Mohon tunggu...
Nabila Alifiana
Nabila Alifiana Mohon Tunggu... Mahasiswa

menulis tentang

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Melukis Harapan: Edukasi Seksual dan Kreativitas untuk Anak-Anak dari Komunitas Marjinal di Semarang

24 Juni 2025   23:00 Diperbarui: 24 Juni 2025   22:45 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Panitia CONNECTA bersama Anak-anak Rubbik (Sumber: Tim Dokumentasi Rubbik)

Suatu siang di hari Kamis, 12 Juni 2025, mahasiswa Bimbingan dan Konseling (BK) Universitas Negeri Semarang angkatan 2023 Rombel Sosial A menggelar kegiatan pengabdian masyarakat bertajuk CONNECTA (Counselor Network for Children's Thriving & Advancement). Kegiatan dengan tujuan memberdayakan anak-anak dari komunitas marjinal di Kelurahan Tandang, Kecamatan Tembalang, melalui edukasi seksual dan aktivitas kreatif. Rubbik sendiri merupakan sebuah ruang komunitas bagi anak-anak dari lingkungan sekitar yang didominasi oleh keluarga dengan latar belakang ekonomi marginal. Kehadiran Rubbik sangat penting sebagai tempat belajar informal, bermain, dan berkembangnya nilai-nilai sosial anak. Maka, ketika para mahasiswa mendapatkan kesempatan untuk hadir dan mengisi kegiatan di sana, mereka paham bahwa ini bukan sekadar program, melainkan sebuah wujud nyata tanggung jawab sosial sebagai calon konselor terhadap dunia komunitas marjinal.

Sebanyak 30 anak hadir dalam kegiatan yang telah para mahasiswa rancang secara khusus dengan pendekatan edukatif dan kreatif. Sebelum masuk ke materi utama, mahasiswa BK Sosial A 2023 memulai kegiatan dengan ice breaking bertema hewan, yang bertujuan membangun suasana santai, mencairkan ketegangan, dan membentuk kelompok dengan cara menyenangkan. Anak-anak diberikan secarik kertas bergambar hewan dan nomor. Saat MC menyebut angka tertentu, anak-anak diminta menirukan suara hewan tersebut dan mencari teman-teman dengan suara yang sama. Suara ayam, kambing, burung, hingga kucing memenuhi ruangan --- bukan dalam bentuk kebisingan, tetapi dalam tawa dan semangat yang menular. Para mahasiswa mendampingi anak-anak yang lucu itu bak sosok kakak yang siap menemani selama sesi kegiatan berlangsung. Sebagai mahasiswa BK, tentunya mereka sadar bahwa membangun rasa aman sejak awal adalah langkah krusial dalam proses konseling, terutama saat menghadapi anak-anak yang mungkin belum terbiasa dengan interaksi dengan orang baru.

Sesi inti kegiatan CONNECTA dimulai dengan edukasi seksual untuk anak usia dini, sebuah topik yang krusial namun sering dianggap tabu di masyarakat. Mengingat anak-anak peserta berasal dari lingkungan rentan terhadap risiko kekerasan atau pelecehan, sesi ini dirancang untuk membangun kesadaran akan hak atas tubuh mereka. Sebanyak 30 anak usia 6--12 tahun, dibagi dalam lima kelompok kecil, mengikuti sesi ini dengan pendampingan 2--3 mahasiswa per kelompok. Menggunakan media visual berupa ilustrasi tubuh anak laki-laki dan perempuan, mahasiswa mengajak anak-anak mengenali bagian tubuh, memahami konsep sentuhan aman dan tidak aman, serta berlatih mengucapkan "tidak" terhadap perilaku yang tidak nyaman.

Foto Kegiatan Edukasi Seksual bersama Anak-anak Rubbik Delikrejo (Sumber: Tim Dokumentasi CONNECTA)
Foto Kegiatan Edukasi Seksual bersama Anak-anak Rubbik Delikrejo (Sumber: Tim Dokumentasi CONNECTA)

Mahasiswa BK Sosial A 2023 mendampingi anak-anak secara aktif, dengan cara mendorong anak-anak berpikir kritis dan percaya bahwa setiap individu mempunyai hak menjaga tubuh mereka sendiri. Dalam kelompok, diskusi berlangsung hangat. Satu dua anak dengan polos bertanya, "Kalau aku tidak suka dipeluk sama orang yang baru kenal, aku boleh nolak, ya?" Mahasiswa pun menjawab dengan lembut dan hangat, "Tentu saja boleh. Itu tubuhmu, kamu punya hak atasnya.". Sesi edukasi ini menjadi refleksi penting bagi seorang calon konselor. Fakta bahwa banyak anak-anak diluar sana yang belum memiliki kesadaran akan hak-hak tubuh mereka membangun kesadaran bagi diri seorang calon konselor. Inilah tugas yang sesungguhnya: membangun kesadaran, keberanian dan harga diri sejak usia dini.

Kegiatan beralih pada aktivitas kreatif berupa melukis tote bag kanvas. Setiap dari 30 anak peserta menerima satu tote bag putih, kuas, dan cat warna-warni, dengan kebebasan untuk menggambar sesuai imajinasi mereka. Instruksi sederhana diberikan: "Lukis apa yang kamu suka." Hasilnya beragam --- ada yang menggambar pelangi, rumah, pohon, hingga bunga, sementara beberapa anak menuliskan nama mereka dengan penuh semangat. Melalui aktivitas ini, melukis menjadi media terapi seni, memungkinkan anak-anak mengekspresikan harapan dan impian mereka, sekaligus memperkuat ikatan emosional dengan para mahasiswa. Cerita-cerita manis yang menorehkan kesan, melalui gambar kecil di atas totebag, anak-anak manis ini tengah menanam harapan besar untuk masa depan. Melukis totebag yang lebih dari sekadar kegiatan seni, namun juga sebuah media terapi, wadah ekspresi, dan jendela untuk memahami dunia anak dari perspektif dirinya masing-masing. Implementasi langsung dari pendekatan counseling through art, dimana gambar menjadi media komunikasi yang aman, apalagi untuk anak-anak yang belum terbiasa mengekspresikan diri melalui kata-kata.

Foto Kegiatan Melukis Totebag bersama Anak-anak Rubbik (Sumber: Tim Dokumentasi CONNECTA)
Foto Kegiatan Melukis Totebag bersama Anak-anak Rubbik (Sumber: Tim Dokumentasi CONNECTA)

Para mahasiswa meninggalkan kesan dengan sesi refleksi, foto bersama, penyerahan kenang-kenangan berupa buku dan alat tulis dan memastikan lingkungan tetap bersih seperti semula. Mahasiswa BK UNNES 2023 Rombel Sosial A pulang membawa lebih dari kenangan. Mereka membawa harapan. Bahwa ke depan, mereka mampu menjadi konselor yang bukan hanya bekerja di ruang praktik, tetapi juga hadir di komunitas, di ruang-ruang marjinal, serta menjangkau anak-anak dan komunitas yang jarang tersentuh program pendidikan serta perlindungan formal. Bagi mahasiswa BK, kegiatan ini bukan sekadar menjalankan tugas pengabdian. Ini adalah momentum pembelajaran hidup. Di luar kelas, para mahasiswa semester 4 ini belajar menerapkan teknik komunikasi empatik, membangun rapport, menyesuaikan diri dengan karakteristik lingkungan yang menjadi pusat konseling, dan belajar hadir secara utuh sebagai seorang pendamping.

CONNECTA lebih dari sekadar program, melainkan semangat, nilai, dan visi untuk membentuk gerakan calon konselor muda yang tidak hanya menguasai teori, tetapi juga kaya akan empati dan komitmen sosial. Upaya dalam menciptakan perubahan, tak perlu menunggu kesempurnaan, hanya cukup hadir, mendengar, dan peduli. Rubbik DelikRejo meninggalkan pelajaran tentang ketulusan, keberanian, dan harapan yang tumbuh di tengah keterbatasan, mengukir komitmen untuk menjadi konselor yang hadir bagi masyarakat dan komunitas.

Written by: Dhiya Ayu & Nabila Alifiana

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun