Mohon tunggu...
Mutlaben Kapita
Mutlaben Kapita Mohon Tunggu... -

Hidup untuk memanusiakan manusia!

Selanjutnya

Tutup

Sosok Pilihan

Mengeliminasi Calon Legislatif

12 Februari 2019   11:50 Diperbarui: 15 Februari 2019   16:41 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Krusialnya dari banyaknya calon anggota legislatif ada yang mempunyai rekam jejak (track record) pernah tersangkut kasus korupsi. Hal tersebut awalnya di polemikkan oleh Komisi Pemilihan Umum bahwa mantan terpidana korupsi tidak diperbolehkan ikut mencalonkan diri sebagai anggota legislatif.

Namun langkah preventif Komisi Pemilihan Umum tersebut melalui PKPU Nomor 20 Tahun 2018 perihal melarang terpidana kasus korupsi ikut calon legislatif, dibatalkan Mahkamah Agung.

Pembatalan PKPU Nomor 20 Tahun 2018 sekiranya dilihat  dari dua perspektif yaitu: perspektif Hukum Asasi Manusia dan perspektif hierarki pembuatan Perundang-Undangan.

Idealisasinya bahwa hak memilih dan dipilih sebagai anggota legislatif merupakan hak dasar di bidang politik yang dijamin oleh konstitusi yaitu, Pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945.

Bahakan hak politik juga diakui dalam Konvenan Internasional Hak-hak Sipil (International Covenant on Civil and Political Rights disingkat ICCPR) yang ditetapkan Majelis Umum PBB berdasarkan Resolusi 2200A (XXI) pada tanggal 16 Desember 1966. Konvenan itu juga telah diratifikasi melalui UU Nomor 12 Tahun 2005 Tentang Pengesahan International Covenant on Civil and Political Rights (Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik).

Lebih lanjut hak politik diatur dalam Pasal 43 ayat (1) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia yang menyatakan, setiap warga negara berhak untuk dipilih dan memilih dalam pemilihan umum berdasarkan persamaan hak melalui pemungutan suara yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pun demikian, norma Pasal 4 ayat (3), Pasal 11 ayat (1) huruf d dan Lampiran Model B.3 Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 20 Tahun 2018 bertentangan pula dengan Pasal 12 huruf d Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Tata Urutan Perundang-Undangan, yang menentukan peraturan di bawah undang-undang berisi materi untuk menjalankan undang-undang sebagaimana mestinya. Selaras bunyi pasal tersebut, Mahkamah Agung menilai Komisi Pemilihan Umum telah membuat ketentuan yang tidak diperintahkan oleh peraturan perundang-undangan di atasnya.

Sehingga dari hasil uji materi tersebut, Mahkamah Agung membatalkan Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 20 Tahun 2018; dengan memberikan ruang mantan terpidana korupsi mencalonkan diri sebagai anggota legislatif.

Namun kendati dibatalkan Peraturan Komisi Pemilihan Umum oleh Mahkamah Agung. Tampaknya Komisi Pemilihan Umum tidak menyurutkan langkah untuk membatasi orang-orang yang tidak berintegritas masuk dalam lembaga legislatif.

Alhasil, belum lama ini Komisi Pemilihan Umum mengumumkan nama-nama calon legislatif mantan terpidana kasus korupsi. Berdasarkan data yang disampaikan Komisi Pemilihan Umum terdapat 49 calon legislatif mantan terpidana korupsi, antara lain: 16 calon legislatif DPRD Provinsi, 24 calon legislatif DPRD Kabupaten/Kota dan 9 calon legislatif DPD.

Hal demikian dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum, agar masyarakat tahu dan tidak memberikan hak politik kepada calon legislatif yang pernah tersangkut kasus korupsi. Olehnya itu, masyarakat sebagai ‘juri’ penentu yang mempunyai hak kedaulatan, perlu mengeliminasi secara selektif terhadap calon legislatif yang dinilai tidak layak masuk dalam ruang lembaga legislatif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosok Selengkapnya
Lihat Sosok Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun