Pengertian Lingkungan Hidup adalah dimana manusia, hewan, dan tumbuhan menjadi bagian dari komponen penyusun lingkungan hidup kita satu sama dan lain saling mempengaruhi.
Dalam hal ini, manusialah yang punya pengaruh yang paling besar terhadap lingkungan Hidup. Kita dapat mengetahui pengaruh-pengaruh ini dari banyaknya kegiatan manusia dalam mengeksploitasi maupun mengeksplorasi alam baik itu dari sisi ilmu pengetahuan, dana, atau pengembangan teknologi. Di dunia ini manusia memiliki pengetahuan dan teknologi, hal ini memberikan banyak keuntungan tersendiri dalam mempertahankan diri maupun beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya.
Dengan begitu, manusia juga mempunyai kewajiban untuk menjaga serta melestarikan komponen penyusun lain dari lingkungan seperti hewan dan tumbuhan agar kehidupan tetap seimbang. Definisi lingkungan hidup secara umum adalah segala yang ada di sekitar manusia serta mempengaruhi aspek-aspek kehidupan manusia baik secara langsung maupun tidak langsung. Menurut Otto Soemarwoto berpendapat bahwa lingkungan hidup adalah semua benda dan kondisi yang ada dalam ruang yang kita tempati dan mempengaruhi kehidupan kita. Dari definisi tersebut bisa kita simpulkan bahwa apa yang ada di sekitar kita itu juga yang harus kita rawat dan jaga karena hal tersebut lah yang mempengaruhi kita.
Air merupakan kebutuhan vital dalam kehidupan manusia dan mutlak harus tersedia untuk menunjang hidup dan kehidupannya. Masyarakat dengan pengetahuan, kebiasaan, dan budaya yang diwariskan secara turun menurun memanfaatkan sumber air di wilayahnya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Mereka mengelola sumber daya tersebut secara bersama-sama dan hidup harmonis dengan alam di sekitarnya.
Kearifan masyarakat dalam pengelolaan sumber daya air di Indonesia sayangnya banyak yang telah mengalami pergeseran. Kebutuhan akan air terus meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk (dengan berbagai jenis kebutuhannya) dan kegiatan pembangunan yang kurang memperhatikan kelestarian sumber daya air dan lingkungan. Air saat ini telah menjadi masalah yang perlu mendapat perhatian serius dikarenakan penurunan kapasitas dan kualitas sumber daya air di sebagian besar wilayah negeri ini.
Hal tersebut karena adanya pergeseran nilai kearifan lokal masyarakat dalam pengelolaan sumber daya air di Indonesia. Peran kearifan lokal dalam menjaga keseimbangan dan keharmonisan masyarakat dengan alam di sekitarnya menghadapi banyak tantangan. Kondisi ini berpengaruh terhadap eksistensi tatanan sosial masyarakat, utamanya dalam upaya pengelolaan sumber daya air secara berkelanjutan.
Kearifan lokal adalah tatanan sosial budaya dalam bentuk pengetahuan, norma, peraturan dan keterampilan masyarakat di suatu wilayah untuk memenuhi kebutuhan (hidup) bersama yang diwariskan secara turun temurun. Â Kearifan lokal merupakan cara yang dikembangkan masyarakat untuk menciptakan keteraturan dan keseimbangan antara kehidupan sosial budaya masyarakat dengan kelestarian sumber daya alam di sekitarnya.
Pada awalnya subak didefinisikan dalam Perda Prop. Bali No. 2 tahun 1972. Disebutkan bahwa subak adalah suatu masyarakat hukum adat yang memiliki karakteristik sosio agraris-religius, yang merupakan perkumpulan petani yang mengelola air irigasi di lahan sawah. Kemudian subak di definisikan sesuai dengan Peraturan Daerah (Perda) Prop. Bali No. 9 tahun 2012 bahwa subak disebutkan sebagai organisasi tradisional di bidang tata guna air, dan tata tanaman di tingkat usaha tani pada masyarakat adat di Bali.
Kearifan lokal sebagai pondasi sangat penting dalam pengelolaan sumber daya air di suatu wilayah. Kearifan lokal mempunyai dua peran utama, yaitu: memenuhi kebutuhan air untuk hidup dan kehidupan masyarakat, dan menjaga hubungan yang harmonis antara masyarakat dengan sumber daya air dan lingkungan di sekitarnya. Kearifan lokal mencakup lima dimensi sosial, yaitu pengetahuan lokal, budaya lokal, keterampilan lokal, sumber-sumber lokal, dan proses sosial lokal (Aprianto dkk, 2008). Kelima dimensi ini mereka gambarkan dalam pengelolaan air DAS Citanduy dan Subak Bali sebagai berikut.
Budaya lokal berupa larangan (tabu dan pamali) oleh masyarakat di DAS Citanduy, dan konsep Tri Hita Karana oleh masyarakat (Subak) di Bali.
 Keterampilan lokal berupa pembuatan aliran air di DAS Cintanduy, dan pembuatan bangunan penangkap air/empelan yang dapat disesuaikan bila diperlukan di Subak Bali.