Dalam artikel ini, kita akan menjelajahi keindahan religiusitas dalam puisi "Tuhan" karya Akhmad Taufiq. Menggunakan aspek religius, puisi ini mengungkap keyakinan, takdir, ibadah, taubat, dan pentingnya berdoa. Melalui pendekatan religiusitas sastra, kita akan memahami simbol-simbol dan pengalaman religius yang mengalir dalam setiap bait puisi. Bersiaplah untuk mengikuti perjalanan spiritual yang luar biasa dalam keindahan kata-kata.
Karya sastra merupakan sebuah bentuk usaha yang merekam isi jiwa penulisnya, rekaman yang dimaksud ialah penggunaan alat Bahasa dari sebuah karya sastra itu (Sumardjo). Sastra sendiri merupakan sebuah seni Bahasa yang memiliki banyak mana dan nilai-nilai yang dapat dimanfaatkan oleh para pembaca dalam kehidupan sehari-hari. Dari sekian banyak mana dan nilai-nilai yang terkandung, salah satunya adalah aspek religius, karena salah satu dari sekian ekspresi yang dituangkan dalam karya sastra adalah pengalaman estetik tentang religiusitas para penulisnya dan sastra juga merupakan bagian dari agama. Pernyataan ini semakin menegaskan bahwa dalam isi sastra mengandung norma dan nilai-nilai serta agama. Karena banyak norma dan nilai keagamaan tidak jarang pembaca memanfaatkan hal tersebut salah satunya aspek religius dalam sebuah karya sastra tersebut.Â
Religius merupakan perilaku yang menggambarkan kepatuhan dalam menjalankan perintah dan menghindari larangan agama. Jadi, aspek religius ialah perilaku yang mencerminkan ketaatan dan kepatuhan seseorang kepada Tuhan-Nya. Dalam agama Islam, memiliki 3 aspek dasar, yaitu aspek akidah, syariat dan akhlak yang terstruktur dan tidak dapat dipisahkan. Akidah sendiri memiliki arti sebagai keyakinan terhadap system kepercayaan, sementara syariat sebagai system yang berisikan peraturan yang menggambarkan fungsi agama, dan akhlak merupakan perilaku yang menunjukan kesesuaian dengan ajaran dari suatu agama yang dianutnya. Salah satu karya sastra yang mengandung aspek religius ialah Puisi. Oleh karena itu, penulis akan menganalisis suatu puisi untuk mendeskripsikan religiusitas sastra berdasarkan aspek religius yang terdapat dalam puisi yang akan dikaji. Puisi yang menjadi objek dalam artikel ini adalah puisi yang berjudul "Tuhan" Karya Akhmad Taufiq.
Aspek religius dalam Puisi "Tuhan" dibagi menjadi tiga, yaitu:
Aspek akidah dalam puisi "Tuhan" Karya Akhmad Taufiq mencakup keyakinan kepada Tuhan dan takdir Tuhan .
Keyakinan terhadap Tuhan, digambarkan pada kutipan puisi di bawah ini:
"Tuhan
Ingin kureguk cintaMu menyatu dalam darahku Mengalir setiap nafas
Menghujan pada setiap detak jantungku"
"Aku sadar, bahwa cintaMu mengarungi semesta Aku sadar, bahwa kashMu adalah oase kerinduanku"
Kutipan di atas mencerminkan atau menggambarkan keyakinan dan keinginan yang mendalam untuk merasakan kehadiran dan kasih Tuhan secara penuh.
Keyakinan terhadap takdir Tuhan, digambarkan pada kutipan puisi di bawah ini:
"Tuhan, aku tahu,
Malam ini bukanlah malamku
Bukan juga malam kemarin atau esok
Berikanlah sejenak untukku
Menikmati waktuMu"
Puisi ini berusaha memahami hubungan manusia dengan penciptanya (Tuhan) dengan berbicara tentang takdir melalui ungkapan doanya. Kutipan tersebut menggambarkan tentang takdir yang telah ditentukan oleh Tuhan. Menggambarkan keyakinan bahwa malam ini bukan miliknya melainkan milik Tuhan. Hal itu menggambarkan bahwasannya terdapat keyakinan bahwa setiap waktu dan takdir telah ditentukan oleh Tuhan, dan kebanyakan setiap manusia memohon kesempatan akan takdirnya untuk mengalami dan menikmati waktu yang diberikan oleh Tuhan, sesuai dengan doa yang terdapat pada kutipan puisi di atas.
Aspek Syariat dalam puisi "Tuhan" Karya Akhmad Taufiq mencakup pelaksanaan sholat dan berdoa
Syariat pelaksaan sholat, digambarkan pada kutipan puisi di bawah ini:
"aku bersimpuh
Deraian air mata
Menusuk dalam sukmakuÂ
Sujud dan dzikirku
adalah saksi alam yang bisu"
kata "Sujud" dan "Dzikir" merupakan ibadah yang termaksud kedalam aspek syariat. Kata "Sujud" menggambarkan konteks syariat (Hukum agama) merujuk pada salah satu gerakan dalam ibadah sholat dalam agama Islam. Secara spiritual sujud adalah puncak penyerahan diri kepada Allah, dengan kedekatan kepada Allah inilah puncak doa akan dijabah oleh Allah dengan seluruh kebaikan yang akan diberikan kepada hambanya. Penggunaan kata "sujud" menyiratkan kepada penerahan diri dan penghambaan yang mendalam. Hamba merasakan sujud dan dzikirnya sebagai saksi bisu yang menyaksikan ketulusan dan intensitas spiritualnya. Dan kata "dzikir" bagi umat muslim merupakan dasar dari seluruh ritual ibadha, bahkan dzikir merupakan ibadah yang bebas yang artinya tidak terikat oleh waktu. Dzikir adalah cara yang tepat untuk mendapatkan ketenangan jiwa. Dalam bait tersebut seperti menggambarkan bahwa hambanya yang merasa sedih, melakukan dzikir agar mendapatkan ketenangannya, bisa dilihat dari kutipan "adalah saksi alam yang bisu"
Syariat pelaksaan Berdoa, digambarkan pada kutipan puisi di bawah ini:
"aku manusia kelana,
yanq setiap waktunya tersesat
dalam gumpalam Hasrat dan nafsu kerinduan adalah angin
kesendian adalah matahari di padang pasir"
Bait in menunjukan tentang kesadaran dan kesesatan yang dialami oleh kebanyakan manusia.
Oleh karena itu pada bait in seperti menyinggung pembaca akan pentingnya berdoa sebagai sarana untuk menjauhkan diri dari godaan hasrat dan nafsu untuk mencapai ketenangan. Berdasarkan paparan tersebut, dapat diketahui bahwa pada baitu puisi ini mengacu aspek syariat
dalam pelaksaan berdoa.
Aspek Akhlak dalam puisi "Tuhan" Karya Akhmad Taufiq mencakup taubat dan pentingnya berdoa.
Taubat (permohonan ampun kepada Tuhan-Nya), digambarkan pada kutipan puisi di bawan ini:
"aku bersimpuh...
deraian air mata
menusuk dalam sukmaku
sujud dan dzikirku
adalah saksi alam yang membius
Tuhan..
Aku tersesat di negeri asing hanya maafMu menjadi samudera kalbu"
Bait in menunjukan adanya ungkapan pengakuan dosa, merasa menesal dan berusaha memperbaiki diri pada bait-baitnya. Dalam puisi ini, hamba merasa tersesat di negeri asing dan berharap serta memohon maaf atas dosa-dosa yang selama ini ia perbuat. Hal ini menggambarkan Taubat, yaitu permohonan ampunan dan keinginan untuk bertaubat dari kesalahan yang ia perbuat.Â
Berdoa, digambarkan pada kutipan puisi di bawah ini:
"tuhan
Aku memang selalu merinduMu
baitku adalah namaMu
serak parau doaku adalah harapku padaMu"
"tapi,
berikanlah sejenak untukku menikmati waktuMu
biar hati ini tidak susah sungguh biar diri ini tidak rapuh"
Bait in menunjukan adanya ungkapan pada baitnya yang menyoroti tentang pentingnya akhlak dalam berdoa. Penulis puisi menyampaikan bahwa berdoa ialah sebuang ungkapan rindu yang tulus dan harapan yang penuh keyakinan kepada TuhanNya.
Nah, dari artikel ini pembaca dapat mengetahui pesona religiusitas pada puisi "Tuhan" karya Akhmad Taufiq melalui aspek religius sastra. Dengan mengkaji puisi dengan pendekatan religiusitas sastra dapat mendorong tumbuhnya penafisran-penafisran yang cemerlang terkait kepercayaan kepada Tuhan dan kehidupan beragama dalam sebuah karya sastra, dengan meningkatkan kepekaanya dalam menangkap symbol-simbol yang ada disekelilingnya yang berkaitan dengan pengalaman religius. Di situlah letak hubungan erat mengenai pengalaman estetis dan pengalaman religius.Â
Sumber Referensi:
1. Lafamae, F. 2020. Karva Sastra:Puisi. Prosa. Drama
2. Yettv. E. (2015). Religiusitas dalam novel sastra Indonesia: Studi kasus Khotbah di atas Bukit karva Kuntowijoyo. Sawo Manila, 1(4)
3. Zuriah, Nurul. 2008. Pendidikan Moral dan Budi Pekerti dalam Perspektif Perubahan:Mengegagas Platform Pendilkan Bud Pekerti Secara Konstektual dan Faturistik. Jakarta: Bumi Aksara.
4. Azra, Azyumardi. 2002. Buku Teks Pendidikan Agama Islam pada Peguruuan Tinggi Umum. Jakarta: Direktorat PT. Agama Islam
5. Mairochma. P.. Widavati, E. S. & Husniah. F. (2015). Aspek Religius dalam Kumpulan Puisi "Kupeluk Kau di Uiung Ufuk" Karva Akhmad Tauria dan Pemantaatannva Sebagai Alternatif Materi Pembelaiaran Sastra di SMP. Jurnaldukasi, 2(3)
6. Pahlevi, R. dan Ahvani, I. 2022. Sujud Perspektif Hadis dan Implikasinva dengan Kesehatan. Jurnal Ilmiah Multi Disiplin Indonesia. 1(12), 2809-1620.
7. Purwanto, S. 2006. Relaksasi Dzikir. 18(1), 39-48.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI