Mohon tunggu...
Muzakki Akbar H
Muzakki Akbar H Mohon Tunggu... 24107030139

Kopi dulu, mikir belakangan. Mahasiswa Prodi Ilmu Komunikasi

Selanjutnya

Tutup

Halo Lokal

Warung Makan Balap Ardhi Pinggir Rel, Rasa Pedes dari Tangan Klaten

11 Juni 2025   02:32 Diperbarui: 11 Juni 2025   02:33 134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Saya dengan Ibu Ardhi di Warung Makan Balap Ardhi, 7 Juni 2025. Lokasi: Jl. Bimasakti, Demangan, Yogyakarta. (Dokumentasi Pribadi)

Di tengah padatnya kawasan Demangan, Yogyakarta, ada satu lapak makan sederhana yang selalu terlihat sibuk setiap pagi. Warung itu tampak sederhana hanya bangunan semi permanen dengan meja kayu, kursi kayu, dan papan nama bertuliskan "Warung Makan Balap Ardhi". Tapi begitu orang-orang mencicipi masakan utamanya, nasi balap pedas ala Lombok, mereka langsung paham kenapa tempat ini bisa punya pelanggan setia.

Uniknya, pemilik warung ini, Ibu Ardhi, bukan berasal dari Lombok. Ia adalah perempuan asli Klaten, Jawa Tengah, yang dengan rasa ingin tahu dan semangat bereksperimen, mencoba meracik ulang masakan khas Lombok dengan versinya sendiri.

"Waktu itu saya jalan-jalan ke Lombok, nyobain nasi balap yang pedas banget. Saya penasaran, terus pulang saya coba bikin. Lama-lama saya racik sendiri biar cocok sama lidah orang sini," kata Bu Ardhi saat saya wawancarai, Minggu Malam (7/6/2025).

Mendirikan Warung di Pinggir Rel
Warung Makan Ardhi beralamat di Jl. Bimasakti, Sapen, Demangan, Kecamatan Gondokusuman, Kota Yogyakarta. Lokasinya berada persis di sebelah rel kereta aktif yang setiap harinya dilalui oleh kereta lokal Prambanan Ekspres. Bagi sebagian orang, tempat ini terlihat 'ekstrem' untuk berjualan. Namun bagi Ibu Ardhi, ini adalah tempat yang membuka jalan rezeki.

Awalnya, Bu Ardhi mengusahakan jualan nasi bungkus keliling ke kos-kosan mahasiswa. Tapi pada 2023, ia memberanikan diri menyewa lahan kecil di pinggir rel untuk membuka warung tetap. Meski sempat ragu akan ada yang datang, ternyata warungnya justru ramai karena banyak orang penasaran ingin mencoba makan sambil melihat kereta lewat dari jarak sangat dekat.

"Dulu malah enggak kepikiran bisa seramai ini. Tapi karena unik, orang jadi ingat. Ada yang ke sini karena diajak temannya, terus balik lagi sendiri," jelasnya sambil tersenyum.

Eksperimen Rasa yang Berhasil
Menu utama warung ini adalah nasi balap ayam suwir. Satu porsi terdiri dari nasi putih hangat, ayam suwir pedas, telur balado, oseng buncis, dan sambal plecing merah yang jadi ciri khas. Semua dimasak oleh tangan Bu Ardhi sendiri sejak pukul 6 pagi. Meski tidak mengikuti resep Lombok secara harfiah, ia menyesuaikan bumbu dan tingkat kepedasan agar cocok dengan lidah masyarakat Jogja.

"Enggak semua orang Jogja kuat makan pedas banget. Jadi saya sesuaikan. Tapi alhamdulillah masih banyak yang bilang pedasnya pas," katanya.


Setiap hari, warung ini mampu menjual hingga 70-100 porsi. Harga per porsi berkisar Rp10.000-20.000, tergantung pilihan menu. Dengan harga murah dan rasa yang khas, tak heran pelanggan berdatangan dari berbagai kalangan mahasiswa, hingga driver ojek online.

Bertahan di Masa Sulit
Saat pandemi COVID-19 melanda, warung ini sempat omset nya turun karena pembeli menurun drastis. Namun berkat bantuan anaknya yang masih kuliah, Bu Ardhi mulai belajar menerima pesanan lewat WhatsApp. Sistem pre-order ini ternyata memudahkan pelanggan dan mengurangi kerugian akibat makanan yang tak habis terjual.

"Awalnya saya enggak bisa pakai HP. Tapi anak saya bantuin. Sekarang tiap pagi malah buka WhatsApp dulu buat lihat siapa aja yang pesan," ucapnya.


Adaptasi teknologi ini menjadi langkah penting bagi kelangsungan usaha kecil seperti warung Bu Ardhi. Meskipun sederhana, pendekatan digital mampu memperluas jangkauan dan menjaga loyalitas pelanggan.

Lebih dari Sekadar Tempat Makan
Apa yang membuat orang terus kembali ke Warung Ardhi bukan cuma soal rasa atau harga. Bu Ardhi dikenal hangat, ramah, dan memperlakukan pelanggan seperti keluarga sendiri. Ia hafal pesanan langganan, tahu siapa yang suka tambah sambal, dan bahkan memberi makan gratis kepada pelanggan yang sedang kesulitan.

Warung kecil ini pun menjadi semacam ruang sosial. Bukan sekadar tempat makan, tapi juga tempat bertemu, mengobrol, dan berbagi cerita.

Catatan untuk Mahasiswa dan Anak Muda
Kisah Ibu Ardhi memberi inspirasi, terutama bagi kita anak muda yang kadang ragu memulai sesuatu karena takut gagal. Ia menunjukkan bahwa eksperimen dan keberanian mencoba bisa membuka peluang tak terduga. Meskipun ia tidak punya latar belakang pendidikan tinggi, kemauan belajarnya justru membawa usaha kecilnya bertahan di tengah tantangan zaman.

Saya dengan Ibu Ardhi di Warung Makan Balap Ardhi, 7 Juni 2025. Lokasi: Jl. Bimasakti, Demangan, Yogyakarta. (Dokumentasi Pribadi)
Saya dengan Ibu Ardhi di Warung Makan Balap Ardhi, 7 Juni 2025. Lokasi: Jl. Bimasakti, Demangan, Yogyakarta. (Dokumentasi Pribadi)
UMKM, Ketulusan, dan Cita Rasa
Kisah Warung Makan Ardhi adalah contoh nyata bagaimana UMKM bisa tumbuh dari ide kecil dan ketekunan. Dengan rasa ingin tahu dan semangat belajar, Ibu Ardhi yang tidak punya latar belakang kuliner formal justru berhasil menciptakan menu khas yang dicintai banyak orang.

Dari perempuan Klaten, lahir nasi balap gaya Lombok yang tak hanya menawarkan rasa, tapi juga cerita. Di pinggir rel yang berisik dan sempit, Bu Ardhi membangun ruang makan penuh kehangatan dan solidaritas. Warung ini mengingatkan kita bahwa UMKM bukan sekadar urusan untung-rugi, tapi soal menghadirkan nilai dan rasa kemanusiaan di tengah masyarakat.
Kisah Warung Makan Ardhi adalah contoh nyata bagaimana UMKM bisa tumbuh dari ide kecil dan ketekunan. Dengan rasa ingin tahu dan semangat belajar, Ibu Ardhi yang tidak punya latar belakang kuliner formal justru berhasil menciptakan menu khas yang dicintai banyak orang.

Dari perempuan Klaten, lahir nasi balap gaya Lombok yang tak hanya menawarkan rasa, tapi juga cerita. Di pinggir rel yang berisik dan sempit, Bu Ardhi membangun ruang makan penuh kehangatan dan solidaritas. Warung ini mengingatkan kita bahwa UMKM bukan sekadar urusan untung-rugi, tapi soal menghadirkan nilai dan rasa kemanusiaan di tengah masyarakat.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Halo Lokal Selengkapnya
Lihat Halo Lokal Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun