Mohon tunggu...
Muthakin Al Maraky
Muthakin Al Maraky Mohon Tunggu... Guru - Relawan di Komunitas Literasi Damar26 Cilegon

Tukang ngelamun yang mencintai buku

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menjelajahi Kawasan Banten Lama, Siswa MTs Al-Khairiyah Karangtengah Belajar Sejarah Banten

10 Februari 2024   18:19 Diperbarui: 10 Februari 2024   18:24 185
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Siswa Kelas IX MTs Al-Khairiyah Karangtengah (sumber gambar: doc. Muthakin al-Maraky) 

Satu minggu yang lalu (2/2/2024), saya mendampingi siswa-siswi MTs Al-Khairiyah Karangtengah belajar sejarah Banten di Kawasan Banten Lama. Kegiatan ini diikuti oleh sekitar 50 peserta yang secara keseluruhan duduk di kelas IX.

Mengapa memilih tempat di Kawasan di Banten Lama? Muncul beberapa pertanyaan dari siswa dan beberapa kolega.

Tentu saya memiliki alasan mengapa memilih Kawasan Banten Lama sebagai tempat belajar sejarah kebudayaan Islam. Pertama, di kelas IX MTs, ada mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam yang di dalamnya terdapat materi tentang sejarah masuk dan berkembangnya Islam di Indonesia. Setelah materi itu selesai, kemudian dilanjut dengan materi sejarah Kerajaan Islam di Indonesia dan peran Wali Songo dalam dakwah Islam.

Kawasan Banten merupakan tempat yang tepat untuk mendalami materi-materi itu. Di ujung barat Pulau Jawa ini pernah berdiri Kerajaan Islam yang besar dan cukup berpengaruh. Sisa-sisa kejayaan Kerajaan Islam Banten dapat ditelusuri di Kawasan ini.

Kerajaan Islam Banten  ini memiliki peranan penting bagi perdagangan internasional saat itu. Karena letaknya yang strategis, Kapal-kapal niaga yang berasal dari Eropa atau pun Asia berlomba-lomba melemparkan sauhnya  di Pelabuhan Banten. Tujuan kapal-kapal itu datang ke Banten yaitu untuk berdagang, mencari rempah-rempah dan berdiplomasi dengan penguasa Banten.


Kerajaan Islam Banten dirintis oleh Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Djati. Beliau merupakan anggota Wali Songo yang berdakwah di wilayah Jawa Barat, termasuk Banten saat itu. Dakwah Islam di Banten kemudian dilanjutkan oleh putranya, Maulana Hasanuddin atau Pangeran Sabakingking. Maulana Hasanuddin memimpin Banten dari tahun 1552-1570.

Kedua, saya memilih Kawasan Banten sebagai tempat belajar yaitu tidak lain tidak bukan untuk mengenalkan dan melestarikan sejarah lokal pada peserta didik. Sangat disayangkan apabila masyarakat Bantennya sendiri tidak mengenal sejarah dan budayanya. Ada istilah yang sering terlontar, "Wong Bantene dewek bae jeh ore weruh sejarahe. Isin!"

Mungkin ini terdengar cukup naif, tapi memang kenyataannya seperti itu. Berdasarkan pengamatan saya dari dahulu hingga hari ini, ketika orang-orang berduyun-duyun  datang ke Kawasan Banten Lama, mereka kebanyakan hanya datang hanya untuk berziarah. Sangat jarang para peziarah yang memang sengaja datang untuk belajar sejarah Banten. Baik itu berkunjung ke museum, ataupun ke situs-situs lain yang berada di Kawasan Banten Lama.

Tentu saya sangat mengapresiasi dan bangga dengan mereka yang datang ke Banten untuk berziarah ke makam para Raja atau Sultan. Itu hal yang baik. Tapi alangkah lebih baiknya lagi, setelah berziarah, kita belajar dan pelajari kejayaan Banten di masa lalu.

Masjid Agung Banten Lama (sumber gambar: doc Muthakin al-Maraky) 
Masjid Agung Banten Lama (sumber gambar: doc Muthakin al-Maraky) 

Bagaimana Maulana Hasanuddin dan Syaikh Syarif Hidayatullah membangun Banten? Mengapa Banten di masa lalu bisa menjadi salah satu bandar terbesar di Indonesia? Kenapa Kerajaan Islam Banten bisa runtuh? Pertanyaan ini memantik kita untuk berpikir kritis. Dari pertanyaan ini pula kita dapat mengambil ibrah atau pelajaran dari peristiwa di masa lalu.

Kegiatan belajar sejarah Banten ini kami mulai dari Keraton Kaibon yang terletak di Kampung Kroya, Kelurahan Kasunyatan, Kecamatan Kasemen. Dipandu oleh Ibu Ade dari BPK Wilayah VIII (Balai Pelestarian Kebudayaan), saya dan rombongan mendengarkan materi sejarah bangunan Keraton Kaibon.

Keraton Kaibon dibangun pada tahun 1815 sebagai tempat tinggal Ratu Aisyah, Ibunda Sultan Syafiudin. Kaibon sendiri memiliki arti Kaibuan atau Keibuan. Sekitar tahun 1832, keraton ini dihancurkan oleh Belanda. Saat ini, yang tersisa dari kemegahan Keraton Kaibon yaitu gerbang Paduraksa, gapura Bentar dan Masjid.

Para peserta nampak antusias. Ini terlihat dari mereka yang mulai bertanya. "Apakah Keraton ini dibangun dari batu karang?" "Apakah zaman dahulu sudah ada semen untuk merekatkan batu bata pada dinding itu?" Pertanyaan-pertanyaan ini muncul dari peserta didik yang diajak berkeliling bangunan Keraton.

Saya melihat pembelajaran di luar kelas ini cukup efektif. Ada dialog antara peserta didik dengan pemateri/narasumber. Berbeda sekali dengan pembelajaran di ruang kelas yang biasa saya dipraktikkan. Terasa kaku. Apa lagi mata pelajaran sejarah dianggap mata pelajaran yang membosankan.

Di Keraton Kaibon para peserta antusias mendengarkan penjelasan Sejarah Banten (sumber gambar: doc Muthakin al-Maraky) 
Di Keraton Kaibon para peserta antusias mendengarkan penjelasan Sejarah Banten (sumber gambar: doc Muthakin al-Maraky) 

Dari Keraton Kaibon, kami berjalan menuju Keraton Surosowan yang letaknya tak jauh dari Masjid Agung Banten. Pemandu mengenalkan satu persatu bangunan-bangunan yang berada di luar dan di dalam sisi Keraton. Seperti watu gilang, ruangan Srimanganti, kolam Roro Denok, bastion dan pancuran mas.


Keraton Surosowan mulai dibangun pada tahun 1552. Keraton Surosowan berfungsi sebagai tempat tinggal keluarga kerajaan dan pusat pemerintahan pada saat itu. Keraton Surosowan sempat mengalami beberapa renovasi. Keraton Surosowan hancur akibat serangan dari pihak kolonial Belanda yang dipimpin oleh Daendels pada tahun 1808. Penghancuran Keraton ini menandakan mulai melemahnya kekuasaan pemerintahan Banten.

Selesai diajak keliling reruntuhan bangunan Keraton Surosowan yang luasnya kurang lebih 4 hektare ini, pemandu mengarahkan para peserta untuk masuk ke dalam museum Situs Kepurbakalaan Banten Lama. "Dilarang membawa makanan dan minuman di dalam museum!" Kata Ibu AdeAde mengarahkan para peserta sebelum masuk ke dalam museum.

Di pelataran Keraton Surosowan (sumber gambar: doc Muthakin al-Maraky) 
Di pelataran Keraton Surosowan (sumber gambar: doc Muthakin al-Maraky) 

Di dalam museum para peserta dapat mempelajari sejarah Banten melalui artefek-artefak atau benda-benda peninggalan masa lalu. Ada satu benda yang menarik perhatian para peserta, yaitu arca Nandi yang diletakkan tepat di dekat pintu masuk museum. Arca Nandi ini merupakan peninggalan Banten  masa Hindu-Budha.

