Mohon tunggu...
Muhammad Yulian Mamun
Muhammad Yulian Mamun Mohon Tunggu... Dosen - Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam UIN Antasari Banjarmasin

Tinggal di Banjarmasin, alumni KMI 2006. Menulis tentang sejarah, wisata, ekonomi & bisnis, olahraga dan film.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Perang Bersama Arwah

1 Oktober 2010   18:09 Diperbarui: 26 Juni 2015   12:48 1074
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Visualisasi Mamluk

Siapa yang tidak kaget jika tiba-tiba mendapati dirinya berada dalam kancah peperangan? Tidak ada belas kasihan. Yang ada hanya prinsip: membunuh atau dibunuh!

Itulah yang pernah dialami Muhib—sebut saja demikian—teman satu fakultas saya asal Rembang, Jawa Tengah. Pemuda tambun dengan berat 82 kg tersebut mengalami “pengalaman spiritual” saat tidur di Masjid Sultan Farag bin Barquq, Dowaiqa, tidak jauh dari “Madinah al Bu’uts”— asrama untuk para mahasiswa asing yang kuliah di Universitas Al Azhar.

Sebagai pemuda Jawa yang memegang teguh tradisi keluarga Nahdliyin, Muhib rajin i’tikaf keliling masjid-masjid kuno sekitar Kairo selama bulan Ramadhan. Berbekal ransel biru yang warnanya sudah meluntur, Muhib menembus panas Kairo yang membakar ubun-ubun.

“Shalat di masjid-masjid seperti itu, ada sensasi tersendiri,” ujarnya beralasan. Biasanya, sambil menunggu buka puasa Muhib mengisi waktu dengan membaca Al Qur’an atau sekedar tidur-tiduran di pelataran Masjid. “Rasanya seperti ada di zaman-zaman keemasan Islam di Mesir,” katanya penuh takjub. “Kayak di film Sinbad dan Aladin.”

Muhib kerap menghabiskan waktu dari Ashar hingga shalat Tarawih. Tak jarang pula di ikut qiyamul lail bersama hingga dini hari. Dinding masjid-masjid yang masih dilestarikan dalam bentuk aslinya; bebatuan berwarna coklat membuat kesan kuno makin kentara. Malah salah satu tempat langganan Muhib, Masjid Sultan Hasan, konon dibangun dengan menggunakan bebatuan raksasa dari Piramid di Giza.

Suatu ketika, di alangkah kagetnya Muhib saat tidurnya menunggu shalat Ashar terusik suara keributan. Lebih terkejut lagi, saat membuka mata dirinya sudah berada di tengah kecamuk perang. Berada di atas punggung kuda, dengan baju besi dan tombak terhunus. Muhib sekarang adalah anggota barisan elit kavaleri berkuda Mamluk yang ditakuti itu!

“Allahu Akbar!” pekik takbir membahana merindingkan bulu roma. Ini perang pasukan Mamluk melawan tentara Mongol yang bengis. Tentara Mongol pimpinan Hulagu Khan yang brutal itu sudah membumi hanguskan Baghdad. Mereka terus berekspansi menyisir Timur Tengah menuju ke arah barat. Harapan dunia bergantung kepada pasukan Mamluk yang berpusat di Kairo. Jika dalam peperangan di Ain Jalut ini Mongol yang menang, makan dunia Islam dan bahkan seluruh alam akan binasa.

Pada masa itu, kekuatan militer Mongol memang amat mengerikan. Bahkan hampir separuh dunia harus merasakan kebiadaban para Khan. Bahkan menurut sejarah nasional yang dipelajari di siswa-siswa sekolah di Indonesia, Kubilai Khan pernah mengirim pasukan ke tanah Jawa. Konon ceritanya, Kubilai murka setelah Raja Singhasari, Kartanegara melukai wajah dan telinga utusan Mongol yang datang agar tunduk Singhasari pada mereka. Pada akhirnya dengan muslihat yang cerdik, pasukan Mongol-Tiongkok ini berhasil dipukul mundur oleh pendiri Kerajaan Majapahit, Raden Wijaya.

Jauh-jauh hari, Hulagu Khan sudah mewanti-wanti Sultan Qutuz lewat surat yang diantarkan kurir Mongol ke Kairo, ibukota Kesultanan Mamalik. Kesombongan Hulagu sudah memuncak ke sumsum tulangnya. Dia memang pantas untuk bersombong karena tentara Mongol sudah berhasil menyulap dinasti Abbasiyah yang begitu perkasa menjadi rata dengan tanah. Namun Hulagu lupa, bahwa ada kekuatan di atas kuasa manusia.

“…satu-satunya cara untuk selamat, adalah menyerah kepada Dinasti Mongol yang perkasa. Tidak ada jalan untuk menyelamatkan diri. Bahkan doa kalian kepada Tuhan sekalipun tidak berguna. Kami akan meluluhantakkan masjid-masjid kalian untuk menunjukkan bahwa Tuhan kalian pun tidak berdaya...”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun