Mohon tunggu...
Musa Hasyim
Musa Hasyim Mohon Tunggu... Guru - M Musa Hasyim

Guru PPKn yang suka baca novel kritik sosial dan buku pengembangan diri. Sering menyukai sesuatu secara random.

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Membedah Isi Ceramah Habib Bahar bin Smith, Benarkah Melanggar Konstitusi?

20 Mei 2020   13:32 Diperbarui: 20 Mei 2020   13:31 7598
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Arak-arakan pengikut Habib Bahar setelah dibebaskan, sumber: suara.com

Keempat, kalimat selanjutnya cukup panjang jadi saya langsung ke inti kalimatnya saja yang berbunyi,

"Saya Bahar bin Smith, bersumpah demi Allah selama kedua mata saya masih terbuka untuk melihat kemungkaran melihat penderitaan rakyat, melihat kesusahan rakyat maka selama itu tidak ada satu pun yang bisa menghentikan membungkam mulut saya."

Jika mendengar kata "membungkam mulut" maka maksud dari kata "lawan" yang dimaksud Habib Bahar sebelumnya adalah melawan dengan bersuara baik secara langsung maupun melalui media. Kalimat ini tidak begitu melanggar menurut saya karena negara menjamin penuh warganya untuk menyuarakan opini dan pendapat namun karena ada tambahan "membungkam mulut" jadinya yah Habib Bahar dianggap melanggar karena mengandung ujaran kebencian. Nah wong beropini tidak dilarang kok tidak dibungkam.

Selanjutnya kata "kemungkaran", "penderitaan", "kesusahan", apakah itu salah? Kalau kata "penderitaan" dan "kesusahan" tidak sepenuhnya salah menurut saya karena memang saat ini banyak rakyat menderita dan serba susah akibat Covid-19 yang menjajah segalanya.

Kelima, kalimat selanjutnya akan lebih menarik dibahas, berikut kalimat lanjutan dari "membungkam mulut saya":

"Oleh karenanya, apa yang saya sampaikan hari ini, saya tidak takut besok ditangkap polisi, dipenjara lagi. Sore ini saya keluar, besok pagi saya ditangkap lagi, demi berjuang untuk rakyat berjuang untuk Indonesia, berjuang untuk rakyat susah yang sengsara di lockdown, dimatikan di rumahnya sendiri."

Kalimat di atas menunjukkan seolah-olah Habib Bahar ingin bermain playing victim di mana dia akan menganggap dirinya tidak mendapatkan keadilan dan tidak berhak bersuara. Dan karena dia memiliki banyak pengikut, maka lagi-lagi ini bisa disalahartikan.

Bisa jadi pengikutnya sudah keliru duluan dengan menganggap bahwa lagi-lagi Habib Bahar tidak salah, tapi disalah-salahkan oleh rezim.

Sementara frasa "berjuang untuk rakyat susah" apa benar dilakukan Habib Bahar? Serius saya nanya bagi yang tahu rekam jejak Habib Bahar, apakah dia tipe orang yang suka berderma atau malah suka minta.

Tapi sayangnya kata "lockdown" ini sudah cukup keliru karena pemerintah tidak benar-benar mengkarantina wilayah, hanya membatasinya saja. Lihat saja di Tanah Abang dan di beberapa mall, masih banyak tuh warga ramai-ramai berbelanja kebutuhan lebaran.

Sementara frasa "dimatikan di rumahnya sendiri" ini bisa memiliki dua makna, bisa jadi tersirat dan bisa juga tersurat. Kalau tersurat jelas salah karena ngeri juga ada kata "dimatikan" alias dibunuh secara perlahan-lahan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun