Mohon tunggu...
Fidel Dapati Giawa
Fidel Dapati Giawa Mohon Tunggu... Pengacara - Advokat

Nulis dangkadang, tergantung mood

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Beberapa Kisah Patriotik Silent Majority Korban Rezim Militer Orde Baru

25 Februari 2015   19:49 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:31 963
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1424864528762595479

[caption id="attachment_399399" align="aligncenter" width="600" caption="Ilustrasi/Kompas.com"][/caption]

Kawan, kali ini aku membawa cerita lain dalam tulisan ini.

Sebuah kisah yang tak banyak diceritakan, tak banyak diberitakan, dan tak banyak diperhatikan. Cerita ini memang berkisah tentang orang-orang yang diam, orang-orang yang tak mau mengumbar peran untuk ditulis tebal-tebal di halaman muka surat kabar besar. Bahkan mereka menghindar untuk dibukukan. Karena kisah yang menurut saya sangat patriotik ini, oleh para pelakunya disimpan hanya untuk mereka sendiri untuk renungan diri.

Cerita ini saya tuliskan karena saya tak bisa menahan rasa kagum kepada orang-orang ini. Patriotismenya, keikhlasannya, keteguhan serta kemanusiaannya. Nah, yang terkakhir inilah yang penting. Tentang kemanusiaan, tentang humanisme, tak mereka umbar. Sehingga mereka tak pernah tercatat sebagai pejuang HAK AZASI MANUSIA di kancah dunia kini.

Berikut beberapa kisah dari mereka yang sempat saya temui.

Kawan, pernahkah kalian dengar tentang sebuah keluarga yang diserbu oleh Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD) hingga hampir habis satu generasi sebuah keluarga dan hanya meninggalkan seorang anak kecil yang kebetulan luput dari serbuan itu? Kisah ini terjadi saat proses pembersihan pasca peristiwa 1965.

Pembersihan saat itu dilakukan terhadap kelompok yang dianggap terkait dengan Partai Komunis Indonesia (PKI) serta tehadap kelompok militan pengikut Bung Karno yang di-PKI-kan.

Manusia sebatang kara yang luput dari pembersihan itu tak pernah teriak minta kompensasi dan rehabilitasi dari negara. Dia juga tak pernah berteriak atas nama Hak Azasi Manusia (HAM) untuk meminta pertanggungjawaban negara. Baginya, itu adalah sebuah proses yang memang harus dilalui dalam rentang riwayat kehidupan yang dijalaninya. Bahkan ketika seorang penulis dari Australia mencoba menawarkan sejumlah bayaran untuk menuliskan kisah keluarga itu, dia malah tersinggung. "Sejarah bangsa kami, adalah untuk bangsa kami", katanya. Dia bilang bahwa orang asing tak akan pernah mengerti riwayat negerinya. Karena setiap peristiwa, yang terpahit sekali pun, tetap ada misi di baliknya yang tak pernah bisa dimengerti oleh bangsa lain.

Kawan, pernahkah kalian temukan keluhuran budi seorang yang mencintai negerinya demikian rupa sehingga tak pernah mau menerima haknya? Bukan cuma tidak mau menuntut, bahkan tinggal menerimanya pun ia tak mau. Ia menolak. Inilah kisah selanjutnya dari catatan saya kali ini.

Dia adalah seorang pegawai negeri di dinas  pekerjaan umum. Entah di bagian mana. Pada era pembersihan berkelanjutan pada akhir 1970-an, ia dikeluarkan dari pekerjaannya sebagai pegawai negeri tanpa alasan jelas. Ia jelas bukan bagian dari PKI, tapi mungkin karena kelurganya adalah aktifis Partai Nasional Indonesia. Tak pernah ada beleid negara yang jelas dan tegas mengenai alasannya ia dikeluarkan dari tempat kerjanya.

Tapi lihatlah kawan. Ketika pada tahun 1980-an obligasi negara yang ia beli di awal-awal kemerdekaan, telah jatuh tempo untuk ditagihkan, bukannya ia dengan tergesa menagihkannya. Ketika orang lain berlomba mencari dan mencairkan obligasi yang jatuh tempo itu, ia malah membakarnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun