Mohon tunggu...
mushtofa kamal
mushtofa kamal Mohon Tunggu... -

MERC Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pendidikan Dokter Abal-abal

21 Mei 2013   22:11 Diperbarui: 24 Juni 2015   13:13 461
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Istilah abal-abal yang termasuk istilah slang sering digunakan untuk merujuk suatu hal atau sesuatu yang murahan, ecek-ecek atau bahkan lebih extreme lagi sesuatu yang palsu. Siapapun pasti tidak akan mau memakai barang atau hal yang murahan dan ecek-ecek.  Bagaimana jika dengan pendidikan abal-abal atau sesuai judul pendidikan kedokteran abal-abal? Secara naluri dan akal sehat, penulis yakin tidak ada satu orang pun yang menginginkannya.

Pendidikan kedokteran adalah suatu sistem pendidikan yang ditujukan untuk mencetak dokter-dokter yang harus (bukan diharapkan) memiliki kompetensi minimal sebagai seorang dokter. Sampai tahun 2012, tercatat terdapat 72 Fakultas Kedokteran tersebar di Indonesia baik di perguruan tinggi negeri maupun swasta. Jumlah ini meningkat tajam dalam 5 tahun terakhir yang sebelumnya hanya berjumlah sekitar 40-an fakultas kedokteran. Banyak perguruan-perguruan tinggi membuka program studi pendidikan dokter.

Bak kacang goreng, banyak calon mahasiswa yang dengan rela membayar hingga ratusan juta untuk bisa masuk menjadi mahasiswa fakultas kedokteran. Terserah dimanapun asal dapat titel mahasiswa kedokteran. Tidak peduli apakah perguruan tinggi tersebut memang sudah siap untuk mendidik para calon dokter atau belum. Tak peduli, yang penting banyak mahasiswa yang masuk dan membayar. Dan memang sudah menjadi rahasia umum bahwa fakultas kedokteran menjadi salah satu magnet sumber pemasukan perguruan tinggi yang sangat potensial.

Perlu diketahui bahwa dari 72 program studi pendidikan kedokteran tersebut, baru sekitar 15 yang telah mendapatkan akreditas A, 23 yang terakreditasi B, 16 terkareditasi C dan masih ada 18 program studi pendidikan dokter yang belum terakreditasi per tahun 2012 (www.ban-pt.kemdiknas.go.id).Cukup banyak.

Jika diibaratkan sebagai sebuah pesawat, hanya pesawat yang sudah terstandardisasi dan terakreditasi yang boleh terbang membawa penumpang. Jika peribaratan ini boleh penulis gunakan untuk program studi pendidikan kedokteran, maka berarti hanya yang sudah terakreditasi saja yang boleh menyelenggarakan pendidikan ini. Hanya yang sudah terstandardisasi saja yang berhak menerima calon mahasiswa dan menyelenggarakan kegiatan belajar mengajar. Penulis tidak mengatakan bahwa fakultas kedokteran yang belum terakreditasi ini sebagai abal-abal. Karena tidaklah fair jika tidak melihat dari berbagai sudut sumber permasalahan.

Kemudian pertanyaan bergerak pada siapakah yang memiliki kewenangan untuk melakukan akreditasi-standardisasi? Lembaga akreditasi yang ada saat ini adalah Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT). Itu saja? Ya, cuma satu itu yang ada saat ini. Dan perlu diketahui, BAN PT ini mengurus semua perguruan tinggi baik swasta maupun negeri, mengurus semua program studi, mengurus semua jenjang pendidikan tinggi. Bayangkan betapa banyak yang harus dikerjakan, betapa banyak yang harus diakreditasi-standardisasi.

Dengan beban kerja yang luar biasa banyak ini, tentu kita tidak bisa berharap banyak pada BAN PT. Perlu adanya bantuan untuk mengatasi masalah akreditasi, terutama dalam hal ini untuk pendidikan kesehatan khususnya dalam artikel ini pendidikan kedokteran.

Saat ini yang sedang dikembangkan oleh organisasi profesi kesehatan adalah terbentuknya lembaga akreditasi mandiri yang khusus untuk profesi kesehatan. Lembaga ini nantinya akan mengakreditasi perguruan tinggi yang membuka fakultas kedokteran, kedokteran gigi, keperawatan, kebidanan dan profesi kesehatan lain. Tentunya usaha ini harus didukung oleh seluruh aspek, semua stakeholder dalam dunia pendidikan dan kesehatan.

Harapannya dengan adanya lembaga ini, semua fakultas kedokteran yang ada di negara ini bisa terakreditasi dan terstandardisasi. Sehingga tidak ada lagi label abal-abal yang akan menghasilkan lulusan yang mungkin abal-abal juga. Dan harapannya akan ada regulasi yang membatasi secara ketat pembukaan fakultas kedokteran sehingga profesi ini bisa terus terjada kualitasnya untuk mendukung tercapainya kualitas kesehatan yang baik di negara ini.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun