Mohon tunggu...
Nadia
Nadia Mohon Tunggu... Freelancer - Part of @jambishoppingdayy

An old souls of young woman 💖 Mahasiswi

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kredibilitas DPR Dipertanyakan Terkait Kontroversi Tak Berujung RUU

20 September 2019   00:28 Diperbarui: 20 September 2019   14:14 159
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bukannya belajar dari kesalahan , lagi-lagi DPR kembali mengundang kontroversi .Seperti biasanya kali ini DPR kembali membuat heboh rakyat indonesia terkait dengan RKUHP  padahal belum lama ini juga telah terjadi unjuk rasa menolak RUU KPK, karena sebelumnya beberapa poin dianggap merugikan lembaga independent tersebut.

Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang digagas oleh dewan legislatif ini dianggap ngawur alias aneh karena terdapat pasal-pasal yang tidak sesuai atau bertentangan dengan Hak Asasi Manusia.

Bahkan anehnya lagi hukuman bagi koruptor dipersingkat yang tadinya 4 tahun menjadi 2 tahun, bukankah hal ini nantinya akan memicu maraknya kasus korupsi dikemudian hari ?

Sepertinya rakyat Indonesia sudah mulai kehilangan  kepercayaan terhadap wakil rakyat, karena Anggota Dewan yang tadinya diharapkan bisa mengaspirasi suara rakyat malah mementingkan kepentingan sendiri .

Egois memang bila mereka tidak memedulikan suara rakyat, seperti kejadian yang lalu-lalu bahkan mereka sendiri merancang undang-undang yang bisa menjerat siapapun yang hendak mengkritik mereka, meskipun mendapat penolakan hingga akhirnya gagal berakhir menjadi Undang-Undang tentunya hal yang patut dipertanyakan ialah apakah rakyat sudah merasa terwakilkan dengan adanya Anggota Dewan?  

Ataukah malah merasa dirugikan akibat kebijakan yang dibuat oleh para petinggi negeri?, bila kebebasan untuk mengkritisi DPR dijerat Hukuman Pidana, lalu siapa yang akan mengawasi jalannya pemerintahan dalam negeri? 

Bukankah Rakyat adalah Raja,  Kekuasaan tertinggi berada ditangan rakyat? Lalu kenapa rakyat yang mengkritisi bisa didakwa?

Ini jugalah yang menyebabkan RKUHP 281-282 yang memuat masalah kriminalisasi tindak pidana Contempt of court yang mendapati penolakan dari berbagai kalangan karena bisa dipidana dan dianggap berpotensi melemahkan kebebasan Pers diIndonesia.

Beberapa bahkan beranggapan kalau RKUHP ini lebih kolonial dari RKUHP zaman Belanda.

Apalagi juga ada pasal 414-415 RKUHP draft 28 agustus 2019 yang mengatur soal Mempertunjukkan alat kontrasepsi padahal cara ini dianggap paling efektif untuk mencegah penyebaran HIV  dan sudah didekriminalisasi oleh jaksa agung tahun 1978 dan BPHN (1995)

Bila disoroti juga rasanya tidak adil bila anggota dewan tidak mendengarkan suara rakyat, terlebih saat ini bahkan penolakan dilakukan secara terang-terangan melalui aksi unjuk rasa dan juga pembuatan petisi yang menentang disahkannya RKUHP  setidaknya tercatat hampir ratusan ribu orang menolak disahkannya RUKHP, bahkan disosial media beredar tagar  #TolakRKUHPNgawur yang menandakan kepedulian masyarakat terhadap Hukum diIndonesia.

Bila DPR bersihkeras untuk segera mengesahkan RKUHP, kenapa RUU PKS tidak mendapat tindak lanjut padahal juga banyak orang yang mendesak DPR untuk segera mengesahkan RUU tersebut, apabila RUU PKS perlu kajian ulang kenapa tidak segera dikaji dan mencari jalan tengah terkait perdebatan soal keberatan terkait pandangan agama, kenapa belum ada kejelasan yang pasti mengenai kepastian hukum Saksi dan Korban Pelecehan Seksual? Sudah seharusnya DPR berbenah diri apalagi masa jabatan tinggal hitungan hari .

Mari kita do'akan saja yang terbaik untuk bangsa dan negara kita tercinta, semoga saja kedepannya Anggota Dewan Terpilih periode 2019-2024 tidak mengulangi kesalahan yang sama alias dapat lebih baik dalam memaksimalkan kinerjanya dan mewakili suara rakyat diatas kepentingan pribadi karena indonesia butuh orang-orang yang berintegritas dan berjiwa patriotisme dengan menjunjung tinggi kepentingan rakyat indonesia sebagai bentuk tanggungjawab atas kepercayaan Rakyat yang sudah memilih mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun