Mohon tunggu...
Musri Nauli
Musri Nauli Mohon Tunggu... Administrasi - Media Ekspresi untuk melihat problema hukum, gejala-gejala sosial dan alam kosmologi Rakyat Indonesia

Saya mencatat peristiwa disekitar saya yang sering diperlakukan tidak adil. Dari kegelisahan saya, saya bisa bersuara. Saya yakin, apa yang bisa saya sampaikan, akan bermakna suatu hari nanti.\r\nLihat kegelisahan saya www.musri-nauli.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Asian Games di Mata Pelancong

18 Juli 2018   03:31 Diperbarui: 18 Juli 2018   03:31 537
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Travel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Jcomp

Mari kita lupakan mimpi Jakarta yang belum juga menunjukkan arah mendukung Asian Games. Entah sepi dari pemberitaan, belum banyaknya umbul-umbul. Atau seperti negara lain yang membuka relawan pendukung acara untuk menyukseskan acaranya.

Atau lupakan juga mimpi Palembang yang jalan ke bandara baru diaspal. LRT hingga kini belum juga digunakan oleh public. Konon kabarnya peresmiannya pertengahan Juli. Atau lupakan seluruh venue yang tidak terdengar kabarnya digunakan "pracoba" digunakan atlet.

Lupakan semuanya. Karena "gaungnya" kalah dengan issu-issu politik kontemporer. Kalah dengan persoalan "kental manis" yang ternyata "air tajin" yang entah mengapa dininabobokkan bertahun-tahun rakyat Indonesia.

Padahal Asia Games adalah mimpi Indonesia setelah tuan rumah tahun 1962. Masa Soekarno. Dimana masih 70% masih buta huruf. Tapi gaungnya begitu menggelora. Menggelegar. Membangkitkan optimism disuasana "perlawanan" negara ketiga yang berikrar setelah Konferensi Asia Afrika tahun 1955. Simbol kebangkitan negara tertindas.

Melihat persiapan Jakarta dan Palembang (terlepas pernyataan kesiapaan) jauh dari kata sempurna. Asian Games yang diharapkan menjadi pesta rakyat sepi dari dukungan. Belum ada program tuan rumah Jakarta dan Palembang untuk "merayakan pesta rakyat".

Kalah dengan suasana menyambut 17 Agustusan yang cuma acara di kampong. Padahal yang dilombakan cuma lari karung, memasukkan  kelereng ke botol dari sendok, panjat pinang. Suasana heboh persis menyambut Idul Fitri.  Jauh dari  "pesta rakyat'.

Di Palembang, setelah baru merayakan pesta demokrasi dengan pilkada Gubernur, Lihatlah bagaimana jalan ke bandara. Seminggu yang lalu malah masih banyak berlubang disana-sini. Persis jalan ke kampong yang abai diperhatikan Pemerintah Kabupaten.

Bayangkan menyusuri jalan ke bandara dibawah LRT, persis menyusuri lorong---lorong. Gelap. Menakutkan. Dan seminggu kemudian barulah diaspal "sekedar temple" karena masih bergelombang. Persis suasana menjelang pembukaan PON di Pekanbaru tahun 2012.

Tidak ada petunjuk tentang angkutan bis Trans Musi. LRT belum berjalan. TIdak ada stand khusus persiapan untuk Asian Games, kecuali berbagai gambar olahraga yang terpampang tanpa kesan.

Dengan penghitungan mundur sebulan yang akan datang, bagaimana optimism public menjadikan Asian Games sebagai pesta rakyat.

Di Jakarta sendiri tidak ada pembicaraan tentang Asian Games ditengah masyarakat. Masyarakat setelah melewati idul Fitri langsung disambut dengan Piala Dunia 2018 sama sekali tidak merasa dilibatkan dalam proses Asian Games. Tidak ada suasana gegap gempita seperti pertandingan Persija vs Persib.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun