Tentu ini hanya pemikiran dan pendapat saya selaku orang awam, bukan sebagai musisi. Pastinya kebijakan terkait musik dibuat dengan banyak pertimbangan juga.Â
Namun tidak salah apabila meninjau kembali dan melihat realita para pemilik usaha kecil menengah dari sebuah kafe berjuang mempertahankan penghasilannya.Â
Tidak bisa menutup mata dan telinga, daya beli dari bulan ke bulan di tahun 2025 memang mengalami penurunan yang cukup bikin gusar para pemilik bisnis.Â
Sebagai pencinta musik, suka datang ke kafe yang menyetel musik entah sambil nugas ataupun baca buku. Saya berharap semoga ada solusi terbaik yang membantu semua pihak untuk tetap berpenghasilan.
Situasi datang untuk menikmati musik di kafe sambil ngerjain kerjaan memang baru saya lakukan sekitar tahun 2022 hingga sekarang, durasinya nggak begitu sering. Dalam satu bulan bisa 2-3 kali saja.
Lain hal dengan bulan Februari 2025 hingga kini. Selepas berhenti berlangganan paketan WiFi, saya jadi sering melipir ke kafe untuk mengerjakan pekerjaan di waktu libur atau tanggal merah.
Iya, deadline nggak peduli sama kondisi ada wifi apa nggak. Tetap harus berjalan dan butuh kecepatan. Selain nugas sambil dengerin musik di kafe, saya juga butuh WiFi. Tapi tenanglah, saya pelanggan tahu diri.Â
Meski sendirian ke kafe, nyatanya saya sering pesan makanan dan minuman lebih dari dua jenis saja.Â
Kesimpulan dari cerita sederhana dari pengalaman pribadi, saya berharap ada solusi jitu untuk semua pihak terkait loyalitas musik untuk para kreatornya.Â
Sebagai pencinta musik, saya tetap butuh mendengarkan musik saat WFC. Atau saat membutuhkan suasana baru supaya proses kreatif makin ciamik.Â
Nah, kalau sobat kompasiner punya pendapat apa terkait musik di kafe perlu atau nggak ada musik di kafe? Ceritain dong di komentar .Â