Tantangan yang datang silih berganti, bahkan ujiannya udah makin wow. Tentu bikin generasi milenial yang mulai menginjak usia tiga puluhan atau tiga puluh tahun awal, merasa cukup tertekan.Â
Beban ganda, ekspektasi orang terdekat, harapan dan impian dalam diri, semua bersatu pada menjadi: overthinking & tak jarang timbul rasa insecure. Tulisan ini berdasarkan pengalaman pribadi disertai riset dari teman sebaya. Baik teman online maupun teman yang masih menyempatkan waktu untuk ketemu langsung.Â
Sampai-sampai ada satu orang teman bilang gini "Usia kita itu kayaknya tengah-tengah ya? Medium well gitu hahahha. Soalnya sama senior aja di panggilnya mba, sama junior udah mulai ada yang manggil Ibu, Bunda" Ujarnya setengah berkelakar. Iya usia tiga puluhan ini memang setengahnya dari usia enam puluh tahun.Â
Ekspektasi sekitar di usia tiga puluhan: sudah punya anak satu atau dua, punya rumah, karir bagus, bisa arisan sama bestie atau mulai antar anak ke tempat belajar Calistung maupun taman bermain. Padahal dunia nggak terus terpaku dengan standar seperti itu. Setiap orang punya nasib dan takdir yang berbeda.Â
Bahkan beberapa kawan, merasa baru banget memulai hidup yang nyata di usia tiga puluhan ini. "Baru nemuin seseorang yang pas buat menjadi pendamping hidup" Atau baru nemuin karir yang beneran cocok setelah coba kerja di sana-sini. Bahkan ada yang baru mau memulai lanjut kuliah S2. Atau memulai hobi baru dengan perasaan bahagia.Â
Dari diskusi dan riset kecil-kecilan ini, saya mau sedikit merangkum dan menyampaikan beberapa poin penting buat sobat kompasiner. Tentu nggak semua yang ditulis bisa relate, akan tetapi semoga saja ada yang bisa mulai dijalankan supaya mampu melalui hari demi hari dengan lebih enjoy dan tetap menjaga kewarasan dengan penuh kebijaksanaan.Â
Pastikan Tetap Memiliki HobiÂ
Poin ini cukup penting sekali, bukan hanya untuk orang di usia tiga puluhan saja melainkan orang-orang di ragam usia. Apalagi buat yang merasa sedang kurang kesibukan dan hobi nggak harus sesuatu yang mahal.Â
Memiliki hobi yang bisa dilakukan di antara rutinitas harian tentu bikin hidup lebih berkesan dan punya semangat lebih besar dari pada hanya melakukan rutinitas saja.Â
Beberapa teman bercerita kalau mereka merasa jadi orang yang mudah berubah terkait hobi. "Beberapa tahun lalu, suka banget sama hiking dan nulis. Masa sekarang jadi lebih suka lari sama dengerin podcast" Ujarnya sedikit keheranan.Â
Hobi itu sesuatu yang dijalankan dengan rasa senang dan bisa bikin tambah senang. Selain itu bonusnya bisa bikin hidup makin bermakna. Saya sendiri pun memiliki hobi yang berubah-ubah. Seperti: masa sekolah SMP sangat suka dengerin musik, olahraga, nulis cerita pendek & belajar.Â
Lalu saat SMA, hobinya berubah: hobi main futsal, nulis di buku diary, belajar bahasa Jepang. Lalu saat kuliah hobi saya berubah menjadi: Suka hiking, trekking, motret pake HP.Â
Nggak berhenti di situ saja, nyatanya sat lulus kuliah dan bekerja saya punya hobi: jalan-jalan, kulineran, nulis dan dengerin podcast, nonton series serta baca buku self improvement.
Faktanya, dengan hobi itu saya tetap bisa bertahan dalam kondisi yang jauh dari kata ideal sekalipun. Ada momen dimana saya tertekan dan frustasi, saya milih nulis atau jalan-jalan sendirian ke alam. Di momen tersebut saya merasa sedang mengisi energi.Â
Setelah menjalankan hobi, saya kembali pulih dan memiliki semangat untuk berjuang lagi.Â
Berinvestasi Pada Diri Sendiri
Usia tiga puluhan, terutama tiga puluhan awal memang mulai merasa lelah dengan kondisi dan tuntutan yang ada. Akan tetapi jangan lupa bahwa diri harus tetap bertumbuh dan bernilai.Â
Apalagi di era persaingan semakin ketat dengan adanya AI. Beberapa profesi mulai dianggap bisa digantikan dengan mudah oleh AI. Meski begitu banyak juga yang merasa AI bisa dijadikan partner menghasilkan beragam inovasi. Kembali ke kemampuan diri dalam memanfaatkan teknologi.
Namun hingga detik ini saya nggak pernah pakai AI untuk membantu menulis atau menemukan ide. Saya masih mengasah diri sendiri agar tetap kreatif serta bertumbuh natural.Â
Dalam sebulan sekali, saya punya agenda buat ikutan kelas. Nggak melulu kelas berbayar, bisa kelas gratis baik online ataupun offline. Cari info dimana? Cari di sosmed dan di grup-grup komunitas, info buat upgrade skill bertebaran dimana-mana dan lebih mudah ditemukan.Â
Harapannya dengan konsisten upgrade skill saya tetap bisa meningkatkan kualitas diri dari sisi kemampuan, meningkatkan nilai diri dan tentu buat cari peluang lebih baik lagi serta nambah relasi positif. Tak jarang saya nambah teman baru, sahabat bertumbuh.Â
Investasi pada diri sendiri melalui upgrade skill, seperti tahun lalu saya terpilih mengikuti pelatihan konten kreator dibawah naungan Indosat - Indonesia Kreator Hub (ICH). Nambah ilmu seputar konten kreator, nambah wawasan dan cara pitching dengan brand serta bersaing secara sehat untuk meraih prestasi dan hadiah.Â
Kemudian jangan lupa untuk menjaga pola hidup sehat dengan makan makanan yang baik untuk tubuh dan kesehatan serta rutin olahraga sehingga badan sehat dan siap untuk bertumbuh.Â
Lengkapi juga dengan merawat diri sendiri dengan skincare mumpuni yang sesuai sama kebutuhan kulit dan kemampuan dompet.Â
Selain dari pada itu, tingkatkan spiritual terhadap sang pencipta dan tak lupa untuk tetap tersenyum serta sabar dalam menjalani kehidupan yang kadang-kadang bikin menghela nafas panjang.Â
Miliki Circle BeragamÂ
Semenjak tinggal jauh dari orangtua, tepatnya tahun 2018-an saya lebih mudah membuka diri untuk memiliki teman dan komunitas dari beberapa kalangan berbeda.Â
Saya punya circle buat makin semangat menjalankan hobi: komunitas menulis, komunitas trekking, komunitas blogger, komunitas digital marketing, komunitas masak, komunitas parenting (meski belum punya anak saya rasa komunitas ini akan bermanfaat buat nambah wawasan) Komunitas investasi, komunitas cari cuan tambahan, komunitas konten kreator, grup kampus, grup sekolah, dkk.Â
Intinya ada banyak banget circle yang saya ikuti. Tentu nggak semuanya beneran aktif 100% setidaknya saya tetap menyimak dan nimbrung buat nambah relasi.Â
Apalagi semakin kesini saya merasa ada banyak manfaat positif dari punya circle beragam. Dulunya saya tuh nggak terlalu suka sama punya banyak teman dan cenderung tertutup. Tetapi semenjak tuntutan pekerjaan mengharuskan saya bertemu banyak orang, ketemu pihak brand, dkk.Â
Jadilah saya malah merasa senang kalau ketemu banyak orang. Ngobrol random sama siapapun yang baru ditemui kadang membuka perspektif dan menambah wawasan.Â
Bersyukur juga berkat banyak kenal orang, ada saja satu dua kenalan yang mengingat saya serta mengajak saya terlibat dalam project atau job tambahan. Patut disyukuri dan nyata ya kalau silaturahmi itu membuka dan meluaskan rezeki.Â
Nah, dari pada memusingkan tuntutan dan standar masyarakat pada umumnya terkait status, pencapaian dan harta yang dimiliki. Lebih baik fokus pada diri untuk tetap berkembang dan menjalani hidup lebih bermakna serta memahami cara menangkal segala stres berlebih dan tetap waras di tengah panggilan yang rasanya belum terlalu sesuai hehehe.Â
Iya, kadang sama senior udah di panggil ibu. Atau sama seumuran di panggil bunda. Padahal kan bisa lho panggil nama saja. Atau cukup mba Lala. Terlepas dari itu semua, tentu setiap orang punya pemikiran berbeda. Tetap hargai dengan bijaksana.Â
Terima kasih sobat kompasianer sudah membaca artikel ini sampai tuntas. Semoga ada beberapa poin yang bisa dipetik dan manfaat ya.Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI