Mohon tunggu...
Naailaah Anggya Putri
Naailaah Anggya Putri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi Universitas Negeri Jakarta

Pendidikan Sosiologi `23

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Memerangi Fenomena Stunting: Kontribusi Kader Posyandu dalam Mengoptimalkan Hak Kesehatan Anak

29 Maret 2024   11:53 Diperbarui: 29 Maret 2024   13:54 149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Gejala Stunting yang Kian Berkembang di Masyarakat

Masa balita merupakan periode emas bagi perkembangan manusia. Pada fase ini, terjadi pertumbuhan dan perkembangan yang pesat dalam berbagai aspek, termasuk kemampuan berpikir, berbicara, panca indra, dan lain sebagainya. Namun, balita juga rentan terhadap berbagai permasalahan kesehatan, sehingga memerlukan perhatian khusus, terutama dalam pemenuhan kebutuhan gizinya untuk mendukung tumbuh kembangnya. Balita yang mengalami kekurangan gizi dan tidak mencapai pertumbuhan optimal berisiko tinggi mengalami berbagai masalah kesehatan. Risiko tersebut meliputi kesakitan, kematian, hambatan pertumbuhan motorik dan mental, serta penurunan produktivitas di masa depan. Salah satu permasalahan kesehatan yang banyak dialami balita dan berdampak serius adalah stunting.

Apa itu Stunting? Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada balita yang ditandai dengan tinggi badan yang lebih pendek dibandingkan dengan anak seusianya. Penyebab utama stunting ialah kekurangan asupan gizi dan infeksi yang terjadi dalam 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK), yaitu periode dari masa kehamilan hingga anak berusia dua tahun. Sederhananya, stunting merupakan suatu kondisi dimana seorang anak memiliki tinggi badan yang lebih rendah daripada anak lain seusianya karena kekurangan nutrisi dari janin atau bayi.

Stunting, sebuah kondisi yang tak hanya memendekkan tubuh, tetapi juga menghambat perkembangan otak dan masa depan anak bangsa. Menjadi target utama dalam Sustainable Development Goals (SDGs) poin ke-2, yaitu memerangi kelaparan dan segala bentuk malnutrisi, stunting merupakan masalah serius yang harus segera diatasi. Menurut WHO, stunting dikategorikan sebagai masalah kesehatan masyarakat jika prevalensinya melampaui 20%. Di Indonesia, kabar baik datang dari hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) yang menunjukkan penurunan prevalensi stunting dari 24,4% di tahun 2021 menjadi 21,6% di tahun 2022 (Kemenkes, 2023). Purwakarta, salah satu kabupaten yang menjadikan stunting sebagai prioritas utama, memiliki prevalensi 20,6% di tahun 2021 (PPID Purwakarta, 2022). Upaya keras dan kerjasama berbagai pihak sangat dibutuhkan untuk memerangi stunting di Purwakarta dan seluruh Indonesia.

Seorang anak yang mengidap stunting cenderung mengalami gangguan pertumbuhan, kurangnya kemampuan motorik, dan risiko penyakit tidak menular yang tinggi. Pertumbuhan fisik dan kognitif anak akan terus menurun di kemudian hari, yang akan berdampak pada produktivitas dan pendapatannya di masa dewasa. Jadi, dampak jangka panjang dari stunting termasuk penurunan kualitas sumber daya, stagnasi pertumbuhan ekonomi, peningkatan kesenjangan, dan kemiskinan antar generasi. Oleh karena itu, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020--2024 menetapkan stunting sebagai masalah utama nasional. Rencananya adalah untuk menurunkan tingkat stunting dari 24,4% pada 2021 menjadi 14% pada 2024 (Kemenkes, 2023).

Posyandu adalah wadah yang tepat untuk mengoptimalkan 1000 HPK untuk menangani stunting. Upaya kesehatan bersumberdaya masyarakat ini memungkinkan dan memudahkan masyarakat, terutama ibu, bayi, dan balita, untuk mendapatkan perawatan medis dan melihat perkembangan mereka. Kader posyandu bertanggung jawab atas semua aktivitas mereka. Direktorat Bina Gizi mengatakan bahwa kader dalam bidang gizi dan kesehatan diharuskan untuk melakukan pendataan balita, menimbang berat badan yang akan dicatat pada Kartu Menuju Sehat, memberikan makanan tambahan, memberikan penyuluhan gizi, memberikan vitamin, mengunjungi rumah ibu menyusui dan memiliki balita, serta mengukur tinggi badan untuk mendeteksi stunting. Dengan posyandu, perkembangan status gizi balita dapat dipantau melalui laporan hasil penimbangan kader setiap bulannya. 

Seorang kader posyandu yang bekerja untuk mengurangi stunting membutuhkan pengetahuan dan keterampilan untuk memberikan layanan, menimbang, dan mengajar. Keberadaan kader posyandu sangat penting; pelayanan yang baik dan menarik perhatian masyarakat dapat mendorong respons positif, kepedulian, dan partisipasi masyarakat.

Peran Kader Posyandu dalam Menggencarkan Program Penyuluhan Kesehatan Anak

Dalam praktiknya, posyandu yang sudah terintegrasi telah berkontribusi secara signifikan terhadap upaya memaksimalkan hak kesehatan anak di bawah usia lima tahun dengan layanan kesehatan di posyandu. Sebaliknya, posyandu yang belum terintegrasi dengan layanan kesehatan tingkat pratama, madya, atau purnama telah memenuhi hak kesehatan anak tetapi belum sepenuhnya. Bagian lintas sektor dinas kesehatan, Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Perdesaan (BAPERMASDES) bertanggung jawab untuk menyusun dan melaksanakan rencana program posyandu. Mereka berusaha meningkatkan kesehatan anak di bawah 5 tahun melalui program posyandu yang terintegrasi, seperti yang ditunjukkan dalam Pedoman Pengintegrasian Layanan Sosial Dasar di Posyandu, yang diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 19 Tahun 2011.

Kader posyandu memainkan peran penting dalam menentukan keberhasilan program posyandu, BKB, dan layanan kesehatan ibu dan anak. Kader ialah relawan yang dipekerjakan oleh masyarakat dan bertanggung jawab untuk memastikan bahwa layanan kesehatan berjalan lancar. Hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan No. 25 Tahun 2014 Tentang Upaya Kesehatan Anak, Pasal 1, Angka 12. Kader posyandu sangat penting untuk membantu pendidikan masyarakat selama pandemi COVID-19. Namun, prosesnya mengalami beberapa hambatan karena kondisi ekonomi keluarga anggota staf. Anggota staf kurang aktif karena harus bekerja untuk mendapatkan uang tambahan. Pemerintah harus memberikan perhatian khusus kepada kader posyandu karena mereka adalah relawan yang membantu tenaga kesehatan di layanan posyandu.

Tenaga kesehatan dan kader posyandu harus mendorong ibu-ibu balita untuk memeriksa perkembangan anak mereka dan mengikuti kegiatan atau program posyandu setiap bulan sekali. Mereka juga harus memberikan penghargaan kepada ibu-ibu bayi yang mengikuti posyandu delapan kali setahun. Orang tua harus proaktif dalam membawa balitanya setiap saat. Ini adalah upaya kader posyandu untuk meningkatkan kesehatan anak balita, terutama di lingkungan mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun