Mohon tunggu...
Ibnu Abdillah
Ibnu Abdillah Mohon Tunggu... Wiraswasta - ... kau tak mampu mempertahankan usiamu, kecuali amal, karya dan tulisanmu!

| pengangguran, yang sesekali nyambi kuli besi tua |

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Mengawasi Legislator, Untuk Apa?

5 September 2019   14:53 Diperbarui: 5 September 2019   20:56 1077
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kompas.com/Nabila Tashandra

Tulisan ini, sama sekali tidak untuk menyebarkan pesimisme bagi siapapun sebab kita sepakat, bahwa bangsa ini hanya akan maju jika dibangun dengan semangat optimisme: di segala bidang, bagi semua orang!

Bukan pula untuk mengeneralisir karena kita tahu, bahwa ada sosok-sosok legislator yang memang bekerja untuk kepentingan rakyat. Mereka hanya "beda nasib" sehingga kalah mencuat atau kalah karena sistem politik yang mendewakan persentase dalam kebijakan.

Tapi, ada pertanyaan penting yang perlu diajukan di awal tulisan ini: kalau kita mengawasi legislator terpilih, apa sebenarnya posisi kita dalam sistem pemerintahan dan struktur kenegaraan bangsa ini? Tidak ada!

Rakyat tak memiliki posisi apapun. Nilai tawarnya tinggi saat menjelang Pemilu, tapi setelahnya, sebagian besar kembali pada kisah-kisah pilu.

Demokrasi itu meniscayakan kekuatan berada pada kedaulatan rakyat. Dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.

Tapi, bisakah rakyat menindak legislator yang jarang masuk kerja tanpa alasan? Bisakah memberhentikan legislator yang seringnya tidur saat sidang? Bisakah rakyat melakukan tracking satu persatu apa yang dilakukan oleh mereka lalu "melemparkan" mereka dari gedung Senayan saat target Prolegnas tidak tercapai? Tidak bisa!

Kerja legislator itu ada tiga: legislasi, budgeting, dan kontrol. Semua tugas itu untuk mengawasi dan memantau jalanan pemerintahan. Mereka juga bertugas untuk mengontrol pemerintah.

Lalu siapa yang mengontrol mereka? Tidak ada. Tak ada lembaga eksternal resmi yang bisa mengontrol lembaga berkelas itu.

Ia dikontrol oleh dirinya sendiri. Meskipun ada badan kehormatan, tapi ia menjadi bagian dari tubuhnya sendiri.

Sangat subjektif dan membingungkan ketika memutus perkara soal etik. Kita masih ingat bukan saat gaduh soal "Papa Minta Saham"? Manuver dan eskalasi politik tingkat tinggi dipertontonkan.

Terlebih, legislator itu adalah tempat dimana politik menjadi begitu lucu sekaligus runyam. Berbagai hal yang masuk "kandang" mereka, kemudian faktor politiknya yang lebih menonjol. Rakyat dilupakan karena segala urusan harus merujuk pada keputusan partai politik yang tak boleh dilanggar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun