Kedua, menu bukber anak kosan berbeda dengan anak rumahan. Poin ini didasari oleh fasilitas anak rumahan yang pasti disediakan atau dimasakkan oleh ibu atau pembantu mereka. Sementara anak kos, dia harus berjuang sendiri. Masak sendiri, menyiapkan buka sendiri, dan kalau benar-benar lagi mager parah maka pesen makanan lewat ojol menjadi pilihan terakhir meski dompet menangis.
Bisa dibayangkan ketika bukber virtual benar-benar terlaksana, saya hanya akan menampilkan makanan ala kadarnya. Sementara yang anak rumahan pasti memperlihatkan makanan yang jauh lebih bervariasi.Â
Pernah saya berbuka puasa hanya dengan jus pisang susu saking padatnya tugas dan tidak sempat untuk masak, pun sedang menghemat. Saya baru bisa masak ketika malam tiba.
Ketiga, anak kosan akan menampilkan kesunyian. Poin ini hampir mirip dengan poin pertama, bedanya anak kosan yang menampilkan kesunyian ini tidak menimbulkan banyak suara atau keberisikan. Sementara anak rumahan, pasti akan ada adiknya, emaknya, atau saudara lainnya yang kadang ikut nimbrung di layar.Â
Anak kosan hanya bisa menelan ludah melihat suasana rumah yang dirindukan. Anak kosan memang kudu berjuang lebih keras lagi apalagi di tengah-tengah kebijakan dilarang mudik, sempurna sudah perjuangan anak kosan untuk menyepi lebih lama lagi selama bulan Ramadan ini.