Mohon tunggu...
Musa Hasyim
Musa Hasyim Mohon Tunggu... Guru - M Musa Hasyim

Guru PPKn yang suka baca novel kritik sosial dan buku pengembangan diri. Sering menyukai sesuatu secara random.

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Ternyata Hanya Yahudi Tertentu Saja yang Mendapatkan Hak Istimewa Kewarganegaraan Israel

17 Mei 2020   10:53 Diperbarui: 18 Mei 2020   00:23 2477
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Potret Jerusalem, sumber: pixabay.com/neufal54

Selama ini yang saya tahu semua pemeluk Yahudi bisa mengajukan perpindahan ke Israel dan bisa mendapatkan kartu sakti KTP Israel. Mungkin karena agama Yahudi bukan agama resmi di negara kita, jadi sedikit informasi yang bisa kita dapatkan.

Kita masih ingat betul, dalam Balfour Declaration orang-orang Yahudi kaya raya di belahan Eropa menuntut hak mereka untuk kembali ke tanah kelahiran nenek moyang mereka. Mereka berpendapat bahwa tanah yang mereka tinggalkan itu adalah milik mereka meski mereka berdiaspora ke berbagai belahan dunia.

Waktu Balfour Declaration, Palestina belum merdeka dari Inggris Raya. Pun Palestina masih menjadi wilayah kekuasaan Turki Utsmani. 

Mulanya komunitas Yahudi menawarkan proposal jitu ke Sultan Hamid II dengan janji akan melunasi semua hutang Turki Utsmani tapi Sultan Hamid II menolaknya mentah-mentah apalagi proposal itu sama saja dengan menjual tanah Palestina kepada komunitas Yahudi kaya.

Akhirnya komunitas Yahudi ini meminta kepada Rothschild Family yang dekat dengan pemerintah Inggris Raya. Di sisi lain, Inggris juga sedang menjajah sebagian wilayah Turki Utsmani. 

Celah ini dimanfaatkan oleh Theodor Herzl untuk bisa menggeser posisi Inggris Raya di Palestina waktu itu. Hal ini termuat dalam surat sakral pada 1917 silam sebelum lahirnya Balfour Declaration.

Setelah tahun 1917, kelompok Yahudi di Eropa ini terus memperjuangkan keinginannya untuk merebut tanah kelahiran nenek moyang mereka. Sempat ditolak dan diprotes sana-sini lalu muncul alternatif lain supaya mereka pindah ke Kenya atau Uganda saja. 

Apalagi pemerintah sana sangat welcome menyambut kedatangan komunitas Yahudi yang terseok-seok pasca genosida Nazi Hilter di Jerman dan beberapa wilayah Eropa lainnya.

Beberapa dari mereka ada yang setuju, terutama kelompok liberal yang mana jika mereka pindah ke Kenya atau Uganda maka mereka akan bebas sebebas-bebasnya menjalankan kehidupannya tanpa perlu disuruh-suruh beribadah. 

Sementara jika mereka pindah ke Israel, tentu konsekuensinya mereka harus taat menjalankan ibadah karena berada di dekat tanah suci mereka.

Kelompok yang setuju pindah ke Kenya atau Uganda ini kalah banyak dengan kelompok yang tidak setuju.

Mereka yang tidak setuju masih ngotot ingin pindah ke tanah Jerusalem. Kenapa harus Jerusalem? Karena di sanalah nenek moyang mereka berasal dan dilahirkan dan kembali.

Yahudi dalam ibadahnya baik pagi, siang dan malam juga selalu menyebut bukit Zion (Sion Hill). Cita-cita kembali ke Zion ini juga tercantum dalam kitab suci mereka. Sehingga perjuangan mereka adalah kembali ke Israel atau wilayah Palestina pada waktu itu.

Palestina dalam potret sejarah memang cukup panjang dan berliku, pernah didominasi Yahudi lalu Kristen kemudian Islam. Meski begitu tiga agama tersebut masih terus eksis di sana sampai saat ini. Hanya saja populasinya tidak menentu.

Kini pertanyaan besarnya adalah apakah benar semua Yahudi dapat hijrah bermukim di Israel setelah mereka mendapat tanah kelahirannya pada 1948 silam?

Jawabannya tidak, karena beberapa hal.

Pertama, mereka yang dapat hak istimewa hanyalah Yahudi Azhkenazi. Dalam buku milik Orit Bashkin, Yahudi Azhkenazi adalah kelompok Yahudi yang berdiaspora di Eropa Barat dan Timur. Sebagaimana penduduk Eropa pada umumnya, mereka berkulit putih dan berbahasa Inggris.

Kedua, Yahudi Azhkenazi ini merupakan korban genosida Nazi Hilter. Hampir setengah dari populasi Yahudi di dunia telah dibantai masal oleh Nazi Hilter. Atas dasar ini pula Yahudi Azhkenazi merasa berhak kembali ke tanah kelahiran mereka di Israel setelah banyak dari mereka menjadi korban pembantaian.

Ketiga, Yahudi Azhkenazi dianggap spesial karena dekat dengan pemerintah sah di berbagai belahan Eropa terutama pasca Nazi runtuh. Mereka terkenal kaya raya karena menguasai keuangan global maka tak heran banyak negara tidak berani bermacam-macam dengannya.

Yahudi Azhkenazi ini dikenal juga dengan kelompok Zionis. Sesuai namanya, Zionis mulanya adalah kelompok yang memperjuangan bukit Zion Jerusalem untuk bisa diduduki kembali oleh kempok Yahudi yang terusir. Mereka lupa bahwa masih ada kelompok Yahudi di belahan dunia lainnya.

Faktanya, Yahudi Mizrahi merupakan kelompok Yahudi terbesar kedua setelah Azhkenazi. Mereka berdiaspora di wilayah Timur Tengah dan sebagian Afrika. 

Sewaktu berdirinya negara Israel, Yahudi Mizrahi juga berbondong-bondong untuk mendapatkan hak istimewa kewarganegaraan Israel. Seperti yang dilakukan ratusan ribu Yahudi Mizrahi Irak.

Sayangnya, mereka justru mendapat diskirminasi dan penolakan dari Yahudi Azhkenazi. Dalam buku Orit Bashkin dijelaskan, mereka harus tinggal di tempat kumuh, mendapat perlakuan kasar dan sulit mendapat pekerjaan. 

Mereka juga harus meninggalkan percakapan bahasa Arab atau Persianya lalu menggantinya dengan bahasa Ibrani . Mereka juga harus melepaskan semua budaya Arab yang melekat kepada mereka.

Kebanyakan mereka berasal dari Irak dan Maroko. Tak hanya Yahudi Mizrahi saja, Yahudi berkulit hitam lebih-lebih didiskriminasi.

Maka tak heran banyak Yahudi di Iran lebih memilih pindah ke Amerika Serikat ketimbang ke Israel. Menurutnya dengan ke Amerika Serikat mereka akan bebas masuk ke Israel sementara jika masih bertahan di Iran, mereka akan kesulitan masuk ke Israel untuk beribadah.

Di Israel, warna kulit juga sangat menentukan. Diskriminasi pun didapatkan oleh mereka yang blesteran, Yahudi Azhkenazi dengan Yahudi Mizrahi. 

Intinya hanya Yahudi Azhkenazi yang paling diprioritaskan. Sisanya adalah kelas dua dan tiga. Mereka yang kelas dua dan tiga dianggap Yahudi Colored.

Kalau sudah begini ceritanya, maka tak salah jika banyak akademisi dan pemerhati Timur Tengah menyebut bahwa konflik di Israel ini adalah konflik politik kepentingan bukan agama.

Agama hanya dijadikan kedok agar mereka bisa mendapatkan wilayah kekuasaan baru. Padahal meskipun mereka tidak mendirikan negara Israel, mereka pasti masih bisa beribadah dengan bebas di Jerusalem karena lagi-lagi di sana masih tersisa tiga agama, ketiganya juga menganggap Jerusalem sebagai kota suci.

Herannya, di Indonesia masih kaku dalam melihat konflik di Israel-Palestina. Banyak yang mengait-kaitkan konflik Israel dengan agama. 

Kebanyakan dari kita juga sering mengutuk Yahudi, padahal tidak semua Yahudi juga setuju dengan pendudukan Israel di tanah Palestina. Mungkin karena populasi Yahudi di Indonesia masih bisa dihitung dengan jari.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun