Mohon tunggu...
Musfiq Fadhil
Musfiq Fadhil Mohon Tunggu... Tenaga Kesehatan - Abdul Hamma

Lulusan Ilmu Kesehatan Masyarakat - Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen: Marni

13 November 2021   17:05 Diperbarui: 26 November 2021   20:10 571
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Ingsun yoon/unsplash.com

Keadaan bayinya yang berubah begitu membuat Marni diserang ketakutan. Ia Takut bayi yang baru mulai dicintainya itu tiba-tiba mati.

"Nang! Nang! Nang! Nak lanangku!" Marni memekik, memanggil-manggil bayi yang belum dinamai. Ia mengguncang-guncang tubuh bayi itu. Namun si bayi tetap bergeming. Tak ada respon barang satu gerakan atau satu tangisan.

"Nang! Nang! Hidup Nang!!"  Marni mengguncang-guncang bayi itu lagi, namun tetap sama tak ada respon.

Jarum-jarum jam di dinding kontrakannya terlihat menumpuk tepat menunjuk ke angka lima. Toa-toa sudah berhenti berbunyi. Suasana Sunyi. Marni telah memeriksa tanda kehidupan bayi berulangkali.

Ia menyentuhkan telapak tangannya ke leher bayi, dingin tak ada denyut nadi. Ia menutup lubang hidung bayi dengan jari telunjuk, tak ada embusan nafas terasa. Ia menempelkan telinganya ke dada bayi, tak ada detak jantung didengarnya.

Ketika itulah Marni menyadari Bayinya yang baru ia cintai, kini sudah benar-benar mati. Bayi itu sudah benar-benar memenuhi harapan di awal kelahirannya, hanya seonggok daging tak bernyawa.

"Uaaaaaaa!!!"

Tangis Marni pecah seketika. Ia menjerit keras-keras sembari mendekap erat-erat mayat bayi. Ia terus menjerit keras sekali.

Tetangga sebelah dan orang-orang yang baru pulang ibadah berkumpul ketika mendengar jerit tangis Marni.
"Mbak Marni kenapa?" Teriak seorang warga dari luar kamarnya.  Marni tak menggubris dan terus menangis.

Karena takut ada apa-apa, orang-orang yang berkumpul itu lalu sepakat untuk mendobrak kamar kontrakan Marni. Begitu pintu berhasil mereka buka paksa, Marni yang menangis sambil memangku mayat bayi, mengarahkan pandang menatap kerumunan mereka. Dan entah apa alasannya, ia tiba-tiba tertawa-tawa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun