Mohon tunggu...
Nadia Nathania  Prilia
Nadia Nathania Prilia Mohon Tunggu... -

Seorang maha-siswa yang sedang mengejar mimpi di salah satu perguruan tinggi di Kota Pelajar.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Habisnya Independensi Wartawan Akibat Margiono

27 Februari 2018   23:57 Diperbarui: 2 Maret 2018   14:43 602
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jatuhnya martabat wartawan akhir-akhir ini banyak disebabkan oleh pidato Margiono, Ketua Umum Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Tulungagung saat menghadiri Hari Pers Nasional, pada tanggal 9 Februari 2018 silam di Padang, Sumatera Barat. Margiono memberikan pidato dan berbicara secara terus terang untuk mendukung Presiden Joko Widodo di Pemilihan Presiden pada tahun depan. Tentu saja, hal ini mengurangi independensi Margiono sebagai Ketua Umum PWI dan wartawan yang sah.

Pemilihan kepada daerah (Pilkada) serentak akan dilaksanakan tahun depan, tepatnya tahun 2019. Awal tahun ini, sudah banyak calon-calon kepala daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), Walikota, Gubernur, dan bahkan Presiden berlomba-lomba melakukan kampanye yang sejatinya belum terjadwalkan secara resmi. Calon-calon tersebut datang dari banyak kalangan, termasuk juga pimpinan tertinggi wartawan di Tulungagung, Jawa Timur.

PWI merupakan organisasi wartawan pertama yang berdiri di Indonesia. Perjuangan wartawan pada masa penjajahan membuat PWI menjabat posisi penting keberadaan wartawan sampai sekarang. Terlebih, pemerintah terus membanggakan PWI sebagai organisasi wartawan yang terpercaya dan berkontribusi besar bagi Indonesia.

Margiono juga salah satu Ketua Umum  PWI di wilayah Jawa Timur, lebih tepatnya di Tulungagung. Sudah menjabat selama 10 tahun, Margiono mencoba keberuntungannya untuk mencalonkan diri sebagai calon bupati Tulungagung. Tentu saja, hal ini merupakan tindakan yang berani karena seorang wartawan yang biasa mengawasi jalannya pemerintahan, sekarang beralih menjadi anggota pemerintahan.

Pada Hari Pers Nasional 2018, Margiono diundang ke Padang, Sumatera Barat, untuk memberikan pidato terkait dengan wartawan. Dalam acara tersebut, ada banyak jajaran politisi hingga pemerintahan yang turut datang. Salah satunya adalah Presiden Joko Widodo.

Dalampidatonya, Margiono mengatakan "Kalau Bapak Presiden sudah kasih ke Sumbar (Sumatera Barat), Sumbar kasih apa? kasih aja bapak presiden suara yang banyak untuk 2018", seperti yang dilansir dalam tempo.co. Memang tidak ada yang salah dengan pernyataan diatas. Hanya saja, jabatan yang masih dipegang oleh Margiono adalah Ketua Umum PWI dan dia sudah melanggar kode etik jurnalistik yang ada.

Dewan Pers sebagai lembaga untuk melindungi kehidupan pers dan wartawan di Indonesia sudah mengeluarkan peraturan yang harus dipatuhi bersama, yaitu Kode Etik Jurnalistik. Kode Etik Jurnalistik adalah pedoman yang harus dipegang teguh oleh wartawan selama menjabat sebagai wartawan. Margiono melanggar pasal 1 yang berbunyi "Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk", seperti yang tertera pada laman Dewan Pers.

Independen yang dimaksud adalah memberitakan suatu kejadian tanpa ada campur tangan dari pihak manapun dan tetap objektif. Margiono melakukan kesalahan dengan mengajak masyarakat Sumatera Barat untuk mendukung Presiden Joko  Widodo di Pilpres 2019 mendatang. Hal ini menodai pedoman dan peraturan yang sudah disepakati bersama.

Margiono masih sah menjabat sebagai Ketua Umum PWI pada saat dia melakukan pidato di Hari Pers Nasional pada tanggal 9 Februari 2018. Ketika dia mencalonkan diri sebagai kepala daerah, tanggal 12 Februari 2018 seharusnya jabatan Ketua Umum PWI sudah dihapuskan. Namun, demi mendapatkan dukungan dan di kenal semua orang, dia mencampur adukkan politik dengan profesi kewartawanan.

Banyak sekali organisasi kewartawanan lain yang memprotes keterpihakan Margiono dalam pidatonya saat itu. Mereka meminta Dewan Pers untuk mengusut tuntas kasus ini. Terlebih, banyak juga masyarakat mengutarakan perasaannya lewat facebook dengan kata-kata hujatan (republica.co).

Dewan Pers sudah seharusnya tanggap menangani kasus ini agar masyarakat tidak kehilangan rasa percaya pada wartawan maupun pers. Politik dan profesi kewartawan sudah seharusnya di pisahkan. Alangkah lebih baik jika kasus ini diselesaikan secara kekeluargaan lewat permintaan maaf dari pihak yang bersangkutan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun