Ketika Indonesia mengetuai KTT ASEAN 2023, code of conduct kembali digalakkan. Tujuannya masih sama yakni meningkatkan sikap saling percaya guna mendukung dan memelihara perdamaian, keamanan, dan stabilitas di kawasan. Lagi-lagi code of conduct masih sebatas perjanjian di atas kertas.
Setahun berikutnya, konflik Laut China Selatan kembali mencuat ke permukaan. Terjadi insiden yang cukup menegangkan antara kapal patroli penjaga pantai China dengan kapal logistik Filipina di Laut China Selatan di kuartal pertama tahun naga.
Indonesia, negara yang menjunjung tinggi moral dalam hubungan internasionalnya, memiliki kesempatan emas untuk menguatkan ASEAN sebagai aktor non negara yang mampu menyelesaikan konflik bertahun-tahun tersebut. Code of conduct ASEAN akan berhasil jika ASEAN menempatkan dirinya sebagai institusi dengan posisi tawar-menawar yang powerfull.
ASEAN tidak boleh menjelma menjadi organisasi regional yang mudah didikte oleh negara besar. Jakarta sebagai tempat bersinggahnya kantor pusat ASEAN, perlu memainkan strategi multidimensi.
Dekonstruksi Neo Realisme yang memandang pesimis dunia internasional perlu untuk dikaji ulang secara mendalam. Kita dapat melihat bagaimana kehadiran kelompok masyarakat, perusahaan multinasional, dan bahkan individu mampu berkontribusi dalam dinamika global. Hal tersebut bertolak belakang dengan teori Neo Realisme yang menganggap aktor non negara tidak punya kuasa apa-apa.
Realitas dunia bisa dibentuk ulang terutama di wilayah yang rentan konflik seperti Laut China Selatan. Indonesia melalui ASEAN perlu menggandeng aktor-aktor non negara sebagai bagian penting dalam mewujudkan perdamaian dan lebih tegas lagi dalam code of conduct.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI