Mohon tunggu...
Zuan
Zuan Mohon Tunggu... Writer

“Merangkai huruf menjadi jembatan, menghubungkan hati, pikiran, dan peradaban.”

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Menyapa Wahyu dengan Suara Zaman

14 April 2025   22:55 Diperbarui: 14 April 2025   22:55 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Mantap, kita bikin versinya yang lebih detail, lebih hidup, dan gaya bahasanya lebih "menggigit" tapi tetap ilmiah. Aku akan tambahkan narasi yang lebih kuat, contoh konkret, dan alur pembahasan yang lebih menggugah.

Bayangkan jika Al-Qur'an hanya dibaca seperti prasasti kuno---dimuliakan, tetapi tak menyentuh realita. Dibaca dengan suara indah, namun tak menjawab keresahan manusia modern. Lalu, bagaimana bisa firman Tuhan yang abadi terasa asing di tengah dunia yang terus berubah?

Inilah titik temu yang ditawarkan oleh tafsir kontemporer: menjembatani teks suci yang diturunkan 14 abad lalu dengan realitas abad ke-21. Tafsir ini bukan sekadar 'menafsir ulang', tapi membangun dialog antara wahyu dan waktu.

Tafsir Klasik vs. Tafsir Kontemporer: Apa Bedanya?

Tafsir klasik seperti milik al-Tabari, al-Qurtubi, atau Ibn Katsir, tak diragukan lagi kejeniusannya. Mereka membuka jalan awal dalam memahami struktur kebahasaan, asbb al-nuzl (sebab turunnya ayat), dan penjelasan hadis. Namun, sebagian besar tafsir klasik berhenti pada konteks Arab abad ke-7.

Di sisi lain, tafsir kontemporer tidak puas hanya dengan menjelaskan makna literal. Ia bertanya: "Apa makna ayat ini hari ini?" Ia menyelami nilai-nilai universal Al-Qur'an untuk menjawab isu-isu seperti keadilan gender, krisis lingkungan, hak asasi manusia, bahkan LGBT.

Ketika Ayat tentang Laki-laki Dipertanyakan

Salah satu ayat yang sering jadi polemik adalah QS. An-Nisa: 34, tentang kepemimpinan laki-laki dalam rumah tangga. Banyak yang menjadikannya legitimasi bagi patriarki. Tapi apakah Al-Qur'an memang pro-diskriminasi?

Ahmad Nurrohim, Lc., M.Pd.I, dosen tafsir di UMS, mencoba menantang cara pandang itu dalam artikelnya "Contemporary Interpretation Approach in the Culture of Patriarchal Analysis..." (2023). Ia menyoroti bahwa ayat tersebut harus dilihat dalam struktur masyarakat Arab masa itu---bukan sebagai legitimasi absolut untuk semua zaman. Nurrohim meminjam pendekatan hermeneutik untuk menunjukkan bahwa nilai-nilai Al-Qur'an justru membuka ruang kesetaraan, bukan dominasi.

Menjawab LGBT dengan Nur, Bukan Murka

Masalah lain yang kerap muncul dalam perdebatan tafsir kontemporer adalah isu LGBT. Dalam artikelnya yang lain, "The Qur'anic Perspective on the Role of Parenting in Alleviating LGBT" (2022), Nurrohim tidak buru-buru menghukumi. Ia justru meneliti bagaimana pola asuh, pendidikan spiritual, dan relasi keluarga dalam Al-Qur'an bisa menjadi pendekatan preventif. Solusi yang ditawarkan tidak bersifat menghardik, tapi memeluk dan membimbing. Ini tafsir yang menyentuh sisi manusia, bukan hanya sisi hukum.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun