Mohon tunggu...
Nadya Nadine
Nadya Nadine Mohon Tunggu... Lainnya - Cepernis yang suka psikologi

Lahir di Banyuwangi, besar di ibu kota Jakarta, merambah dunia untuk mencari sesuap nasi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Semerah Senja di Musim Gugur

21 November 2019   06:35 Diperbarui: 21 November 2019   19:02 103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (sumber: Pikbest)

 Dini hari merambati kesadaran. Terbangun tanpa mimpi. Hanya gigil penghujung tahun yang membuatku butuh lebihnya penghangatan. Kulihat di sampingku. Ia yang begitu manis dalam pulas, membuatku tak berani menimbulkan gerak yang berarti. Tak sampai hati membuat gerakan yang berpotensi membangunkan tidurnya.

Berjingkat aku bangun, pelan melangkah mendekati sutobu (pemanas ruangan di musim dingin; Jepang) menghadap padanya agar terhangatkan. Pukul dua dini hari. Sebenarnya tidak terlalu dingin, sebab salju tengah seminggu ini turun. Rasa dingin memuncak menjelang datang dan setelahnya pulang. Tetapi aku berasal dari negeri dengan musim dingin yang tidak berlebihan. Tak ada salju yang membarengi suasana natal dan akhir tahun.

Wajah pulas itu begitu tenang. Besok pagi ia akan berangkat kerja dengan tubuh segar. Sementara aku masih dengan acara adaptasi suasana baru, dan masih mendekap aroma bulan madu kami dengan ongkang-ongkang kaki mengantar dan menantinya pulang dari kerja. Kenichi-san, masih terbiasa saya menyebut anda demikian. Seperti tak percaya bahwa kita telah ada dalam sebuah ikatan indah pernikahan.

"Sayang, anda bangun diam-diam?" Wajahnya membuka mata, ternyata aku melamun meski masih menatap wajahnya.

"Ah, maaf saya telah membangunkan anda Kenichi-san" gugupku pasti meronakan pipiku yang kedinginan namun dihangatkan sutobu.

"Sayang, kenapa masih panggil saya seperti itu? Saya suami anda, anda lupa apa belum percaya?" Dia menghampiriku, meremas-remas jemariku yang kuhangatkan di depan sutobu. "Anda tinggal memeluk saya kan?! Dingin sekali ya?" Dibelainya rambutku, diusapnya kedua pipiku.

"Saya takut membangunkan anda Kenichi. Tidur anda begitu pulas untuk besok ke kantor" ganti kuusap wajahnya yang bertatapan meneduhkan itu.

"Ayo kita tidur lagi sayang, masih ada beberapa jam untuk saya segar besok saat kerja" tapi kita tak tidur sampai pagi tiba. Sebagaimana madu asmara tumpah.

***

Salju memutih di luar jendela. Tetapi di dalam tak sedingin enam tahun lalu saat aku baru beradaptasi dengan musim yang ada di negeri sakura ini. Melainkan, dingin itu membekukan kami, kini. Lelaki itu, ia mendekap Alea yang tengah asyik dengan botol susunya. Gadis lima tahun itu begitu lekat dengannya. Seringkali terasa betapa tersisihnya aku dari mereka berdua. Seperti senja kali ini, gerbang saturday night dengan salju di luar sana.

"Saya sudah siap, makan malam kita kali ini kemana Kenichi-san? Alea sudah menghabiskan dua botol susu, nanti pasti tidak mau makan" di tepi tempat tidur kujamah keduanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun