Menteri Agama (Menag), Nasaruddin Umar, menyuarakan keprihatinan mendalam atas dampak sosial dari perceraian di Indonesia, terutama lahirnya kemiskinan baru yang mayoritas korbannya adalah perempuan dan anak-anak. Merespons hal ini, Menag mengusulkan revisi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan untuk memperkuat peran negara dalam menjaga keutuhan keluarga.
"Perceraian sering kali melahirkan orang miskin baru. Korban pertamanya adalah istri, lalu anak. Karena itu, negara perlu hadir bukan hanya dalam mengesahkan, tapi juga menjaga keberlangsungan pernikahan," tegas Menag Nasaruddin Umar dalam keterangan persnya, Selasa (22/4/2025), seperti dikutip detik.com pada Rabu (23/4/2025).
Usulan krusial ini mengemuka dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Badan Penasihatan, Pembinaan, dan Pelestarian Perkawinan (BP4) tahun 2025 di Jakarta.
Dalam forum tersebut, Menag menjabarkan berbagai usulan konkret, termasuk di antaranya 11 strategi mediasi yang komprehensif. Kesebelas strategi ini secara jelas menggarisbawahi betapa krusialnya memaksimalkan peran BP4 sebagai organisasi mitra strategis Kementerian Agama, sebuah langkah yang sejalan dengan amanah Pasal 3 Anggaran Dasar BP4.
Dua Sisi Data Angka Perceraian
Wacana ini muncul di tengah adanya perbedaan data angka perceraian yang dirilis oleh lembaga berbeda. Satu sumber menyebut adanya kenaikan, sementara sumber lain menunjukkan penurunan.
  * Data Badan Peradilan Agama (Badilag): Dilansir dari artikel detik, Badilag MA mencatat kenaikan angka perceraian dari 408.347 kasus pada 2023 menjadi 446.359 kasus pada 2024.
  * Data Badan Pusat Statistik (BPS): Sementara itu, website resmi BPS menunjukkan data perceraian (berdasarkan provinsi) yang berbeda, yakni 463.654 kasus pada 2023 dan justru menurun menjadi 394.608 kasus pada 2024.
Meskipun terdapat perbedaan tren (naik atau turun), kedua data ini sama-sama menunjukkan bahwa angka perceraian di Indonesia berada pada level yang sangat tinggi, yakni di kisaran 400 ribu kasus per tahun. Fakta inilah yang menjadi landasan relevansi usulan Menag untuk mengambil langkah preventif yang lebih serius.
Dukungan atas urgensi ini datang dari Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam (Dirjen Bimas Islam) Kemenag, Abu Rokhmad. Ia menyoroti tantangan kompleks yang dihadapi keluarga modern.
"Tingginya angka perceraian, rendahnya literasi perkawinan, hingga tantangan budaya digital terhadap ketahanan keluarga merupakan masalah nyata yang harus kita hadapi dan sikapi bersama," ujar Abu Rokhmad.
Memperkuat BP4 sebagai Garda Terdepan
Solusi utama yang diusulkan Menag adalah revitalisasi dan penguatan Badan Penasihatan, Pembinaan, dan Pelestarian Perkawinan (BP4). Ia mendorong penambahan bab khusus dalam UU Perkawinan yang secara eksplisit mengatur tentang pelestarian perkawinan.
Apa itu BP4?
Didirikan sejak 3 Januari 1960 dan dikukuhkan melalui Keputusan Menteri Agama No. 85 Tahun 1961, BP4 adalah organisasi sosial keagamaan profesional yang menjadi mitra strategis Kementerian Agama. Sesuai Anggaran Dasarnya, tujuan utama BP4 adalah memberikan penasihatan perkawinan, mengurangi angka perceraian, dan membantu masyarakat mewujudkan keluarga sakinah, mawaddah, warahmah.
Strategi Konkret Penguatan Peran BP4
Untuk memaksimalkan peran BP4, Menag Nasaruddin Umar mengusulkan beberapa langkah strategis yang progresif:
1. Pelibatan Wajib dalam Proses Peradilan
Menag mengusulkan agar Mahkamah Agung (MA) mengeluarkan surat keputusan yang mewajibkan adanya rekomendasi dari BP4 sebelum hakim di Peradilan Agama menjatuhkan putusan cerai.
"BP4 ini harus diperkuat. Kita mengimbau kepada hakim itu tidak memutuskan perkara sebelum ada rekomendasi dari BP4 dulu," kata Menag, dikutip dari Harianjogja.com. "Misi besarnya adalah membantu menyelesaikan konflik secara damai, bukan mengejar target penyelesaian perkara," imbuhnya.
2. Penguatan Bimbingan Pranikah
Menag mengkritik proses bimbingan pranikah yang sering kali terlalu singkat. Ia merekomendasikan program yang lebih intensif dan terstruktur.
"Jangan hanya nasihat perkawinan cuma 7 menit. Nanti kita merekomendasikan bahwa sebelum kawin itu harus ada sertifikat kursus pengantinnya. Ya, kalau perlu ya 12 kali pertemuan," usul Menag.
3. Sebelas Strategi Mediasi Komprehensif
Lebih lanjut, Menag memaparkan 11 strategi mediasi yang bisa diimplementasikan BP4 untuk memperluas jangkauannya, yang antara lain:
  * Melakukan mediasi pra-nikah dan pasca-perceraian (untuk mencegah penelantaran anak).
  * Menjadi mediator konflik menantu-mertua.
  * Bekerja sama dengan KUA untuk memediasi masalah yang menghambat pernikahan.
  * Memediasi pasangan nikah siri untuk melakukan isbat nikah.
  * Menginisiasi program nikah massal untuk meringankan beban biaya masyarakat.
  * Menjalin koordinasi dengan lembaga gizi dan pendidikan demi kesejahteraan anak.
Dengan demikian, terlepas dari perdebatan data tahunan, langkah proaktif Menag untuk merevitalisasi peran BP4 merupakan respons yang relevan dan mendesak untuk membangun ketahanan keluarga Indonesia di tengah tantangan zaman yang semakin kompleks.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI