Mohon tunggu...
Ahd Zulfikri Nasution
Ahd Zulfikri Nasution Mohon Tunggu... Konsultan Pendidikan

Manusia Merdeka

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Televisi Menistakan Tradisi Polemik Trans7 dan Marwah Pesantren

14 Oktober 2025   21:22 Diperbarui: 14 Oktober 2025   22:47 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Setiap masyarakat memiliki nilai luhur dan warisan budaya yang tak ternilai --- termasuk tradisi pendidikan pesantren di Indonesia. Namun ketika media massa, terutama televisi nasional, meremehkan atau menyindir simbol-simbol keagamaan dengan narasi provokatif, hal itu bukan sekadar "kontroversi"---melainkan luka dalam bagi komunitas yang selama ini menjaga marwah agama dan moral bangsa.

Baru-baru ini, program Xpose Uncensored di TRANS7 menjadi titik panas kontroversi setelah menayangkan segmen yang dinilai melecehkan kehidupan pesantren dan memperlihatkan santri dalam ekspresi "jongkok minum susu" serta dugaan aliran amplop ke kiai. Judul yang menuai sorotan: "Santrinya minum susu aja kudu jongkok, emang gini kehidupan pondok?".https://nu.or.id/nasional/tayangan-trans7-soal-pesantren-lirboyo-tuai-kecaman-ini-respons-alumni-hingga-kpi-vJwor?

 Narasi tersebut seolah memperkuat stereotip bahwa kehidupan pesantren adalah dunia mistik, kearoganan, dan manipulasi keagamaan untuk keuntungan pribadi.

Tak pelak, reaksi keras mengalir dari berbagai kalangan: santri, alumni, ulama, lembaga keagamaan seperti NU dan MUI, hingga masyarakat umum. Mereka mengecam secara tegas bahwa tayangan itu merendahkan simbol kiai dan pesantren sebagai institusi luhur. Tak sedikit yang menyerukan boikot terhadap TRANS7 dan menuntut agar pihak stasiun televisi meminta maaf secara terbuka. https://tirto.id/duduk-perkara-tayangan-trans7-yang-dinilai-hina-kiai-dan-ponpes-hjzb?

Sebagai konsultan pendidikan dan pengamat media, saya ingin menyoroti beberapa hal kritis dari polemik ini:

1. Media Harus Menjaga Kodrat dan Sensitivitas Konteks Keagamaan

Media bukanlah ruang komedi kebetulan. Ketika memotret kehidupan keagamaan, media harus memahami bahwa pesantren bukan sekadar institusi pendidikan, melainkan pusat spiritual dan sosial yang membentuk karakter. Transformasi ke imej sensasional tanpa riset mendalam dan validasi fakta merusak kredibilitas media itu sendiri.

Narasi seperti "santri jongkok minum susu" atau "amplop ke kiai" mungkin menarik perhatian --- tapi ia menyodorkan "kebenaran semu" yang memancing kemarahan dan gesekan. Media harus mampu berdiri dalam proporsionalitas: memberi ruang klarifikasi, tidak menyudutkan satu pihak, dan menjunjung prinsip keseimbangan (cover both sides).

2. Pelanggaran Etika Penyiaran Tidak Boleh Dibenarkan

Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) menegaskan bahwa media harus menghormati norma sosial, agama, dan nilai kemanusiaan. Tayangan yang melecehkan simbol keagamaan dan institusi pesantren bisa masuk kategori pelanggaran etika penyiaran.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun