Mohon tunggu...
Muhammad Nafi
Muhammad Nafi Mohon Tunggu... Administrasi - Biodata Penulis

Muhammad Nafi, Mahasiswa program doktoral (S3) jurusan Ilmu Syariah di UIN Antasari.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Menumbuhkan Asa PPNPN dan Upaya BKDZN bagi ASN di Pengadilan Agama

21 Oktober 2020   18:02 Diperbarui: 21 Oktober 2020   18:09 532
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Pada masa-masa itu, honorer memang belum terperhatikan untuk lebih baik seperti sekarang ini. Namun bangganya, banyak honorer yang diangkat pada sebelum tahun 2005, diangkat menjadi PNS. Namun saya kira, karakter klasiknya mesti selalu dihapus dan diubah mengikuti perkembangan zaman.

Kembali lagi.... Saya melihat dan mendengar pembicaraan para pejuang BKDZN yang mengulas tentang PPNPN saat ini. Acara yang di-host-i oleh Om Yudi, dan dinarasumberi oleh Master Elvin, dan di "sutradarai" oleh pak Setditjen Badilag, Drs. Arief Hidayat, S.H., MM.,  sangat membuat saya berfikir kembali ke sejarah saya dulu.

Ya... sejarah yang menjadi awal saya mengenal pengadilan agama. Sejarah dimana saya mulai mencintai hukum, dimana saya berusaha untuk mempelajarinya. Apakah itu karena saya memiliki bintang Libra (karena saya lahir di bulan Oktober? Hihihii, maaf saya iseng saja), atau memang Allah menakdirkan saya untuk menjadi bagian kecil dari lembaga sebesar Mahkamah Agung ini. 

Saat dimana saya menjadi honorer dengan gaji kecil, dengan beban kerja layaknya assisten rumah tangga. Hihihihi... cuman untungnya, banyak yang kasian sama saya, yang mestinya cuci piring, akhirnya ada yang tergerak hatinya membantu cuci piring. Owh... iya, saat itu saya masih bujangan, jadi tidak terbelenggu oleh banyaknya kewajiban nafkah.

Setelah pekerjaan saya selesai di pagi hari, saya pergi untuk mengaji/belajar kitab di Pondok Pesantren Darul Ulum di Amawang Kiri. Bahkan luar biasanya saya bisa sempat mengajar Riyadhus Sholihin, al-Adzkar, dan Mutamimah Syarh al-Jurumiah, pada waktu itu, meskipun terbatas hanya pada temen-temen saya. 

Sekarang sih masih ingat dikit-dikit, karena saya masih ngajar adik-adik saya di rumah, manakala setelah 1 bulan atau lebih saya di Kotabaru dan jadwalnya pulang, kesempatan 1 malam di rumah orang tua, saya sempatkan untuk mengajar mereka tentang ilmu agama yang menjadi barang langka di sana. Meskipun tidak belajar nahwu, tetapi belajar akidah, sifat DUA PULUH, namun itu adalah kebahagiaan bagi saya juga bagi mereka.

Para PPNPN, mendapatkan pekerjaan di pengadilan agama ini, setelah memenuhi tingginya syarat-syarat yang ditetapkan oleh panitia pengadaan PPNPN. Untuk sekedar menjadi cleaing service saja disyaratkan harus memiliki sertifikat computer, harus bisa ini harus bisa itu, padahal dengan iming-iming gaji yang cukup minimalis, berebut mereka datang untuk mendapatkan pekerjaan tersebut. 

Ya, hanya mendapatkan Rp. 1,5 jt mereka sudah berebut mendapatkannya. Berpuluh orang dengan kualifikasi yang diinginkan mencoba peruntungannya. 

Akhirnya hanya 1 yang diterima.... Bisa saya bayangkan betapa hancurnya hati mereka yang tidak diterima? Artinya banyak sekali saudara-saudara kita yang masih sangat memerlukan pekerjaan meskipun perkerjaan tersebut tidak banyak memberikan pernghasilan baginya dan keluarganya. 

Ya... untuk saat ini, gaji PPNPN sudah merangkak naik, meskipun ya....masih belum mampu memenuhi keinginan mereka secara umum. Bila dibandingkan dengan ASN, penghasilan mereka hanya 10%-25% dari penghasilan ASN yang ada. Dengan waktu kerja yang sama, dengan beban kerja yang cukup banyak. 

Mestinya ASN dengan memahami kenyataan seperti ini, memiliki emphaty kepada mereka, baik merumuskan kata-kata yang santun kepada mereka, tidak pelit, dan memberikan reward-reward yang mengikat mereka dalam kebersamaan dalam tim kerja di pengadilan tersebut. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun