Mohon tunggu...
Lala_mynotetrip
Lala_mynotetrip Mohon Tunggu... Lainnya - Terus berupaya menjadi diri sendiri

Blogger pemula|menyukai petualangan sederhana|penulis amatir|S.kom |pecandu buku|Sosial Media creative|Ide itu mahal|yuk menulis|doakan mau terbitin novel

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Semesta Menyeleksi

11 Oktober 2020   16:53 Diperbarui: 11 Oktober 2020   17:03 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Semakin bertambah usia, setiap orang suka merasa memiliki sedikit sahabat atau teman. Ini merupakan bagian dari sistem seleksi semesta juga. 

Ini yang mulai saya alami, sebetulnya tidak serta merta kesibukan membuat kita sulit bergaul dengan teman-teman lama. 

Adakalanya jarak dan perbedaan lokasi tempat tinggal menjadikan kita jarang saling berkunjung atau silaturahmi, menimbulkan rasa segan untuk sekedar menyapa. Lama kelamaan terasa asing satu sama lain, atau semakin hari kita mengenal baik siapa dan seperti apa teman atau sahabat kita. 

Semesta seolah menyeleksi juga siapa saja yang pantas serta cocok untuk menjadi sahabat dan kawan kita. Ada beberapa kondisi, kita merasa jenuh dengan teman yang jika bertemu hanya mengajak membicarakan kekurangan orang lain ataupun bergosip. 

Semakin dewasa kita akan membenci hal-hal jelek semacam itu, yang kita inginkan dari pertemuan pertemanan adalah saling bercerita tentang pengalaman dan kejadian yang ingin diceritakan dan ingin di dengarkan tanpa ada unsur judge atau unsur menggurui. 

Quality time seorang wanita, terutama ketika sudah berkeluarga adalah merawat diri membuat diri relax dan bertukar pikiran dengan orang-orang tepat. Sehingga waktu berkualitas itu optimal dan tidak terbuang sia-sia. 

Hampir sudah tidak ada waktu untuk memperhatikan keburukan orang lain, yang belum berada di fase ini sabar nanti akan ada masanya. Rasanya hidup memang lempeng tanpa gosip itu gak wanita banget ya? Tapi rasanya pasti nyaman banget, meski awalnya sekitar merasa malas mengajak kita berbincang karena kita tidak seru. 

Beberapa kali di bulan-bulan yang lalu, saya bertemu dan berkumpul dengan teman yang saya kategorikan dekat. Namun saat topik obrolan lebih banyak 'nyinyirin orang' saya tidak mau larut dan ikutan. Saya hanya menimpali alakadarnya dan menganggap pertemuan itu, kurang bermutu. 

Mohon maaf, saat ini diusia yang sudah 25 keatas kita akan lebih sibuk mengelola stress diri sendiri, mengelola pemikiran baik supaya makin mendominasi dan fokus pada tujuan hidup yang postif. 

Semesta seolah membantu kita menyeleksi orang-orang dekat mana yang pantas mendampingi hari-hari kita, komunitas seperti apa yang cocok untuk mengembangkan potensi-potensi kita. 

Selain itu, kita pun dari hari ke hari harus mulai berproses memperbaiki kualitas diri. Tentu harapan utamanya supaya bersatu dengan orang-orang berkualitas serta kehidupan berkualitas juga, minimal kita bisa memberikan manfaat bagi sesama walaupun belum sepenuhnya. 

Setidaknya tidak menjadi ibu-ibu komplek yang tukang gosip, cukup jadi orang yang bisa mendengarkan cerita atau kisah orang lain dengan baik tanpa menceritakan nya kembali ke pihak-pihak lain. Syukur-syukur bisa memberikan solusi, membahagiakan orang terdekat supaya merasa bebannya berkurang dengan bercerita kepada kita. 

Menjadi sosok yang memberikan kebahagiaan walau dengan cara sederhana, tidak pernah merasa punya jasa atau hutang budi terhadap sesama. Karena saya selalu percaya setiap kebaikan yang kita lakukan, kelak akan kita tuai kalaupun belum sempat kita tuai insya Allah anak-cucu kita yang akan menuai nya. Pun dengan prilaku buruk, bisa jadi kita tidak sempat menuai di dunia dan malah anak cucu yang merasakannya. 

Itulah kehati-hatian dalam hidup serta prinsip dasar, manusia pada dasarnya merupakan mahluk yang baik. Nuraninya selalu mengakui kejujuran terhadap yang dilakukan atau diperbuat, hanya saja ada sedikit orang yang mengabaikan kebenaran dengan membohongi nuraninya sendiri. 

Hidup memang pilihan, kita bisa menentukan mau menjadi seseorang yang seperti apa. Mari direnungkan, menjaga kesehatan mental itu perlu dan kita perlu menciptakan lingkungan sehat dan komunitas yang support terhadap prinsip hidup menjaga kewarasan atau kesehatan mental. 

Jika mental kita sehat, makan pola pikir akan sehat, hidup akan jauh lebih sehat dan tidak ada waktu untuk bergosip ria. Melainkan terus berjuang mengelola emosi diri, meningkatkan soft skill dan hardskill. Tidak mudah lho hidup di era digitalisasi yang semuanya serba cepat, persaingan ketat. 

Membuat kita mudah stres dan butuh tempat bercerita yang bisa mendengarkan dengan saksama tanpa perlu mengomentari dengan kalimat "yaelah, baper amat.. yaelah gitu doang" hey, bijaklah. Coba dengarkan saja, jangan kasih komentar jika tidak sanggup menempatkan diri di posisi dia. 

Apalagi dimasa pandemi seperti saat ini, pergerakan terbatas tentu memicu stres makin mudah datang. Mari perbanyak muhasabah diri, ciptakan lingkungan yang nyaman untuk kita dan sesama. Manusia merupakan mahluk sosial, membutuhkan orang lain. Sadar akan kebutuhan tersebut, bersikap tuluslah pada orang-orang disekitar mu. 

Nanti akan terasa saat mengembara di kota atau Negara orang, bahwa menjadi pengembara itu awalnya tidak mudah. Beradaptasi dengan lingkungan baru dan mencari sahabat atau teman baru. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun