Peran Dukungan KeluargaÂ
     Berdasarkan penelitian Rendani et al. (2021) menunjukkan dukungan keluarga terutama dari orang tua sangat penting dalam perkembangan anak autisme. Hasil penilitiannya menunjukkan bahwa dukungan dari orang tua dapat meningkatkan kemampuan penyesuaian diri anak baik dalam lingkungan rumah, sekolah ataupun tempat terapi. Dukungan yang diberikan orang tua mencakup kasih sayang, arahan, dan bimbingan yang membantu meminimalisir hambatan emosional dan kognitif anak autisme. Anak autisme sangat memerlukan dukungan dan juga motivasi dari orang tua untuk dapat menyesuaikan diri dan beradaptasi dengan lingkungan (Fatihah, 2024).
     Gangguan komunikasi interpersonal salah satu masalah yang dialami anak autis, disebabkan kurangnya perkembangan kemampuan berbahasa membuat anak autis sukar menyampaikan dan merima pesan dari orang lain. Selain orang tua, saudara kandung juga memainkan peran yang penting dalam perkembangan komunikasi interpersonal anak autisme. hasil penelitian Widayandari et al. (2022) menunjukkan nilai korelasi 0,794 dengan nilai signifikasi 0,00 korelasi kearah positif, semakin baik dukungan saudara kandung maka semakin meningkat atau baik pula komunikasi interpersonal pada anak autis.
Terapi Untuk Anak AutismeÂ
a). Terapi okupasi, adalah usaha penyembuhan terhadap anak yang mengalami kelainan mental dan fisik dengan cara memberikan keaktifan kerja, keaktifan dapat mengurangi penderitaan yang dialami. Terapi okupasi tidak hanya sebatas aktivitas fisik, tetapi mencakup pengembangan intelektual,sosial, emosi dan kreativitas. Ragam latihan terapi okupasi, seperti: latihan mereaksi; latihan memanggil nama terapis. Latihan kebiasaan gerak; latihan kebiasaan berjalan digaris lurus. Latihan motorik kasar; berjalan bebas tanpa bantuan. Latihan keseimbangan; berjalan perlahan di papan titian (Desiningrum, 2016)
b). Terapi perilaku (Applied Behavioral Analysis -- ABA), berupaya untuk melakukan perubahan pada anak autistik dalam arti perilaku yang berlebihan dikurangi dan perilaku yang berkekurangan (belum ada) ditambahkan. insip dasar terapi ini dapat dijabarkan sebagai A-B-C; yakni A (antecedent) yang diikuti dengan B (behavior) dan diikuti dengan C (consequence). Antecedent (hal yang mendahului terjadinya perilaku) berupa instruksi yang diberikan oleh seseorang kepada anak autis. Melalui gaya pengajarannya yang terstruktur, anak autis kemudian memahami Behavior (perilaku) apa yang diharapkan dilakukan olehnya sesudah instruksi tersebut diberikan, dan perilaku tersebut diharapkan cenderung terjadi lagi bila anak memperoleh Consequence (konsekuensi perilaku, atau kadang berupa imbalan) yang menyenangkan. Tujuan penanganan ini terutama adalah untuk meningkatkan pemahaman dan kepatuhan anak terhadap aturan (Desiningrum, 2016).
c). Terapi bermain, pertumbuhan dan perkembangan fisik anak juga dapatdilihat saat bermain, anak secara tidak sadar menemukan sikap tubuh yang baik, melatih kekuatan, keseimbangan dan melatih motoriknya.
Ruang lingkup terapi bermain anak autis dirumuskan berdasarkan karakteristik anak, tujuan maupun sasaran, yaitu:
- Bermain yang berkaitan dengan latihan sensorik motorik; latihan pengembangan fungsi mata, telinga, dan latihan otot, seperti dokter-dokteran, plastisin.
- Bermain untuk mengembangkan imajinasi, kreasi, ekspresi, memupuk kekuatan otot, melatih memecahkan masalah, dan menimbulkan rasa percaya diri, seperti latihan memasang-bongkar puzzle, mewarnai gambar.
- Ragam latihan terapi bermain lainnya, yaitu : Sensorik-motorik: berjalan pada tali, menendang bola, melempar bola, membuat menara dari balok, mendorong bola. Bermain Simbol: permainan mendaki, naik turun tangga, melukis jari. Pengembangan komunikasi dan sosialisasi: bermain di bak pasir (Desiningrum, 2016).
d). Terapi sensori integrasi, Input sensori bermacam-macam, bisa dirasa dengan rabaan, didengar, dilihat dan dicium. Jika sensoriknya tidak bekerja dengan baik maka anak kurang atau tidak mampu menerima input sensoris dengan baik, sehingga akan timbul gangguan ASD. Terapi ini diberikan sesuai dengan kebutuhan anak. Dalam terapi diusahakan anak memberi reaksi yang baik terhadap perangsangan. Biasanya terapis akan mengarahkan kegiatan yang dapat memberikan tantangan secara bertahap. Teori sensori integrasi hanya sebagian dari pendekatan terapi okupasi. Jadi, anak tetap memerlukan terapi lain untuk mendukung terapi ini. Biasanya, kebutuhan tersebut dievaluasi oleh terapis okupasi (Desiningrum, 2016).
e). Terapi wicara, sangat penting karena anak autis sering mengalami keterlambatan bicara dan kesulitan berkomunikasi. Terapi ini menggunakan metode ABA dan metode Glend Domand untuk melatih kemampuan berbicara dan interaksi verbal (Desiningrum, 2016).
f). Terapi perkembangan, Floortime, Son-rise dan RDI (Relationship Developmental Intervention) dianggap sebagai terapi perkembangan. Artinya anak dipelajari minatnya, kekuatannya dan tingkat perkembangannya, kemudian ditingkatkan kemampuan sosial, emosional dan Intelektualnya (Desiningrum, 2016).