Fenomena pelaporan terhadap guru yang menerima hadiah dari murid atau orang tua kini mencuat sebagai polemik etis dan hukum dalam sistem pendidikan Indonesia. Dalam kerangka hukum positif, tindakan tersebut dapat dikategorikan sebagai gratifikasi. Namun, secara sosiokultural, praktik pemberian hadiah kepada guru merupakan bentuk penghormatan dan ekspresi budaya terima kasih yang telah berlangsung lama. Ketegangan antara hukum formal dan nilai-nilai kultural ini menunjukkan krisis paradigma dalam memandang peran guru di masyarakat. Apakah guru hanya diposisikan sebagai aparat negara yang tunduk mutlak pada birokrasi, atau sebagai figur moral yang layak diberi penghargaan secara manusiawi? Pertanyaan ini patut diajukan ketika keadilan sosial tampak kabur dalam perlakuan terhadap profesi yang seharusnya dimuliakan ini.
   Gratifikasi, menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, adalah pemberian sesuatu yang diberikan kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara yang berkaitan dengan jabatannya, dan dapat memengaruhi keputusan atau tindakan mereka. Namun, apakah pemberian hadiah kepada seorang guru yang telah banyak mengorbankan waktu dan tenaganya untuk pendidikan siswa bisa disamakan dengan gratifikasi dalam konteks tersebut? Jika kita melihat bagaimana guru selalu berjuang dengan minim fasilitas dan upah yang tidak sebanding, pertanyaan ini tentu menimbulkan ketidakadilan.
Guru, sebagai pilar utama dalam pendidikan, seringkali ditempatkan dalam situasi yang penuh tantangan. Dengan beban kerja yang berat dan upah yang relatif kecil, apakah kita bisa benar-benar menyalahkan siswa atau orang tua yang ingin memberikan penghargaan kepada mereka? Bahkan, di beberapa budaya, memberi hadiah kepada guru adalah tradisi yang sudah ada sejak lama, sebagai bentuk rasa terima kasih dan penghormatan atas jasa mereka dalam mendidik generasi penerus bangsa.
  Di tengah kontroversi ini, kita seharusnya mulai berpikir ulang: bukankah memuliakan guru dengan memberikan penghargaan yang layak lebih penting daripada meributkan hadiah kecil yang diberikan dengan niat baik? Alih-alih menganggap guru sebagai pihak yang dapat dikenakan sanksi, kita seharusnya berfokus pada bagaimana memberikan mereka kehidupan yang layak, fasilitas yang memadai, dan penghargaan yang sesuai dengan dedikasi mereka. Jangan sampai sistem pendidikan yang seharusnya memberikan ruang bagi guru untuk berkembang justru menambah beban mereka dengan aturan yang tak adil. Guru pantas dimuliakan, bukan dihukum.
(Mustika)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI