Mohon tunggu...
Muthakin Al Maraky
Muthakin Al Maraky Mohon Tunggu... Guru - Relawan di Komunitas Literasi Damar26 Cilegon

Tukang ngelamun yang mencintai buku

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Menjadi Manusia Pembelajar di Era Revolusi Industri 4.0

10 September 2022   11:38 Diperbarui: 10 September 2022   11:42 465
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Robot Membaca (Sumber Gambar: https://pixabay.com/id/vectors/robot-membaca-pembelajaran-mesin-6871146/)

Untuk dapat bertahan hidup di bumi, manusia dibekali akal oleh Sang Maha Kuasa. Dalam Kamus bahasa Indonesia, kata akal diartikan sebagai: 1). Daya pikir (untuk mengerti), pikiran, ingatan; 2). Daya upaya, ikhtiar, jalan atau cara untuk melakukan sesuatu; 3). Tipu daya, muslihat, kecerdikan, kelicikan (Tim Penyusun, 2008: 25:26). Menurut M. Sayyid Muhammad Az-Za'balawi (2007: 47), al-'aql, memiliki beberapa pengertian. Pengertian tersebut berkisar pada kemampuan untuk membedakan antara yang baik dan yang jahat, antara yang berbahaya dan yang bermanfaat. Akal adalah alat manusia untuk merealisasikan tugas khalifah di muka bumi, dan menyingkap sebagian rahasia bumi serta mengambil manfaat dari karunia-karunia yang diletakkan Allah SWT.

Selama beberapa abad yang lalu, manusia telah menggunakan akalnya untuk berpikir secara kritis, kreatif dan inovatif. Perubahan-perubahan telah dilakukan. Kita lihat perubahan dalam kurun waktu tiga abad yang lalu. Dimulai dari Revolusi  Industri 1.0. Revolusi ini ditandai dengan penemuan mesin uap. Ini terjadi pada abad ke-18, sekitar tahun 1770-an. Zaman ini ditandai dengan mekanisasi berbagai kegitan dan bergesernya aktifitas pertanian ke industrilisasi dan manufaktur, khususnya di wilayah Britania dan Eropa pada umumnya. Kemudian Revolusi Industri 2.0. Revolusi Industri ini terjadi pada awal abad 20. Ditandai dengan penggunan tenaga listrik. Kemudian Revolusi Industri 3.0, yaitu ditandai dengan penggunaan komputer dan robot. Kemudian Revolusi Industri 4.0, yaitu penggabungan teknologi otomatisasi dengan teknologi cyber.

Kemajuan teknologi yang terjadi saat ini, khususnya di Dunia Barat, sebenarnya dipengaruhi oleh Peradaban Islam di masa lalu. Peradaban Islam memiliki pengaruh cukup besar terhadap perkembangan teknologi saat ini. Kita buka lembaran sejarah beberapa abad yang lalu. Manakala wilayah Eropa mengalami masa kegelapan, ketika itu wilayah Islam menjadi mercusuar dunia. Baghdad menjadi pusat peradaban Islam. Ketika itu yang berkuasa adalah Bani Abbasiyah. Meskipun secara teritorial kekuaasan Bani Abbasiyah tidak seluas Bani Umayah, akan tetapi pada masa kekuasaan Bani Abbasiyah, peradaban dan ilmu pengetahuan menjadi lambang puncak kejayaan. Dan masa itu disebut masa keemasan Islam (The Golden Age) (Subarman, 2019: 151).

Mengapa di Eropa pada tahun 476 sampai tahun 1492 disebut masa abad kegelapan? Menurut  Wahyu Iryana (2014: 99), disebut abad kegelapan karena hal ini merujuk dan mendasarkan kepada tindakan gereja yang sangat membelenggu kehidupan manusia, sehingga manusia tidak memiliki lagi kebebasan untuk mengembangkan potensi diri. Jika terdapat muncul pemikiran yang bertentangan dengan ajaran gereja, orang yang mengemukakannya akan mendapat hukuman berat. Pihak gereja melarang diadakannya berbagai penyelidikan berdasarkan rasio terhadap agama. Karena itu kajian terhadap agama (teologi) yang tidak berdasarkan ketentuan gereja akan mendapat larangan yang ketat.

Bagaimana hubungan Islam dengan kebangkitan dan kemajuan Eropa?

Gerakan-gerakan penting di Eropa yang merubah wajah kebudayaan Eropa seperti; Kebangkitan kembali kebudayaan Yunani (Renaissans), gerakan pembaruan agama Kristen, kemudian fenomena Rasionalisme yang dipelopori oleh Rene Descartes (1596-1650) dan Jhon Locke (1632-1704), dan terakhir fenomena aufklarung (pencerahan) di Eropa, semua berpangkal pada Islam---karena kebangkitan ini kembali muncul dari penggalian pusaka Yunani oleh Islam berupa filsafat dan pengetahuan. Eropa mengenal pusaka tersebut melalui terjemahan-terjemahan Arab. Bukan hanya hanya karya-karya Yunani itu saja yang telah berpengaruh, melainkan juga ulasan-ulasan, tafsiran-tafsiran, dan tambahan-tambahan yang ditulis oleh filsuf-filsuf dan sarjana-sarjana muslim (Poeradisastra, 2008: 100-101).

Hubungan  peradaban Islam dengan Eropa pada abad pertengahan yang saat itu Eropa masih dalam kegelapannya---para pakar sejarah hampir sepakat bahwa hubungan tersebut melalui tiga jalur utama. Jembatan-jembatan tersebut adalah; Andalusia, Sisilia, dan Perang Salib. Menurut Philip K. Hitti (2018: 842), selama berlangsungnya Perang Salib, terjadi proses interaksi budaya antara Barat dan Timur. Interaksi di antara keduanya lebih banyak menguntungkan Barat ketimbang Timur. Aspek Kebudayaan yang lebih banyak berpengaruh pada orang Barat lebih banyak meliputi aspek seni, perdagangan, dan industri daripada aspek sastra maupun keilmuwan.

Dari ketiga jembatan tersebut, pengaruh Islam terhadap perkembangan peradaban Barat adalah sebuah fakta sejarah. Pengaruh Islam di bidang ilmu pengetahuan seperti ilmu kedokteran, farmasi, matematika, kimia, optik, geografi, astronomi dan lain sebagainya adalah bukti yang paling kuat atas pengaruh Islam terhadap Barat. Di antara bentuk pengaruh tersebut adalah penerjemahan buku-buku ilmuwan muslim untuk dijadikan referensi-referensi utama di universitas-universitas Barat. Untuk mengetahui ilmu kedokteran dan pengobatan, mereka menerjemahkan kitab Al-Qanun fi Ath-Thib karya Ibnu Sina pada abad dua belas. Majalah Unesco menyebutkan bahwa pada tahun 1980, kitab karya Ibnu Sina itu dipelajari di Universitas Basel hingga tahun 1909 (As-Sirjani, 2009: 782-783). Adapun buku-buku filsafat seperti karya Ibnu Rusyd terus diterjemahkan lebih banyak. Bangsa Barat belum pernah mengenal filsafat Yunani kecuali melalui karangan-karangan dan terjemahan-terjemahan dari bahasa Arab (As-Siba'i, 2011: 40).

Mengapa dalam tulisan ini saya menjelaskan panjang lebar mengenai hubungan kemajuan peradaban barat dengan Islam? Perlu diketahui bersama, bahwa tanpa adanya gerakan penerjemahan karya-karya filsuf Yunani ke dalam bahasa Arab di Baitul Hikmah yang digerakkan oleh Khalifah Abbasiyah, barat tak akan mungkin mengenal al-Majisti (almagest) karya Claudius Ptolemaeus, seorang filsuf romawi, ahli matematika dan astronomi. Tanpa adanya inisiatif dari Khalifah al-Manshur, orang barat tak akan mengenal karya Galen dan Hipocrates. Sebagai umat muslim, kita harus bangga memiliki pemimpin, filsuf dan ilmuwan yang berkontribusi besar dalam kemajuan peradaban ini.

Memasuki Era Revolusi Industri 4.0 ini, manusia dihadapkan oleh beberapa permasalahan, salah satunya yaitu hilangnya beberapa bidang pekerjaan. Hilangnya beberapa pekerjaan ini diakibatkan karena semakin banyaknya teknologi canggih yang bermunculan dari hari ke hari. Teknologi canggih ini menggantikan peran manusia. Kita ambil contoh, penjaga gerbang tol. beberapa tahun yang lalu, kita masih melihat para penjaga loket di gerbang tol. Namun saat ini, tak ada satu pun penjaga (manusia) di loket-loket tersebut. Semua digantikan oleh robot. Berdasarkan study yang dilakukan oleh McKinsey, pada tahun 2030 nanti, sekitar 23 juta pekerjaan diperkirakan akan digantikan oleh robot.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun