Mohon tunggu...
Mustam Arif
Mustam Arif Mohon Tunggu... Freelancer - Warga

Mustam Arif, penggiat LSM tinggal di Makassar.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Berpaling dari Adu Data ke Adu Cerdik di MK

15 Juni 2019   18:05 Diperbarui: 15 Juni 2019   18:45 482
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sidang Sengketa Pilpres di Mahkama Konstitusi (Foto:Detik.com)

Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Salahuddin Uno berjanji beradu data dengan KPU di Mahkamah Konstitusi (MK). Akan ada kejutan mencengangkan. Tetapi, janji itu bakal tak memenuhi harapan publik. Tim Kuasa Hukum Prabowo-Sandi tampaknya kewalahan mendulang barang bukti, tentang kecurangan pilpres yang disebut Terstruktur, Sistematis, dan Masif (TSM).

Lalu, persidangan pertama di MK, Jumat (14/06/2019), kita ditontonkan kejutan berupa tuntutan yang melebar ke mana-mana. Mulai dari meminta MK mendiskualifikasi pasangan Jokowi Widodo-KH Ma'ruf Amin. Meminta tergugat menetapkan Prabowo-Sandi sebagai presiden dan wakil presiden. Meminta pemungutan suara ulang di 12 provinsi. Masalah dana kampanye Jokowi-Ma'ruf, sampai imbauan menggunakan baju putih saat pencoblosan pun dibawa ke persidangan. Tim hukum seolah berpaling dari janji adu data ke adu kecerdikan.

Para pengamat menilai materi gugatan yang tidak fokus bahkan meluber ke mana-mana ini justru melemahkan posisi Capres 02 untuk bisa menang di MK. Sebab, penentuan gugatan terletak sejauh mana penggugat membuktikan gugatan dengan alat/barang bukti yang meyakinkan. Sementara gugatan yang disampaikan lebih didominasi asumsi-asumsi yang sulit dibuktikan.

Dalam penyampaian gugatan, tim kuasa hukum juga mengutip para pakar hukum sebagai landasan pembenaran, di antaranya pendapat dari Yusril Ihza Mahendra, Mahfud MD, Jimly Jimly Asshiddiqie, Saldi Isra, tentang wewenang MK memeriksa kecurangan proses pemilu. Bukan hanya itu, Tim Kuasa Hukum Prabowo-Sandi juga mengutip pendapat para pakar asing untuk menjadi acuan bahwa pemerintahan Jokowi otoriter. Meskipun kemudian dua pakar dari Australia yakni Tim Lindsey dan Tom Power memprotes. Menurut keduanya, pendapat mereka yang dikutip tidak tepat konteks. Atas tindakan ini, di media sosial netizen mencibir materi gugatan yang disampaikan ke MK seperti menulis skripsi.    

Di media sosial juga berbagai komentar miring terhadap apa yang disampaikan Tim Kuasa Hukum Prabowo-Sandi dipimpin oleh Bambang Widjojanto. Para netizen menilai, tim kuasa hukum telah menyadari bahwa titik lemah gugatan ini adalah pembuktian. Karenanya, jangan heran, kalau kemudian tim kuasa hukum sengaja merangkum hal-hal yang jauh dari substansi. Misalnya, masalah dana kampanye, status Ma'ruf Amin, sampai himbauan Jokowi kepada para pemilih untuk mengenakan baju putih ke TPS. Bahkan ada netizen yang berkelakar, jangan-jangan Jokowi bersama cucunya Jan Ethes pun akan dijadikan materi gugatan di MK.

Kesulitan mendapatkan barang bukti juga diakui sendiri oleh Tim Kuasa Hukum Prabowo-Sandi. Anggota Tim Hukum, Denny Indrayana, mengatakan sulitnya membuktikan kecurangan pemilu yang dianggap TSM pada Pilpres 2019. Denny tak ingin semua pembuktian kecurangan dibebankan kepada pihaknya. Ia meminta majelis hakim MK juga berperan aktif mencari bukti kecurangan pemilu.

Adu Cerdik

Menyadari titik lemah pembuktian, Tim Kuasa Hukum Prabowo-Sandi menggiring gugatan keluar dari materi pokok tentang pembuktian. Tindakan ini menurut pakar hukum tata negara yang juga mantan Ketua MK, Mahfud MD sebagai sebuah upaya cerdik. Lewat akunnya di Twitter, Mahfud menilai Tim Kuasa Hukum Prabowo-Sandi cerdik mengarahkan sidang, agar nantinya MK memeriksa kecurangan kualitatif pilpres.

Persoalannya akan menerik ketika MK akan memeriksa kecurangan pilpres yang diklaim Prabowo-Sandi sebagai tindakan yang TSM. Apabila ini dilaksanakan, akhirnya juga akan kembali tergantung pada pembuktian dengan barang/alat bukti yang bisa membuktikan telah terjadi kecurangan yang TSM. MK akan menyandingkan dan membandingkan data 272 box alat bukti KPU yang telah dibawa ke MK, dengan alat bukti yang akan diajukan Tim Hukum Prabowo-Sandi. Sementara klaim TSM adalah asumsi yang sulit dibuktikan, jika tidak punya alat bukti kongkret tentang tindakan terstruktur, sistemis dan masif.

Di sidang berikutnya, bisa jadi kita akan melihat dua sisi yang berbeda. Kemungkinan terjadi adu kecerdikan untuk bertahan pada penilaian kuantitatif hasil pilpres berdasarkan penetapan KPU dengan upaya untuk membuktikan kecurangan secara kualitatif.

Pihak penggugat tentu juga tidak berharap banyak pada substansi di luar dari materi pokok. Misalnya tentang status Ma'ruf Amin sebagai Komisaris di Bank Syariah Mandiri dan BNI. Tentang sumbangan dana kampanye Jokowi-Ma'ruf. Masalah ini kemungkinan dianggap selesai dalam kewenangan KPU, karenanya tidak relevan lagi menjadi materi gugatan di MK. Demikian juga tentang penetapan kenaikan gaji dan THR pemerintahan Jokowi menjelang pilpres yang dimasalahkan Tim Hukum Prabowo. Ini sulit dibuktikan karena harus mendapatkan alat bukti bahwa kenaikan gaji dan THR untuk berdampak pada kenaikan jumlah suara untuk pasangan 01 Jokowi-Ma'ruf.

Menuai Opini

Gugatan yang melebar dari konteks materi pokok ini akan memberi dampak ganda pada sengketa pilpres 2019 di MK. Upaya tim hukum Prabowo-Sandi ini memberikan pengaruh pada MK untuk tidak sekadar berdasarkan angka-angka, tetapi juga mempertimbangkan faktor kualitatif (substantif) dalam memutuskan sengketa pilpres. Agar MK tidak dicap sebagai 'mahkamah kalkulator'. Namun dengan mengaitkan berbagai masalah selain materi pokok, bisa berpengaruh pada berkembangnya opini publik. 

Bagi kubu 02, apakah nantinya kalah atau menang dalam gugatan ini, sama-sama menuai dampak. Tim kuasa hukum Prabowo-Sandi laksana 'menanam' opini ke publik yang akan terus berkontribusi pada klaim kecurangan pilpres 2019.

Meskipun kalah dalam sengketa ini, kubu 02 akan menuai penguatan opini publik tentang kecurangan plipres yang disebut TSM. Hal-hal yang diungkapkan di persidangan meskipun itu berupa asumsi atau dugaan, apakah benar atau tidak, akan menguatkan opini tentang dugaan kecurangan TSM, terutama masyarakat awam pendukung fanatik kubu 02. Kalau menang, pengalaman persidangan ini menjadi wahana pembenaran tentang tuduhan kecurangan TSM.

Dampak penguatan opini bisa saja menjadi 'bola liar' yang  dimanfaatkan oleh pihak-pihak berkepentingan. Jika ini terus dirawat dan dipelihara nantinya, kemungkinan menguatkan batu sandungan bagi upaya rekonsiliasi masyarakat, yang kini terbelah dua gara-gara pilpres. Ini pembelajaran tidak bagus untuk berdemokrasi.*

Tulisan saya yang lain di sini

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun