu persis teknik apa saja yang digunakan pada ahli penyembuh yang bukan psikolog itu. Dan tidak ingin berkomentar soal itu.

Secara prinsip, phobia dapat dihilangkan. Gangguan ini bukan kutukan seumur hidup. Seberapa cepat phobia dapat dihilangkan? Tergantung seberapa kuat kemauan klien. Berikut ini langkah-langkah yang dapat digunakan :

1. Kenali dulu gejala phobia dengan benar. Bedakan ketakutan normal dengan phobia. Takut ular, misalnya, adalah ketakutan biasa. Menjadi ketakutan irrasional bila mendengar kata ular saja orang itu sudah berkeringat dingin. Ketakutan khas phobia pun berlebihan sehingga memunculkan perilaku yang kurang tepat. Misalnya tiap kali mengecek kolong tempat tidur karena takut ada ular di sana, mengecek bawah tempat duduk, sofa, dan tempat-tempat lain yang dicurigai ada ularnya.

2. Bila memang phobia, minta orang itu mengingat kembali sejak kapan munculnya. Semakin spesifik ceritanya tentang penyebab phobianya, akan makin mudah melakukan terapinya. Kalau dia tidak ingat? Ya, tidak masalah. Lanjut ke no 3 kalau begitu..hehe...

3. Tanyakan pada klien sejauh mana dia ingin dibantu. Tiap klien punya hak untuk menentukan hasil akhir terapi. Misalnya phobia nasi putih. Dia ingin bisa dibantu hingga bisa memegang nasi putih, bukan sampai pada mampu makan nasi putih. Nah, keinginan klien itulah tujuan terapi kita. Psikolog tidak boleh memaksakan kehendak (karena yakin banget tekniknya canggih!) pada klien. Jangan paksakan klien sampai bisa makan nasi putih kalau memang kemampuannya hanya sampai ingin memegang saja.

4. Lakukan terapi sesuai kemampuan klien. Ada teknik floading dan ada juga cara bertahap. Floading berarti menghadirkan stimulus yang ditakuti secara terus menerus, langsung dan intensitas tinggi. Misalnya takut air. Orang itu langsung diceburkan ke air supaya takutnya hilang. Teknik itu tidak bisa digunakan sembarangan. Efeknya bahaya bagi klien. Teknik kedua, jauh lebih aman. Hadirkan stimulus yang ditakutkan secara perlahan-lahan. Sambil menenangkan klien. Lakukan terus sampai klien siap untuk tahap berikutnya.

5. Kalau tidak berhasil? Bawa ke psikolog terdekat..hahaha...

---

Apapun jenis phobianya, jangan pernah dicemooh. Sepele bagi kita, big problem buat mereka. Kita tidak pernah tahu apa yang mereka alami saat berinteraksi dengan objek ketakutan itu. Lebih baik berusaha menolong (meskipun gagal...) daripada menghakimi atau mencela. Oya, jangan juga dijadikan ledekan. Memang sekilas reaksi mereka tampak 'lucu', tapi sungguh, mereka tidak mampu mengatasinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun