Mohon tunggu...
Nadiviansyah Putra
Nadiviansyah Putra Mohon Tunggu... Politisi - Mahasiswa

Mahasiswa yang saat ini sedang belajar untuk berpolitik agar Indonesia bisa menjadi negara maju

Selanjutnya

Tutup

Politik

Antara Sate Beracun, Navalny, Kim Jong-nam & Munir

3 Mei 2021   17:20 Diperbarui: 4 Mei 2021   11:12 262
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kim Jong-Un dan Vladimir Putin. Sumber: detik.com

Insiden sate beracun yang menewaskan anak dari pengemudi ojek daring di Bantul, Yogyakarta beberapa waktu silam memang membuat saya dan juga beberapa orang teringat kepada kasus pembunuhan yang tewas melalui racun. Pelakunya, NA sudah ditangkap dan diduga kuat merupakan salah satu bagian dari pembunuhan berencana. Motifnya diduga sakit hati.

Beberapa waktu yang lalu, kita pasti dengar aktivis Rusia yang gencar mengkritik pemerintahan Vladimir Putin, Alexei Navalny hampir tewas diracun dan saat ini sedang mendekam di penjara setelah pulang berobat dari Jerman. Navalny memang saat ini gencar mengkritik rezim Putin, seperti membongkar kasus korupsi yang diduga dilakukan oleh pejabat Kremlin, menggerakkan massa untuk memprotes dan melakukan unjuk rasa anti-pemerintah.

4 tahun sebelumnya, di Bandara Internasional Kuala Lumpur, Malaysia, kakak tiri dari pemimpin tertinggi Korea Utara, Kim Jong-nam tewas setelah diracun oleh 2 orang berkewarganegaraan Indonesia dan Vietnam. Kedua pelaku ini pada awalnya mengira hal ini adalah lelucon atau prank di acara TV, meskipun pada akhirnya pembunuhan ini dilatarbelakangi sebagai perbedaan pandangan politik terhadap adik tirinya, Kim Jong-un.

Kim Jong-nam sendiri memang merupakan salah satu orang yang dinilai kontroversial di keluarga pemimpin Korut. Tahun 2001, beliau pernah ditangkap di Bandara Narita, Jepang dikarenakan menggunakan paspor palsu. Semenjak itulah beliau diusir dari keluarganya dan sering menetap di luar negeri. Kim Jong-nam juga pernah mengunjungi Jakarta beberapa waktu sebelum tewas dibunuh.

Lalu bagaimana dengan Indonesia? Ya, Indonesia pernah mengalami kasus yang serupa, yakni Munir Said Thalib. Munir sendiri tewas di atas penerbangan Jakarta-Amsterdam, tepatnya berada diatas langit Turki pada tanggal 7 September 2004. Munir sendiri memang pada saat itu gencar membongkar keterlibatan pejabat dan aparat penting dalam peristiwa pelanggaran HAM di Aceh, Papua dan Timor-Timur pada tahun 1999. Munir sendiri ditunjuk sebagai anggota Komisi Penyelidik Pelanggaran HAM (KPP-HAM) Timor Timur pada September 1999.

Beberapa orang yang terlibat dengan kasus pembunuhan Munir ini memang sudah diadili seperti Pollycarpus dan Muchdi Purwoprandjono. Muchdi sendiri diadili pada tahun 2008 dan dinyatakan bebas pada saat itu. Aktivis menilai bahwa proses peradilan tidak berjalan adil. Pollycarpus sendiri juga yang pada awalnya menjadi fasilitator dan diadili, kemudian hanya dipidana selama kurang lebih 2 tahun akibat menggunakan surat palsu. Pada 17 Oktober 2020, Pollycarpus menghembuskan nafas terakhirnya akibat Covid-19.

Tahun 2016, Jokowi memang pernah berjanji untuk mengungkap kasus ini, akan tetapi pengungkapan kasus ini tidak kunjung tuntas dan TPF yang pernah dibentuk pada zaman pemerintahan SBY terkatung-katung nasibnya.

Seperti kita ketahui, aktivis yang dinilai gencar berseberangan dengan pemerintah memang sangat tinggi resikonya. Karena resikonya adalah nyawa. Tidak sedikit aktivis yang harus kehilangan nyawanya karena masalah ini. Kita pasti ingat kepada kasus pembunuhan yang pernah terjadi kepada Jamal Khashoggi di Istanbul pada tahun 2018 silam. Khashoggi bisa dibilang adalah jurnalis yang kerap beseberangan dengan pemerintahan Arab Saudi, khususnya di era Raja Salman. Hanya saja yang membedakan dari kasus Kim Jong-nam dan Munir ini, Khashoggi dibunuh dengan dimutilasi oleh sejumlah pejabat yang dinilai merupakan suruhan dari pangeran Muhammad bin Salman.

Kasus-kasus pembunuhan ini memang diselesaikan secara internasional dan berujung kepada sanksi dunia. Seperti kasus Alexei Navalny semisal, kasus ini memicu sanksi dari barat seperti Uni Eropa & Amerika Serikat. Sanksi yang dikeluarkan berupa larangan terbang, pembekuan asset dan melarang perusahaan-perusahaan AS untuk bertransaksi dengan Russia.

Tidak hanya sanksi saja tapi juga berupa pemutusan diplomatic. Salah satunya adalah hubungan Malaysia dan Korea Utara. Korut memutus hubungan diplomatic dengan Malaysia pada tahun 2021 setelah terjadinya polemic ekstradisi WN Korut ke AS. Namun, hubungan Malaysia dengan Korut ini sudah mengalami pasang surut sejak pembunuhan Kim Jong-nam itu.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun