Gen Z, Kuliah, dan Dunia Fangirling
Di era modern saat ini, kehidupan mahasiswa tidak lagi hanya berkutat pada kuliah, tumpukan tugas, atau kegiatan organisasi. Banyak dari generasi Z yang juga menyalurkan minatnya melalui hobi, salah satunya fangirling atau fanboying terhadap idol K-Pop. Fenomena ini memang kerap dipandang sebelah mata, karena dianggap membuang waktu dan uang, bahkan dicurigai dapat menghambat proses pengembangan diri.
Namun, anggapan tersebut tidak sepenuhnya tepat. Fangirling bukanlah sekadar aktivitas konsumtif, melainkan ruang ekspresi diri yang, jika dikelola dengan bijak, justru bisa sejalan dengan perjalanan self-development. Dengan keseimbangan yang tepat, dunia fangirling dapat menjadi sarana inspirasi, motivasi, bahkan wadah untuk membangun keterampilan baru yang bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari.
Self-Development di Bangku Kuliah: Lebih dari Sekadar IPK
Bagi mahasiswa, pengembangan diri (self-development) memegang peran penting. Kuliah tidak sebatas mengejar IPK, melainkan juga tahap persiapan menuju dunia kerja dan kehidupan setelah lulus. Inilah momen untuk mengasah keterampilan sekaligus memperkaya pengalaman.
Self-development meliputi dua sisi: hard skill yaitu kemampuan yang berasal dari pengetahuan, kemampuan praktis, atau kecerdasan untuk melakukan sesuatu dengan baik (Manara 2014), serta soft skill seperti komunikasi, manajemen waktu, kepemimpinan, dan kerja tim. Keduanya menjadi bekal utama agar siap bersaing secara profesional.
Umumnya, mahasiswa melatih kemampuan itu lewat organisasi, kepanitiaan, atau magang. Namun, ruang pengembangan diri juga bisa datang dari jalur tak terduga, termasuk hobi. Bahkan fangirling sekalipun dapat memberi manfaat, misalnya melatih pengelolaan keuangan, konsistensi dalam berkarya, hingga membangun jaringan sosial lintas latar belakang.
Fangirling: Bukan Cuma Hiburan, Tapi Sumber Energi Positif
Fangirling kerap dipandang hanya sebagai hiburan sesaat. Padahal, jika diperhatikan lebih jauh, banyak manfaat positif yang bisa lahir dari aktivitas ini.
- Belajar Bahasa Asing
Tak sedikit penggemar K-Pop yang terdorong mempelajari bahasa Korea atau Inggris agar lebih memahami idolanya. Motivasi ini jelas termasuk bentuk pengembangan diri yang berharga.
- Membangun Jejaring Internasional
Fandom pada dasarnya adalah komunitas lintas negara. Dengan bergabung di dalamnya, seseorang bisa berinteraksi dengan orang-orang dari berbagai budaya. Hal ini memperluas perspektif sekaligus melatih kemampuan komunikasi.
- Disiplin dan Mengelola Keuangan
Seorang fangirl biasanya menetapkan target tabungan untuk membeli tiket konser, album, atau merchandise. Kebiasaan ini membantu melatih kedisiplinan sekaligus keterampilan mengatur keuangan pribadi.
- Kreativitas dan Karya Digital
Banyak penggemar yang menyalurkan idenya lewat fanart, konten media sosial, hingga video edit. Aktivitas ini tidak hanya menyenangkan, tetapi juga menjadi wadah untuk mengembangkan kemampuan menulis, desain, maupun editing.
Saat Hobi dan Self-Development Bertemu
Dunia perkuliahan kerap penuh tekanan mulai dari tugas menumpuk hingga persiapan skripsi. Di tengah padatnya rutinitas, hobi bisa menjadi ruang untuk melepas penat. Bagi sebagian mahasiswa, fangirling bukan sekadar hiburan, melainkan sumber semangat yang membantu mereka tetap bertahan.
Menariknya, aktivitas ini juga bisa menjadi ajang pengembangan diri. Bergabung dalam project fanbase melatih kerja sama tim, menjadi moderator atau MC di event fandom mengasah public speaking, sementara mengelola komunitas memberi pengalaman berorganisasi dan kepemimpinan.
Fangirling bahkan menumbuhkan disiplin dalam mengatur waktu dan prioritas, karena mahasiswa perlu menyeimbangkan jadwal kuliah dengan kegiatan fandom. Dengan pengelolaan yang baik, hobi ini bukan pelarian, melainkan sarana belajar yang menyenangkan.
Singkatnya, ketika passion dan self-development dipadukan, mahasiswa dapat berkembang tanpa harus meninggalkan hal yang mereka sukai. Fangirling pun menjadi ruang untuk tumbuh lebih kreatif, percaya diri, dan produktif.
Menjaga Keseimbangan: Akademik, Hobi, dan Masa Depan
Agar self-development dan fangirling bisa berjalan seiring, kuncinya ada pada keseimbangan. Mahasiswa dituntut untuk mampu mengatur waktu, energi, sekaligus keuangan dengan bijak. Jika hal ini dikelola dengan baik, keduanya justru bisa saling mendukung, bukan saling mengganggu.
Ada beberapa langkah sederhana yang bisa dilakukan:
1. Utamakan kewajiban akademik.
Tanggung jawab utama seorang mahasiswa tetaplah kuliah. Selesaikan dulu tugas-tugas dan materi perkuliahan dengan baik. Setelah itu, fangirling bisa menjadi bentuk "reward" atau hiburan yang menyenangkan setelah bekerja keras.
2. Rencanakan anggaran secara bijak.
Sisihkan dana khusus untuk kebutuhan fangirl seperti album, konser, atau merchandise. Dengan begitu, pengeluaran tidak akan mengganggu kebutuhan pokok sehari-hari, dan kita bisa tetap menikmati hobi tanpa rasa bersalah.
3. Kendalikan waktu berselancar online.
Terlalu lama menghabiskan waktu di media sosial atau timeline fandom bisa menyita energi dan mengurangi produktivitas. Lebih baik tentukan jam tertentu untuk fangirling, sehingga kegiatan akademik tetap terjaga.
4. Ubah hobi menjadi sarana produktif.
Daripada hanya menikmati konten, manfaatkan fandom sebagai ruang untuk berkreasi. Entah dengan membuat fanart, menulis fanfiction, atau mengedit video, semua ini bisa mengasah kreativitas sekaligus melatih skill yang berguna di masa depan.
Dengan cara tersebut, fangirling tidak lagi dipandang sebagai hambatan. Justru sebaliknya, ia bisa menjadi ruang pelepas penat yang tetap sehat, sekaligus memberi nilai tambah dalam perjalanan pengembangan diri mahasiswa. Generasi Z di Indonesia punya keunikan tersendiri. Mereka menempuh pendidikan di bangku kuliah sambil tetap tumbuh bersama passion serta hobi yang mereka jalani, termasuk fangirling.
Mengembangkan diri tidak berarti harus meninggalkan hal-hal yang disukai. Sebaliknya, hobi justru bisa menjadi sumber energi yang mendorong semangat belajar, bekerja, dan terus bertumbuh. Pada akhirnya, self-development dan fangirling bukanlah dua hal yang saling bertentangan. Keduanya dapat berjalan beriringan, membentuk mahasiswa yang tidak hanya produktif dan kreatif, tetapi juga merasa lebih bahagia.
Referensi:
Manara MU. 2014. Hard skills dan soft skills pada bagian sumber daya manusia di organisasi industry. JURNAL PSIKOLOGI TABULARASA. 9(1): 37-47
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI