Mohon tunggu...
Meuthia UlynaZahra
Meuthia UlynaZahra Mohon Tunggu... Editor - Mahasiswi

Mahasiswi Uinsu

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

BrokenHome Mengikis Mental Anak

20 Desember 2019   10:51 Diperbarui: 20 Desember 2019   11:02 117
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Perasaan sakit Broken Heart tidak sebanding dengan sakitnya Broken Home. Tidak semua anak di dunia ini mengalami hal 'normal' dalam hidupnya, seperti yang dialami anak-anak lainnya. Memiliki ibu dan ayah yang selalu ribut di rumah, hingga memutuskan untuk berpisah itu bukanlah perkara mudah bagi anak yang berlatar belakang broken Home. Seketika, dunia mereka berhenti.

Bagi orang tua, kehadiran seorang anak merupakan amanah besar dari Tuhan kepada hamba yang telah dipercayai Nya. Dengan demikian, menjaga mereka dengan sebaik- baiknya merupakan kewajiban mutlak bagi setiap orang tua. Broken Home adalah kurangnya perhatian dari keluarga atau kurangnya kasih sayang dari orang tua sehingga membuat mental seorang anak menjadi frustrasi, brutal dan susah diatur.

Menurut Matinka (2011, h. 6) Broken Home adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan suasana keluarga yang tidak harmonis dan tidak berjalannya kondisi keluarga yang rukun dan sejahtera yang menyebabkan terjadinya konflik dan perpecahan dalam keluarga tersebut.

Ada banyak kasus dimana seorang anak remaja menjadi korban perceraian orang tuanya, karena orang tuanya sering bertengkar di depan anaknya. Dan dapat mengakibat kan anak tersebut sering keluar rumah, membantah apa yang dikatakan orang tuanya, bahkan salah pergaulan dengan teman-temannya.

Faktor lain yang menyebabkan anak tersebut salah pergaulan adalah lingkungan yang kurang bersahabat dengannya dan juga kurangnya perhatian dari orang tuanya yang sering bertengkar dan ingin bercerai, maka dari itu pertengkaran orang tua sebagai konflik atau pemicunya perceraian diantara keduanya.

Setiap anak atau remaja menginginkan keluarga yang rukun dan harmonis tanpa pertengkaran diantara kedua orang tuanya karena keluarga merupakan tempat berbagi masalah, kegembiraan, keluh kesah, suka maupun duka dan keluarga merupakan hal yang paling penting  dan paling utama dalam pembentukan karakter seorang anak. Namun tidak semua anak mendapatkan keluarga seperti itu, seiring berjalannya waktu timbul masalah dan beberapa faktor yang menyebabkan "Broken Home" tersebut.

Setiap anak tidak ada yang menginginkan perceraian kedua orangtuanya.  Setiap anak tidak ingin melihat ayah dan ibunya bertengkar di depan matanya. Setiap anak tidak ingin melihat setiap malam ayah dan ibunya setiap malam tidur saling berjauhan dan melihat mereka saling berjalan berjauhan dan kata-kata cerai atau pisah itulah yang merupakan awal dari ketakutan terbesar mereka.

Kondisi itulah yang akhirnya membuat anak merasa aku lah anak yang tidak di inginkan, akulah anak yang kurang kasih sayang, akulah anak yang memiliki keluarga berantakan dan masih banyak lagi. Karena berpikir seperti itu anak menjadi frustrasi. Tak jarang anak-anak broken Home menjadi anak yang pemarah, brutal menjadi egois, ugal-ugalan, suka cari perhatian, kasar, tidak peduli dengan orang sekitar dan tidak peduli dengan nasihat orang lain menjadi anak yang jahat tentunya. Menjadi seorang 'Anak Broken Home' bukanlah yang mereka inginkan.

Perceraian, bagi kedua pasangan yang telah menikah namun memiliki konflik dalam keluarganya, terkadang  adalah sebuah solusi yang mereka pikir  akan mengakhiri permasalahan mereka, namun tak jarang mereka secara tak sadar menganggap itu hal yang terbaik, dan secara tak sengaja pula menjadikan anak-anak sebagai 'korban' dari keputusan mereka.

Solusi dari permalasahan tersebut ialah

1. Jangan memperlihatkan masalah kepada anak
Khususnya para orangtua jika Bertengkar setidaknyaa jangan di perlihatkan di depan anak walaupun kondisi keluarga sedang mengalami masalah setidaknya biarlah anak tidak tau Karena hal tersebut akan berdampak kepada anak, jika bertengkar setidaknya orangtua saja lah yang tau.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun