Mohon tunggu...
Nadiviansyah Putra
Nadiviansyah Putra Mohon Tunggu... Politisi - Mahasiswa

Mahasiswa yang saat ini sedang belajar untuk berpolitik agar Indonesia bisa menjadi negara maju

Selanjutnya

Tutup

Politik

Antara Kasus KM 50 dan Jamal Khashoggi

27 Januari 2021   11:45 Diperbarui: 28 Januari 2021   09:59 420
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pangeran MBS dan Erdogan. Sumber: Kompas.com

Kasus penembakan yang menewaskan 6 Laskar FPI di KM 50 Tol Jakarta – Cikampek pada 7 Desember silam memang tidak berakhir di Indonesia saja. Kasus ini dibawa ke Pengadilan Internasional atau ICC yang bermarkas di Den Haag, Belanda. Pelaporan tersebut karena dianggap sebagai pelanggaran HAM oleh aparatur negara.

Meskipun begitu, laporan ini akan sulit diterima oleh ICJ, karena Indonesia tidak termasuk dalam Statuta Roma. "Sepanjang yang kita ketahui akan sulit. Pertama, terkait kita bukan negara pihak dalam Statuta Roma. Kedua, status peristiwanya sendiri," kata Anam kepada CNNIndonesia.com, Jumat (22/1). Anam berkata ia pernah mencoba membawa kasus-kasus pelanggaran HAM di Indonesia ke ICC pada 2019. Menurutnya, proses yang ia lakukan saat itu tidak mudah.

Laporan Komnas HAM yang menelisik kasus KM 50 ini menegaskan bahwa peristiwa KM 50 ini sebenarnya bukan pelanggaran HAM berat. "Kami menyampaikan sinyal beredar bahwa ini dikatakan, diasumsikan sebagai pelanggaran HAM berat. Kami tidak menemukan indikasi ke arah itu," kata Taufan Damanik dalam konpers daring, Kamis (14/1).

Taufan Damanik menyebut pelanggaran HAM berat memiliki indikator tertentu seperti adanya rencana terstruktur. "Untuk disebut sebagai pelanggaran HAM berat tentu ada indikator, ada kriteria, misalnya ada satu perintah yang terstruktur, terkomando, dan lain-lain, termasuk juga indikator isi, ruangan, kejadian, dan lainnya," katanya.

Dari hasil investigasi, Taufan menyatakan tidak ada kriteria kasus tersebut yang masuk dalam pelanggaran HAM berat. "Tidak kita temukan (kasus HAM berat), karena itu memang kami berkesimpulan ini merupakan satu pelanggaran HAM karena ada nyawa yang dihilangkan," katanya

Sebenarnya kalau boleh dibilang, kasus ini mirip dengan tewasnya Jamal Khashoggi pada tahun 2018 silam di Istanbul, Turki. Kasus tewasnya Jamal Khashoggi ini memang menimbulkan pertanyaan besar. Mengapa? Karena kasus pembunuhan ini dilatarbelakangi oleh perbedaan politik. Ya, kita tahu bahwa FPI memang merupakan organisasi yang kerap bersebrangan dengan pemerintah, tidak peduli siapa yang berkuasa. Khashoggi juga merupakan jurnalis yang kerap mengkritisi pemerintahan Muhammad bin Salman sebagai putra mahkota Arab Saudi.

Hanya saja, perbedaan dari kedua kasus ini adalah pelaku dan dalangnya. Pembunuhan Jamal Khashoggi diyakini didalangi oleh Pangeran Muhammad bin Salman sedangkan kasus KM 50 ini dilakukan oleh aparat kepolisian. Kasus pembunuhan Jamal Khashoggi ini memang sampai detik ini masih menimbulkan pertanyaan besar, mengapa demikian? Sampai saat ini, jenazah Khashoggi masih belum ditemukan.

Meski peradilan berjalan di Turki, namun pemerintah Saudi enggan mengekstradisi pelaku. Meskipun begitu, 8 pelaku sudah dijatuhi hukuman di Kerajaan Arab Saudi. Pangeran MBS yang juga sudah digugat ke PBB dan pengadilan internasional atau ICC di Belanda, Donald Trump yang pada saat itu menjabat sebagai presiden ke-45 AS, memberi perlindungan hukum kepada Pangeran Muhammad itu.

Sudah bukan menjadi rahasia lagi apabila Amerika dan Saudi adalah sekutu dekat. Selain karena kepentingan minyak, kedua negara ini juga bersekutu menghadapi ancaman Iran. Saat ini, kursi kepresidenan AS sudah berpindah tangan dari Donald Trump ke Joe Biden. Biden sebagai lawan dari Donald Trump akan berjanji untuk mengungkap kasus pembunuhan Khashoggi ini. Hal ini dijanjikan oleh seorang direktur intelijen nasional Biden-Harris, Avril Haines. "Ya, senator. Tentu saja. Kami akan mengikuti hukum," katanya.

Jika memang laporan tentang kasus Khashoggi terungkap, maka kemungkinan besar AS akan menetapkan secara de facto Putra Mahkota Arab Saudi, Muhammad bin Salman (MbS) sebagai tersangka dan dalang dalam pembunuhan Khashoggi pada 2018 lalu. Apabila kejadian itu benar, maka hubungan AS dan Saudi bisa saja renggang dengan mengambil sanksi ekonomi dan membatasi penjualan senjata ke Saudi.

Akankah Kasus KM 50 ini bisa sampai ke pengadilan Internasional? Dan mampukan Biden bisa mengungkap siapa dalang dari tewasnya Khashoggi? Kita tunggu saja.

Sumber:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun