Studi Kasus: Sengketa ZEE Indonesia-Tiongkok di Laut Natuna Utara
1 UNCLOS 1982 dan Deklarasi Djuanda 1957.
2 Data Kementerian Kelautan dan Perikanan RI, 2022.
3 Laporan KKP tentang kerugian IUU Fishing, 2021,
4 Pratomo, 2020.
5 Chapsos, 2017.
Konflik di Laut Natuna Utara menjadi representasi nyata benturan antara kedaulatan hukum internasional dan klaim se pihak berbasis sejarah. Menurut Ardila dan Putra (2020), sengketa ini berawal dari tumpang tindih antara ZEE Indonesia berdasarkan UNCLOS dan Nine-Dash Line Tiongkok yang tidak diakui secara hukum internasional.6 Dalam beberapa insiden sejak 2016 hingga 2019, China Coast Guard bahkan terlihat mengawal kapal nelayannya saat memasuki wilayah ZEE Indonesia.7
Indonesia secara tegas menyatakan tidak mengakui Nine-Dash Line, dan menolak segala berituk negosiasi wilayah yang bertentangan dengan UNCLOS. Pemerintah menerapkan strategi "defensif aktif yaitu tetap diplomatis, tetapi disertai kehadiran fisik melalui peningkatan patroli oleh TNI AL dan Bakamla, serta pembangunan pangkalan militer di Natuna. 8 Ardila & Putra menegaskan bahwa sikap Indonesia ini secara hukum sudah tepat, namun perlu diperkuat melalui koordinasi regional dan diplomasi multilateral agar tidak menjadi konflik berulang."
Peluang Strategis dan Arah Kebijakan Masa Depan
Di balik tantangan tersebut, wilayah laut Indonesia juga menyimpan peluang besar yang dapat menjadi fondasi kemajuan bangsa. Pertama, penguatan diplomasi maritim dan penyelesaian batas secara damai. Penyelesaian perjanjian batas ZEE Indonesia Vietnam pada 2023 menjadi contoh keberhasilan diplomasi maritim yang bisa direplikasi.10 Kedua, transformasi menuju ekonomi biru (blue economy). Potensi perikanan, budidaya laut, energi terbarukan lepas pantai, hingga ekowisata bahari dapat menjadi sumber pertumbuhan baru, asalkan dikelola secara berkelanjutan, 11 Ketiga, modernisasi sistem pengawasan laut berbasis teknologi mulai dari Automatic Identification System (AIS), satelit pengintai, hingga drone maritim akan memperkuat kedaulatan sekaligus menjaga keamanan pelayaran intemasional.12 Keempat, pelibatan masyarakat pesisir sebagai penjaga kedaulatan akar rumput. Pemberdayaan nelayan lokal, koperasi perikanan, dan skema co-management terbukti lebih efektif dibanding pendekatan militer semata.
Penutup