Terdapat ruang baru dalam museum Situs Kepurbakalaan Banten Lama ini, yaitu ruang bioskop mini. Di ruang bioskop mini ini, kami diajak menonton film tentang sejarah rempah-rempah dan Kebudayaan yang berkembang di Banten.

Di dalam museum Situs Kepurbakalaan Banten Lama (sumber gambar: doc Muthakin al-Maraky)
Di dalam museum Situs Kepurbakalaan Banten Lama (sumber gambar: doc Muthakin al-Maraky)

Di ruang bioskop mini di dalam museum, para peserta menonton film rempah-rempah dan film kebudayaan Banten (sumber gambar: doc Muthakin al-Maraky) 
Di ruang bioskop mini di dalam museum, para peserta menonton film rempah-rempah dan film kebudayaan Banten (sumber gambar: doc Muthakin al-Maraky) 

Sekitar jam setengah dua belas siang, pelayanan museum tutup. Istirahat. Saya dan peserta juga ikut istirahat. Kami istirahat di halaman depan museum. Kami istirahat sambil makan siang. Selesai makan siang, kami melaksanakan shalat jum'at di Masjid Agung Banten Lama.

Kegiatan keliling kami lanjutkan pada jam 2 siang. Kami berjalan menuju Vihara Avalokitesvara dan Benteng Speelwijk. Vihara Avalokitesvara merupakan salah satu Vihara tertua yang ada di Banten. Diperkirakan Vihara ini ada sejak pemerintahan maulana Hasanuddin. Jejak pemukiman orang-orang Tionghoa di Banten dapat ditelusuri dari makam-makam dan rumah yang bergaya arsitektur Tionghoa.

Para peserta mengikuti arahan Ibu Ade, berjalan memasuki area Benteng Speelwijk. Menurut penuturan Ibu Ade, Benteng Speelwijk dibangun di atas reruntuhan tembok Banten. Benteng Speelwijk dibangun pada pada tahun 1685. Nama Speelwijk sendiri diambil dari nama gubernur VOC yang menjabat dari tahun 1681-1684, Cornelis Jansz Speelman.

Di masa lalu, Benteng Speelwijk difungsikan sebagai benteng pertahanan, gudang dan tempat tinggal beberapa orang Eropa yang ada di Banten. Tak jauh daru Benteng Speelwijk terdapat  Kerkhof, yaitu makam orang-orang Eropa. Di Kerkhof ini, kegiatan jelajah kami akhiri. Saya mengucapkan ribuan banyak terima kasih pada Ibu Ade yang telah menemani kami dari pagi hingga sore hari.

Di area Benteng Speelwijk (sumber gambar: doc Muthakin al-Maraky)
Di area Benteng Speelwijk (sumber gambar: doc Muthakin al-Maraky)

Kerkhof dekat Benteng Speelwijk (sumber gambar: doc Muthakin al-Maraky) 
Kerkhof dekat Benteng Speelwijk (sumber gambar: doc Muthakin al-Maraky) 

Jelajah atau wisata sejarah yang telah direncanakan dan persiapkan jauh-jauh hari ini mendapatkan antusias tinggi dan respon positif dari para peserta peserta.

"Beruntung bisa ikut. Kegiatan ini menambah pengetahuan sejarah Banten."
-Tazkiya Ramadhani (Kelas IX B)

"Senang. Dapat ilmu baru. Tau tempat-tempat bersejarah. Buat siapapun, terkhusus orang Banten, harus berkunjung ke tempat bersejarah yang ada di Banten."
-Kaila Sari (Kelas IX A)

"Senang sekali. Kegiatan ini memperluas wawasan. Saya bangga jadi orang Banten."
-Ardian Putra Pamungkas (Kelas IX B)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun