Mohon tunggu...
Dewi Ummu Syahidah
Dewi Ummu Syahidah Mohon Tunggu... Aktivis Muslimah / Pengamat politik

Writer/scriptwriter/narator/coach hijrah

Selanjutnya

Tutup

Politik

Ketika Kemerdekaan Tak Diakui Penjajah

22 Agustus 2025   20:51 Diperbarui: 22 Agustus 2025   20:51 117
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Menghentikan aktivitas kelompok bersenjata yang dianggap mengancam stabilitas, menguasai kembali sumber daya ekonomi penting, terutama perkebunan dan pelabuhan yang sebelumnya dikuasai oleh Belanda, akan tetapi tujuan utama mereka adalah menghancurkan Republik Indonesia dan mengembalikan kekuasaan kolonial.

Pada Agresi Militer I, Belanda menyerang dari berbagai arah, dengan target utama daerah-daerah strategis di Jawa dan Sumatra. Mereka berhasil merebut Bandung, Semarang, Malang, dan sebagian besar daerah di Jawa Timur. Di Sumatra, Belanda menyerang pusat-pusat ekonomi seperti Medan dan Palembang untuk merebut sumber daya alam.

Perlawanan dilakukan oleh TNI di bawah pimpinan Jenderal Soedirman yang menerapkan strategi perang berpindah agar tidak mudah dihancurkan. Rakyat juga turut berpartisipasi dalam perang gerilya dengan sabotase dan serangan mendadak terhadap konvoi militer Belanda. Terjadi perlawanan di Ambarawa dan Magelang, di mana pasukan Indonesia bertahan mati-matian melawan serangan Belanda. Juga Sumatra Barat dan Aceh. 

Apa yang dilakukan Belanda dalam Agresi Militernya dikecam Amerika Serikat dan India, karena dianggap bertentangan dengan prinsip hak asasi manusia. PBB akhirnya turun tangan dan mendesak agar perang dihentikan. Baru pada 4 Agustus 1947, Dewan Keamanan PBB mengeluarkan resolusi gencatan senjata, yang akhirnya memaksa Belanda untuk menghentikan agresinya. Tapi apakah perang usai? Tidak.

Bahkan pada pada 19 Desember 1948 kembali Belanda melancarkan Agresi militer kedua, Belanda menawan beberapa petinggi negara seperti Soekarno dan Mohammad Hatta. Keduanya diasingkan ke Bangka. Hal ini jelas masih menunjukkan watak penjajahan Belanda masih sangat kuat di negeri ini. Agresi militer itu pun memantik reaksi dunia. Belanda akhirnya mengundang perwakilan Indonesia dan Badan Permusyawaratan Federal atau Bijeenkomst Federal Overleg (BFO) untuk hadir ke perundingan pada 12 Maret 1949 di Belanda.

BFO merupakan organisasi negara-negara bagian Republik Indonesia Serikat (RIS) yang dibentuk 16 Juli 1947 oleh Belanda di Bandung. Walaupun begitu, Sukarno meminta syarat undangan tersebut akan dipenuhi apabila pemerintah RI dikembalikan terlebih dahulu ke Yogyakarta.

BFO awalnya bersedia mengirim delegasi. Namun, mereka akhirnya memutuskan tak akan hadir dalam perundingan jika wakil RI tak hadir. Belanda menolak permintaan-permintaan itu dan rencana perundingan pun menghadapi kebuntuan.

Dewan Keamanan PBB pun mengambil alih persoalan ini. Pada sidang 11 Maret 1949, diusulkan United Nations Commisions for Indonesia (UNCI) membantu menentukan tanggal dan persyaratan pelaksanaan Konferensi Meja Bundar (KMB). Pada 7 Mei 1949 akhirnya RI dan Belanda menandatangani perjanjian Roem-Royen di Jakarta. Salah satu isi perjanjiannya adalah akan diselenggarakannya KMB di Den Haag, Belanda. KMB semula diagendakan digelar 3 Agustus 1949, tetapi baru bisa dilakukan 20 hari kemudian. UNCI bertindak sebagai penengah antara Indonesia dan Belanda.

Resolusi induk KMB akhirnya disepakati dan ditandatangani pada 2 November 1949. Pada 23 Desember 1949 delegasi RIS yang dipimpin Mohammad Hatta menuju Belanda untuk menandatangani kedaulatan dari pemerintah Indonesia. Upacara pengakuan kedaulatan dilakukan dengan penandatanganan Akta Penyerahan dan Piagam Pengakuan Kedaulatan oleh Ratu Juliana di Istana Kerajaan Het Paleis op de Nam di Amsterdam, pada 27 Desember 1949. Penandatanganan naskah di Belanda dilakukan oleh Ratu Juliana, Perdana Menteri Willem Drees, Menteri Seberang Lautan A.M.J.A. Sassen, serta Ketua Delegasi RIS Mohammad Hatta.

Upacara di Jakarta dilaksanakan dengan penurunan bendera Belanda dan digantikan pengibaran bendera RIS. Kemudian pada 28 Desember 1949, Sukarno sampai di Jakarta untuk memulai pemerintahan RIS menggantikan RI. Negara RIS hasil KMB mencakup 16 negara bagian.

KMB dianggap merupakan upaya diplomasi menuju lepasnya Indonesia dari penjajahan Belanda, meski pengakuan merdeka ini tidak datang tanpa syarat. Salah satu klausul yang menjadi kontroversi hingga saat ini adalah kesediaan Indonesia mengambil alih utang Hindia Belanda, termasuk sebagian biaya yang dikeluarkan Belanda selama memerangi Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun