Mohon tunggu...
Mutiara Khadijah
Mutiara Khadijah Mohon Tunggu... Writer -

Psikologi | Foundily Indonesia | Blood for Life Chapter Bandung | Mentality Health Indonesia | Beswan #29 | #SadarIndonesia

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Yuk, Kenalan Lebih Dekat dengan Lembaga Penyiaran Publik! (Artikel #ComeBack)

9 Maret 2015   22:20 Diperbarui: 17 Juni 2015   09:55 598
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1425914262986451792

[caption id="attachment_401744" align="aligncenter" width="300" caption="Arief Suditomo dalam Diskusi Publik"][/caption]

Menghilang bertahun-tahun dari peradaban Kompasiana ini membuat minat saya bertambah luas. Meski masih melihat dari sudut pandang mahasiswa Psikologi, tapi fokus saya mulai terhisap bukan hanya untuk hal-hal berbau cinta, intimacy, dan semacamnya.

Dunia aviasi atau penerbangan dan pergerakkan literasi media adalah dua hal yang betul-betul bikin saya jatuh cinta belakangan ini. Hampir empat tahun berkuliah di Psikologi, saya melabuhkan hati saya untuk dua topik di atas.

Kenapa dunia aviasi? Jawabannya sederhana, kebetulan saat saya mengontrak mata kuliah kerja umum, tempat penelitian saya di salah satu akademi penerbangan. Dan kenapa literasi media? Kompetisi menulis karya ilmiah yang diselenggarakan salah satu lembaga beasiswa, juga kompetisi serupa di tingkat universitas, membuat saya tertarik untuk membedah lebih banyak mengenai hal krusial ini.

Tapi pada kesempatan kembalinya saya lagi ke sini, kali ini saya akan berbagi hasil diskusi publik yang saya hadiri kemarin, Minggu 8 Maret 2015 di BITC Cimahi.

So, topik diskusi publik yang diselenggarakan oleh Himpunan Pemuda Pengguna dan Peduli Teknologi Informasi dan Komunikasi Indonesia (HP3TKI) dan Cimahi Creative Association (CCA) kemarin secara garis besar adalah soal Lembaga Penyiaran Publik (LPP). Hal yang jelas berkaitan dengan minat baru saya soal media massa.

Ada yang tahu LPP itu apa? Ada yang sudah kenal dekat dengan unsur-unsur dalam LPP itu apa? Ada yang tahu sudah sejauh apa peran LPP di Indonesia?

Diskusi publik kemarin mencoba menjawab berbagai pertanyaan di atas. Dan pada kali ini saya mencoba membagi sedikit hasil diskusi kemarin.

Secara garis besar, LPP adalah lembaga penyiaran yang dibentuk oleh negara dan sifatnya non-komersil. Nah, di LPP ini terdiri dari TVRI dan RRI. Itu loh, televisi nasional yang dulu sempat populer dengan Berpacu dalam Melodi, serta radio nasional yang terus update berita-berita negara kita.

Pembicara pertama adalah Bapak Arief Soeditomo selaku Anggota DPR RI Komisi 1. Beliau memulai pembahasannya dengan pertanyaan sederhana:

Kapan terakhir kali nonton TVRI?”

Jujur, saya hanya nonton TVRI kalau sudah malam sekali, itupun karena saya pikir televisi lain sudah kurang menarik, dan saya butuh latar suara untuk tidur. Itu loh, tayangan wayang orang. Hanya itu saja yang saya tahu.

Dalam pembicaraannya, beliau mengungkap bagaimana di pemerintahan periode sekarang, beliau bersama komisinya mencoba memperjuangkan kejelasan peran LPP bagi Indonesia. Beliau menekankan pentingnya karakter bagi negara yang sedang dilanda Perang Informasi seperti Indonesia.

Apa itu perang informasi?

Kemudahan akses negara kita terhadap segala bentuk informasi, tidak bisa dipungkiri dapat mengancam karakter masyarakat. Terutama mereka yang tinggal di perbatasan. Sayangnya, informasi yang disajikan di Indonesia sekarang hanya berbasis Revalue and Rating (Penghasilan dan Popularitas Tayangan). Tidak sedikit televisi swasta yang banyak ditonton masyarakat justru menayangkan program yang tidak edukatif dan akurat. Karena apa? Kembali lagi, fokus hal yang dicecar stasiun televisi terutama swasta hanya sebatas dua hal di atas.

Lantas apa yang bisa dilakukan?

Karakter menjadi kunci utama yang ditekankan oleh Arief Suditomo. Jika masyarakat negara lain bisa bangga BBC, NYK, dan stasiun televisi kenegaraan di negaranya, kenapa Indonesia tidak bisa terkenal dengan TVRI-nya? Itulah sebabnya komisi I sedang memperjuangkan Undang-Undang Radio dan Televisi Indonesia (UU RTI), serta mengangkat kembali pentingnya peran Lembaga Penyiaran Publik bagi negara kita.

Pembicaraan selanjutnya datang dari Bapak Eka selaku Direktur Kantor Pusat TVRI. Dalam pembahasannya ia menekankan poin bahwa demokrasi yang dimiliki Indonesia jangan sampai disalahartikan. Demokrasi berarti tetap menjaga kemajemukan. Menurutnya, televisi swasta yang hanya menampilkan tayangan dari sudut pandang ‘umum’ dan cenderung homogen tidak bisa mewakili kemajemukan Indonesia. Itulah sebabnya TVRI tetap menaungi kantor-kantor stasiun lokalnya di setiap daerah. Gunanya untuk tetap menjaga kelestarian kemajemukan tiap daerah. Memang sih, bisa dibayangkan kalau semua orang hanya menonton bahasan dari perspektif ‘orang ibukota’ saja. Indonesia tidak lagi Bhineka Tunggal Ika, dong.

Begitu pun dua pembicara lainnya yakni Pak Hasta selaku pimpinan RRI Bandung dan Pak Rudi selaku pegiat media dari komunitas CCA. Jika ditarik satu kesimpulan utama dari hasil diskusi kemarin, sudah saatnya masyarakat kita kembali pada kodratnya sebagai orang Indonesia. Menjadi manusia modern boleh, tapi jangan melupakan karakter bangsanya. Dan dalam diskusi ini juga diangkat mengenai pentingnya untuk kembali sadar bahwa tidak semua tayangan, terutama televisi, berguna. Jadi, bijaklah sebagai audiens atau pendengar. Istilahnya, jangan kebanyakan mengkonsumsi junk food. Mulailah membangun filter diri (yang dikenal dengan literasi media). Kalau memang sadar tayangan yang sedang kita tonton kurang berguna, kurang edukatif, ya jangan ditonton. Switch channel adalah hal yang paling ditakutkan oleh televisi swasta.

Selain itu ada satu pesan yang cukup melekat dari para pembicara diskusi publik kemarin:

“Sisihkan waktu sebentar untuk mendengar RRI dan menyaksikan TVRI.”

Karena bagaimana pun, LPP adalah lembaga penyiaran yang sifatnya non-komersil. Jadi, kalau kita sadar kita butuh sajian yang netral, jangan sungkan dan gengsi untuk mulai nongkrongin kembali TVRI dan RRI. Ya. Karena negara yang berkarakter adalah negara yang Lembaga Penyiaran Publiknya bisa menggerakkan masyarakatnya dengan baik.

***PS: Saya mendapatkan kesempatan berharga untuk mengajukan pertanyaan dan gagasan mengenai literasi media. Di kesempatan berikutnya saya akan kenalkan atau ingatkan kembali (bagi yang sudah kenal) apa itu literasi media. Stay well, be literated! #SadarIndonesia

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun