Mohon tunggu...
Muhammad Nafi
Muhammad Nafi Mohon Tunggu... Administrasi - Biodata Penulis

Muhammad Nafi, Mahasiswa program doktoral (S3) jurusan Ilmu Syariah di UIN Antasari.

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Covid-19: Wabah, Hikmah, Fatwa dan Pertarungan Politik (Patuhi Pemerintah dalam Usaha Penanggulangan Covid-19)

22 Maret 2020   14:24 Diperbarui: 22 Maret 2020   14:33 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Sudah beberapa bulan ini, isu ini demikian hangat menghiasi berbagai berita di media online dan media massa lainnya. Wabah Corona ini, tidak hanya dipandang dari sisi medis, namun juga meluas ke sisi hukum agama, filsafat, dan lebih jauh lagi ke ranah politik. Setuju ataupun tidak, itu realita. Ya.... Wabah ini, dapat dilihat dari sisi medis, ekonomi, social, agama, politik, hukum dan HAM. Waduh sebuah virus yang sangat kompleks, bagaimana tidak akibat virus ini, pertarungan kubu-kubu politik yang "berseteru" sejak lama kembali memperlihatkan pertarungan sebenarnya. Kebijakan-kebijakan pro kontra yang dijalankan oleh musuh politik selalu dibahas dan dicari kelemahannya. Pun demikian DKI Jakarta, Gubernurnya yang terlebih dahulu memiliki inisiatif untuk menanggulangi wabah ini, dianggap cari panggung politik oleh lawan politiknya yang saat ini duduk di singgasana. Namun tidak berapa lama, kebijakan sang Gubernur DKI Jakarta tersebut tidak sedikit dari seteru politiknya yang juga angkat topi. Hingga akhirnya pemerintah pusatpun, terpaksa mengakui kebijakan sang Gubernur tersebut dengan sesekali berusaha menyembunyikan ketidaksigapannya menghadapi wabah ini dibandingkan sang Gubernur.

Topik penangganan wabah di DKI, menjadi topik yang menarik di beberapa media televisi. Perdebatan dua kubu pro kontra dengan berbagai alasan pembenaran diajukan yang masyarakat sebenarnya bisa memilih dan menilai pendapat dan kebijakan mana yang lebih bagus diterapkan. Ini menunjukkan bahwa wabah ini dibawa ke arah politik. Selanjutnya berlanjut ke ranah agama, fatwa tentang boleh tidak melaksanakan sholat jumat dan juga jamaah, menjadi bahasan para pemberi fatwa di berbagai negara. Seperti halnya kebijakan gubernur DKI, fatwa ini pun pro kontra, ada yang setuju dan ada pula yang tidak setuju atas fatwa tersebut. Berbagai berita benar dan juga tidak benar (hoax) muncul di berbagai media massa baik online maupun cetak.

Sebagian yang memahami dari sisi hikmahnya memandang bahwa wabah ini adalah salah satu tanda dari semakin dekatnya hari kiamat yang mendorong manusia untuk segera bertaubat dan berserah diri kepada Allah. Dari sisi ekonomi, banyak spekulan dan mukhtakir (penyetok barang), mengambil keuntungan dari wabah ini, mereka menyetok hand sanitaiser dan masker, vitamin dan beberapa jenis bahan makanan lainnya lantas menjualnya secara online ataupun offline dengan harga berkali lipat. Meskipun itu adalah tindakkan yang menurut saya tidak manusiawi, namun itu adalah fakta dalam system ekonomi kapitalis yang juga tidak bisa lepas dari teori yang dianut sebagian masyarakat Indonesia.

Selanjutnya, bahwa wabah Covid-19 ini membuat instansi pemerintah maupun swasta mengambil kebijakan yang berorientasi kepada pencegahan penyebaran. Termasuk kebijakan meliburkan proses belajar dan mengajar selama 14 hari di wilayah tertentu. Namun kebijakannya ini tidak difahami secara baik oleh masyarakat, sehingga yang tujuan awalnya adalah memutus mata rantai penyebaran virus COVID-19 ini, malah digunakan untuk berlibur dan mengunjungi tempat-tempat keramaian yang potensi besar menularkan virus ini.

Tidak sedikit pula yang menjadikan virus ini sebagai bahan candaan di berbagai group WA, tidak adanya ketegasan sikap pemerintah terhadap lockdown atau sejenisnya membuat bahan meme di beberapa media online. Sungguh terlaluuuuu..... Saat bepergian sikap waspada atau suuzhon terhadap salah satu etnis atau bahkan sesama WNI namun menggunakan masker, sudah tidak bisa dielakan. Menolak berjabat tangan sesama jenis, juga merupakan efek dari wabah ini. Sempat suatu hari saya di sebuah bandara International, di ruang tunggu terkumpul banyak etnis dimana awal mula virus Covid-19 itu muncul, satu sisi husnuzhon saya muncul, namun satu sisi suuzhon saya juga muncul. Saya sendiri lebih bersifat waspada, meski tidak juga dapat dielakkan dari kata suuzhon (jangan-jangan dia pembawa virus covid-19).

Wacana lockdown sendiri mendapat penolakan dari pejabat maupun masyarakat, lihat saja perdebatan public di media online maupun cetak, karena dilihat dari pencukupan kebutuhan sehari-hari. Para penolak lockdown, menganalisis darimana masyarakat kecil mendapatkan penghasilan untuk menghidupi keluarganya? Menurut saya, ini benar, dan mesti diperhatikan oleh pemerintah, bukankah ada regulasi yang mengatur tentang penanganan keadaan darurat seperti ini. Kalau dana untuk pemindahan ibu kota masih bisa dipinjam untuk penanggulangan wabah ini. Apa gunanya ibukota pindah tapi rakyat sengsara dan Covid-19 tidak bisa dikendalikan dengan segera. Sedangkan penggiat lockdown, menganilisis bahwa dalam beberapa hari saja penyebaran virus demikian cepat, apabila tidak ditangani dengan segera dan cepat, maka kematian akibat virus ini akan sangat mengancam dan menimbulkan kegoyahan di berbagai sisi, baik social, ekonomi, politik, hukum, pendidikan dan lain-lain. Mengalah dengan 14 hari isolasi terbatas, seharusnya tidak sulit untuk mencegah penyebaran virus.

Menjadi kawatir ketika di Indonesia terjadi kematian yang tinggi akibat Covid-19 ini, dan masyarakat masih bertengkar tentang keimanan masing-masing. Satu kelompok menyatakan bahwa Covid-19 tidak perlu ditakuti, kalau sudah saatnya mati ya mati demikian keyakinan mereka yang saya rasa pernyataan itu benar dari satu sisi, namun tidak benar dalam sisi yang lain. Memang benar, semua adalah mahkluk Allah, tidak ada yang membantah, soal takdir kematian juga benar tidak ada bantahan. Namun demikian bukan berarti menyerah tanpa ikhtiar. Sebenarnya bagi saya, kelompok ini, semestinya ada di GARDA depan penanganan Covid-19,  toh mati atau tidak menurut mereka sudah ditakdirkan, tetapi saya rasa mereka juga enggan untuk berada di wilayah itu. Saya sendiri berharap mereka yang memiliki iman kuat ini, menjadi pahlawan penanganan Covid-19. Mereka yang menangani semua proses pemulasaraan jenazah sampai penguburan pasien yang positif terkena Covid-19. Setelah itu silakan pulang ke rumah, dan tularkan kepada keluarga mereka, dan buktikan sejauh mana kekuatan keyakinan mereka dengan hujjah mereka tersebut.

Bukan saya bermaksud menyudutkan kelompok ini, namun saya berpendapat tidak saatnya untuk bertindak demikian, fatwa MUI, instruksi pemerintah, sudah semestinya didengarkan dan dipatuhi karena kemaslahatan menjadi tujuan kebijakan tersebut. Demikian pula kalau bertengkar soal dalil, selama masih berkutat dalam fikih, tentu ada ikhtilaf di dalamnya. Maka MUI yang mengambil alih, ketika tidak terjadi kesepakatan dalam hal ini. Memahami fatwa jangan setengah-setengah, namun hendaknya difahami secara paripurna, demikian juga penyampaian kepada ummat jangan mengandalkan nafsu perbedaan.

Di Pengadilan Agama Kotabaru sendiri, sebagiannya telah melakukan langkah-langkah antisipasi dalam penyebaran virus ini. Memberikan handsanitaiser kepada para pengunjung sidang, memberikan masker, dan membatasi jabat tangan dengan pengunjung. Hal-hal tersebut diharapkan dapat menjadikan tupoksi pengadilan agama tetap berjalan dalam melayani masyarakat pencari keadilan. Sebenarnya saya berandai-andai, kalaulah bisa e-litigasi itu dilakukan tanpa ada persetujuan Tergugat/Termohon, pasti langkah tersebut bisa menjadi bantuan terhadap pencegahan penyebaran virus ini. Ini bukti bahwa sebenarnya kebijakan BADILAG, untuk K3 (Kebersihan, Keindahan, dan Kerapian) sangat membantu kebijakan pemerintah dalam menangani virus ini.

Pengadilan Agama Kotabaru siap membantu pemerintah memutus mata rantai penyebaran covid-19 dengan menerapkan K3 dan tetap melayani masyarakat pencari keadilan dengan baik, dipastikan tidak ada korupsi di Pengadilan Agama Kotabaru, birokrasi yang bersih, melayani tetap menjadi prioritas Pengadilan Agama Kotabaru di tahun wabah Covid-19 ini. Itulah sebagian dari serba-serbi wabah Covid-19, yang saya fahami dari berbagai sisi.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun