Mohon tunggu...
Omar HakimMaulani
Omar HakimMaulani Mohon Tunggu... Cosmopolitan

Intelligence is the capacity to receive, decode and transmit information efficiently. Stupidity is blockage of this process at any point. Bigotry, ideologies etc. block the ability to receive; robotic reality-tunnels block the ability to decode or integrate new signals; censorship blocks transmission.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Pinjol Resmi, Bunga Tinggi, dan Jalan Sunyi Menuju Kehancuran Ekonomi

16 Oktober 2025   14:27 Diperbarui: 16 Oktober 2025   14:47 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Kita sedang hidup di masa yang penuh ironi. Di satu sisi, teknologi memudahkan segalanya, uang bisa dipinjam hanya dengan satu sentuhan jari. Namun di sisi lain, setiap sentuhan itu bisa menjadi jerat yang perlahan mencekik ekonomi bangsa. Pinjaman online (Pinjol) resmi ya, resmi! Kini menjadi salah satu ancaman senyap terbesar bagi daya tahan ekonomi rakyat. Krisis yang kita hadapi hari ini bukan sekadar angka di laporan ekonomi. Ibarat mobil tua yang mogok di tengah jalan: mesinnya berasap, bannya kempes, setirnya longgar, radiatornya bocor. Mobil ini tidak bisa diperbaiki hanya dengan menambah bensin. Harus ada perbaikan menyeluruh, sistematis dan berani memutuskan mana yang paling genting diselamatkan. 

Jangan tertipu oleh label "resmi". Legal bukan berarti adil. Berizin bukan berarti manusiawi. Biarpun iklannya mengatakan bunga rendah, pada kenyataannya hampir semuanya menerapkan bunga rata-rata 0,3% per hari atau 9% per bulan fixed atau tetap, yang artinya selama belum lunas, pokok yang sudah dibayar pun masih dibungakan. Lebih gila lagi beberapa menerapkan periode pembayaran per 7 hari dan per 15 hari. Bunga pinjaman 9% per bulan fixed rate berarti lebih dari 100% per tahun. Itu bukan lagi pinjaman, itu penjarahan terselubung atas keringat rakyat! Bahkan di zaman Kekaisaran Romawi kuno, ketika praktik usury atau bunga mencekik marak terjadi, peradaban besar itu runtuh bukan karena perang, tapi karena rakyatnya terjerat utang. Hilang jiwa loyalitas dan patriotisme masyarakat. Apa yang mau dipertahankan apabila masyarakat tidak merasa mempunyai hak milik. Apa yang harus dibela, bila yang dibela adalah utang!

Sejarah sedang berbisik keras, tapi apakah kita mau mendengarnya? Total utang pinjaman online (pinjol) Juni 2025 tercatat Rp 83,52 triliun. Ini belum termasuk yang ilegal, atau tidak resmi. Bila kita anggap akhir 2025 peningkatannya sama, maka tahun 2025 kesluruhan utang itu akan mencapai sekitar Rp. 150 triliun. Artinya, sekitar Rp300 triliun uang rakyat menguap, tersedot keluar dari sirkulasi ekonomi daerah-daerah, mengalir entah ke mana. Uang yang seharusnya berputar untuk membeli beras, membuka warung, membayar tukang, memperbaiki rumah, justru menghilang dari nadi ekonomi rakyat. Peredaran uang adalah darah kehidupan ekonomi bangsa. 

Sebelum terlambat, kini saatnya mempertanyakan Kebijakan Jeratan Utang yang diijinkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Menyelamatkan daya hidup bangsa dari Pinjaman Online, bukan hanya soal uang,  ia adalah cermin dari putusnya rasa percaya diri rakyat terhadap sistem ekonomi yang mestinya melindungi mereka. Ketika gaji tak cukup, harga-harga naik, dan lapangan kerja menyempit, orang mencari pintu keluar tercepat. Dan di situlah pinjol menunggu, dengan senyum manis dan jebakan bunga yang kejam.

Ketika masih sekolah dulu di tahun 1980an, ekonomi nasional kita sempat mengalami kemunduran dan hampir berhenti gara-gara maraknya penjualan kupon Sumbangan Dana Sosial Berhadiah (SDSB) yang lebih dikenal dengan Undian Harapan. Dana-dana masyarakat tersedot ke bandar-bandar judi, besarnya uang yang tersedot menjadikan mereka kelompok oligarki di kemudian hari. Untungnya pemerintah sadar, saat itu mengambil tindakan kembali melarang kupon judi berkedok harapan itu. Sejarah berulang kembali, harapan palsu itu kini bernama Pinjol. Akankah pemerintah berani mengambil tindakan ekstrem, untuk menyelamatkan ekonomi nasional, menertibkan pinjol-pinjol ini, dan kalau perlu mengampuni utang-utang masyarakat yang terjerat pinjol ini. Demi ekonomi bangkit kembali. Menggeliat. Percayalah!

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun