Mohon tunggu...
Muhammad Nafi
Muhammad Nafi Mohon Tunggu... Administrasi - Biodata Penulis

Muhammad Nafi, Mahasiswa program doktoral (S3) jurusan Ilmu Syariah di UIN Antasari.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Zona Nyaman dan Perubahan Kinerja di Peradilan

16 Oktober 2020   19:51 Diperbarui: 16 Oktober 2020   19:58 185
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Dalam sebuah webinar tentang BKDZN ini, Elvin Nailana menyebutkan bahwa kenapa harus keluar dari zona nyaman? Ada 3 (tiga) alasannya, pertama Supaya menjadi orang yang open-minded, kedua Biar lebih tahan banting, amit-amit kalau ada masalah, ketiga Untuk menginspirasi orang lain.

Ada beberapa alasan mengapa orang sulit untuk meninggalkan zona nyaman, menurut Elvin dikarenakan "untuk keluar dari zona nyaman dibutuhkah pikiran optimis tinggi dimana bisa memicu keberanian seseorang untuk melakukannya. Maka dari itu, bagi orang yang enggan keluar dari zona nyamannya, maka bisa dipastikan orang tersebut cukup pesimis dalam melakukan sesuatu.

Sifat pesimis ini menimbulkan banyak keraguan bahkan ketakutan untuk melihat dunia dengan berbagai sudut pandang" tegasnya. Kenapa hal ini bisa terjadi? Karena ada beberapa faktor, yaitu 1) Tidak siap menghadapi perubahan, 2) Bukan seorang fast learner, 3) Tidak memiliki rencana dan 4) Pasrah dengan iming imingan ingin bersyukur. (lihat https://badilag.mahkamahagung.go.id/seputar-peradilan-agama/berita-daerah/bincang-santai-bersama-sekretaris-ditjen-badilag-keep-spirit-berani-keluar-dari-zona-nyaman-11-8).

Pada kesempatan tersebut juga, pak Setdirjen Badilag, pak Arief menekankan bahwa:

  1. Merasa puas berada di zona nyaman, perlahan-lahan akan membunuh potensi kreatifitas yang kita miliki.
  2. Jangan bangga ketika anda mendapat pujian apalagi memintanya, karena akan membuat anda angkuh. sebaliknya, anda harus sedih ketika tidak ada yang mengingatkan kekurangan anda, karena anda tidak pernah berupaya memperbaiki diri.
  3. Jangan pernah memikirkan orang yang tidak suka, karena energi produktif kita akan melemah.
  4. Kecewa berkepanjangan adalah ketidakmampuan kita berprasangka baik kepada sang pencipta.
  5. Hal terkecil yang sering dilupakan dalam berinteraksi adalah mulai dengan ucapan minta tolong dan berterima kasih setelahnya.
  6. Pelayanan yang berdasarkan pada perspektif diri sendiri dan perspektif yang dilayani adalah makna dari pelayanan dari hati.

Dari pernyataan tersebut di atas, saya sebagai ASN di Pengadilan Agama Kotabaru, menyadari betapa saya mesti bersyukur, berintegritas, dan berani mengambil tindakan untuk membuat satuan kerja dimana saya bekerja sebagai satuan kerja yang excellent dalam pelayanan kepada masyarakat.

Terlepas dari kekurangan dan keterbatasan, namun wujud nyata dari penggalian potensi diri yang ada pada saya harus segera saya wujudkan. Saya bisa membantu dengan menggunakan inovasi-inovasi pemikiran yang dapat dituangkan dalam aplikasi-aplikasi, perubahan budaya kerja, dan selainnya telah semaksimal mungkin saya usahakan.

Merasa puas dengan zona nyaman, ya... misalnya saya sebagai Panitera Muda Permohonan, hanya berhenti dengan tupoksi saja, tidak mau berkarya dan bergerak untuk membantu dalam proses pembangunan Zona Integritas, maka hal tersebut bukan hal yang baik menurut konsep BKDZN. Ya, karena sebagai panitera muda, saya cukup mengerjakan apa yang menjadi tugas saya, selebihnya bodo amat lah, mungkin demikian godaan-godaan hati saya, ingin dalam zona nyaman itu. Namun kembali membaca teori-teori tentang Keluar dari Zona Nyaman dari beberapa ahli, juga yang telah dikembangkan oleh Pak Setditjen Badilag, membuat saya terbangun dari mimpi semu pemahaman saya tentang Zona Nyaman.

Ya, akhirnya saya sadari bahwa Zona nyaman memang membunuh kreatifitas saya. Yak arena saya yakin saya punya potensi untuk menelurkan ide-ide untuk kemajuan satuan kerja, lalu kenapa saya terpaku dan terlena dalam fatamorgana Zona Nyaman yang telah salah saya fahami. 

Tidak dipungkiri bahwa sering kali saya mendengar, kritikan-kritikan dari teman-teman tentang upaya saya ikut andil dalam pembangunan Zona Integritas dan APM yang menjadi cita-cita dari Pengadilan Agama Kotabaru, dengan memberikan stigma negative kepada saya. Anggapan saya terlalu melebar dan berbuat yang sia-sia untuk karir saya.

Menurut sebagian mereka, bahwa kamu berjuang orang yang menikmati hasilnya. Bila menuruti hati busuk, maka saya akan membenarkan "teori" yang mereka luncurkan. Namun teori baru yang saya baca membuat saya bangun dan menepis teori tersebut, dan kembali menghubungkan dengan konsep-konsep syariat, hakikat yang pernah saya pelajari. Bagi saya, berbuat baik adalah sarana mendapatkan ridho Ilahi, apapun itu. Benar kata pak Sesditjen, manakala menjelaskan tentang Pembangunan Zona Integritas, bukan Formalitas Tetapi Totalitas. Manakala saya membaca tulisan beliau ini, saya serasa mendapatkan kembali pelajaran-pelajaran syariat khususnya fikih tasawuf masa-masa belajar di pondok dahulu.

Ya, memang selama saya berkerja di Pengadilan Agama Kotabaru, kering akan siraman ruhani, meskipun dapat siraman materi yang cukup "melimpah". Menurut beliau: Zona integritas tidak lahir dari ruang kosong. ZI hadir untuk mewujudkan reformasi birokrasi. ZI merupakan cara strategis yang ditempuh. Tingginya ekspektasi masyarakat akan terwujudnya birokrasi yang transparan, akuntabel, bebas praktik KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme), diskriminasi dan lemahnya pengawasan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun