batu yang disebut sebagai lambang peribadatan merupakan sebagian dari kemuncak, tetap ada juga yang menyebutnya sebagai fragmen candi, masyarakat menyebutnya sebagai stupa (kepala candi). Bentuknya indah karena dihiasi oleh pahatan-pahatan sederhana yang merupakan peninggalan Hindu. Letak batu ini berada di dalam struktur tembok yang berukuran 3x3m, tinggi 60 cm. Batu kemuncak ini ditemukan 50 m ke arah timur dari lokasi sekarang. Ditempat ini terdapat dua unsur budaya yang berlainan yaitu adanya kemuncak dan struktur tembok. Struktur tembok yang tersusun rapi menunjukkan lapisan budaya megalitikum, sedangkan kemuncak merupakan peninggalan agama hindu.
Panyandaan
terdiri atas sebuah menhir dan dolmen, letaknya dikelilingi oleh batu bersusun yang merupakan struktur tembok. Menhir berukuran tinggi 120 cm, lebar 70 cm, sedangkan dolmen berukuran 120x32 cm. Menurut cerita, tempat ini merupakan tempat melahirkan Ciung Wanara dilahirkan oleh Dewi Naganingrum yang kemudian bayi itu dibuang dan dihanyutkan ke sungai Citanduy. Setelah melahirkan, Dewi Naganingrum bersandar di tempat itu selama empat puluh hari dengan maksud untuk memulihkan kesehatannya setelah melahirkan.Â
Pamangkonan
terdiri dari sebuah benda seperti stupa yang hampir mirip ditemukan di Lambang peribadatan, stupa ini dilihat dari bentuknya bercocok hindu pada zaman megalitikum. Stupa ini berbentuk gada (senjata seperti palu yang besar yang fungsinya sebagai alat penyeleksian calon prajurit). Seperti nama tempat ini yaitu pamangkonan yang artinya mengangkat atau menggendong caranya penyeleksian prajurit pada waktu itu yaitu dengan cara mengangkat/menggendong batu tersebut, sebab hanya orang yang mempunyai kesaktian yang dapat mengangkat batu itu yang katanya sangat berat apabila diangkat oleh orang awam. Batu ini konon menurut kepercayaaan masyarakat lokal dulu sering berpindah-pindah tempat. Maka batu itu disebut pula Sanghyang indit-inditan yang artinya batu yang sering berpindah-pindah
Makam Adipati Panaekan
merupakan keturunan kedua dari prabu galuh abad ke 17 (sudah islam) yang mana pada abad ke 17 ini terdapat penyerangan ke VOC serta provokasi, yang pada akhirnya ia terbunuh oleh sodaranya sendiri dan dihanyutkan ke sungai cimuntur dan ditemukan di karangkamulyan dan dikuburkan juga ditempat ini dengan cara islam karena sudah memeluk agama islam. Dilokasi makam Adipati Panaekan ini merupakan batu yang berbentuk lingkaran yang bersusun tiga, yakni merupakan susunan batu kali. Dipati panaekan adalah Raja Galuh tengah yang berpusat di Cineam dan mendapat gelar Adipati dari Sultan Agung Raja Mataram, yang dibunuh oleh adik iparnya karena perebutan kekuasaaan. Setelah dibunuh jenazahnya dibuang ke sungai Cimuntur. Setelah ditemukan, jenazah nya lalu dimakamkan di dekat sungai Cimuntur. Dilihat dari bentuk makamnya yang ditemukan berbatu nisan dan menghadap kiblat dapat disimpulkan bahwa makam ini bercorak islam. Dan dari lingkaran yang bertingkat tiga yang membentuk punden berundak dapat terlihat budaya megalitikum masih kental pada masa itu.
PatimuanÂ
patimuan adalah delta sungai yaitu tempat bertemunya sungai Citanduy yang dangkal, berbatu dan bersih dengan sungai cimuntur yang dalam, tidak berbatu dan lebih keruh, dibandingkan sungai Citanduy. Ditempat ini tidak di temukan peninggalan-peninggalan bersifat arkeologis. Menurut cerita yang berkembang di masyarakat secara turun temurun disanalah aki (kakek) Balangantrang menemukan bayi Ciung Wanara yang dihanyutkan kesungai oleh ibunya yaitu Permaisuri Dewi Naganingrum untuk menyelamatkanya dari Raja Bondan Saragih yang ingin membunuhnya untuk mendapatkan kekuasaan atas galuh pada waktu itu.
Dari 9 situs itu dapat memberikan banyak potensi dalam industri kreatif dimana Karangkamulyan itu dapat memberikan keterlibatan masyarakat dalam aspek perekonomianÂ
Pembukaan Lapangan Pekerjaan