Mohon tunggu...
Musa Hasyim
Musa Hasyim Mohon Tunggu... Penulis - M Musa Hasyim

Dosen Hubungan Internasional Universitas Jenderal Soedirman

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen | Gagal Menjadi Manusia Super

12 Januari 2020   16:38 Diperbarui: 13 Januari 2020   18:51 370
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi lelaki kuat. (sumber: pixabay.com/bgmfotografia)

Pagi buta bukanlah pagi yang nyenyak bagi sebagian orang. Di saat jutaan manusia terbawa dalam alam mimpinya seperti melihat keluarga yang sudah meninggal atau keliling dunia dengan waktu yang terbatas, sementara Ahmad tidak. 

Ia harus memikirkan besok sang anak mau makan apa. Di dapur sudah tidak ada lagi cadangan beras, belum lagi besok merupakan hari terakhir bagi anaknya untuk melunasi tunggakan pembayaran bulanan di sekolah favoritnya itu.

Padahal Ahmad kira jika diterima di sekolah favorit maka biaya per bulannya akan murah. Ternyata itu salah besar, di brosur mereka mengatakan"kami menyediakan beasiswa bagi kalian yang berasal dari keluarga kurang mampu." Nyatanya itu hanya strategi pemasaran saja.

Ahmad menggigit bibir lumayan keras, menggaruk rambut yang tidak gatal dan berjalan mondar-mandir. Ia dipenuhi dengan kebingungan. Ia harus meminjam uang ke mana lagi. 

Usahanya di bidang pertempean telah bangkrut lantaran harga kedelai impor yang semakin melejit. Banyak yang bilang karena China dan Amerika sedang perang dagang. Entahlah. Ia tidak begitu peduli. Ia sama sekali tidak memiliki pekerjaan apa-apa lagi.

Pagi buta membawa pesan dongeng anti tidur. Keringat dingin keluar tak sengaja. Sang anak sudah tertidur pulas. Mungkin dalam tidurnya, ia sedang makan ayam goreng di restoran cepat saji. Ia menghampiri sang anak lalu mencium keningnya.

Selanjutnya apa yang harus Ahmad kerjakan untuk menyambut sang mentari? Kalau boleh diijinkan Tuhan, ia ingin pagi buta lebih lama lagi. Itulah sebabnya kenapa Ahmad enggan beranjak ke kamar tidur. Kalau saja ia tidur lalu mentari muncul tiba-tiba, ditagih sang anak untuk bayar SPP, mau jawab apa?

Ia mengambil air wudu untuk menenangkan pikirannya. Ustadnya dulu bilang, kalau ada masalah segera baca Quran. Menurut ustad yang bergelar sarjana agama itu, Quran adalah obat kebingungan dan kepasrahan.

Ayat demi ayat ia lantunkan dengan suara lirih. Ia tidak ingin sang anak bangun dari tidur indahnya. Sesekali ia terpikirkan masalah esok pagi ketika mentari menunjukkan keperkasaannya. Ia kurang khusyu membaca kitab suci umat Islam itu. Ia kembali ke kamar mandi lalu wudu lagi supaya rasa kantuknya hilang. 

Ketika sedang khusyu membaca, tiba-tiba pintu rumahnya diketok. Siapa yang bertamu di pagi buta selain penagih hutang? Ia mulai kebingungan. Ditaruhnya Quran usang di tempat semula. Ia melihat dari jendela kamarnya. Seorang bapak tua berbaju putih seperti habib atau kiai saja, pikirnya. 

Ia menghela napas lega. Orang itu bukan penagih hutang yang kerap kali datang di waktu yang kurang tepat. Apes sudah kalau penagih hutang datang, bisa-bisa rumah reotnya ikut kesita lalu ia menjadi gelandangan di tengah kota.

Langkah kaki digerakkan secepat mungkin menuju daun pintu. Ia membuka pintu yang gagangnya sudah rusak. Begitu terbuka, habib atau siapalah dia, mengucapkan salam sambil memeluk Ahmad.

"Sebenarnya aku ke sini karena ada utusan dari serikat perkumpulan superhero seluruh dunia. Apakah Kamu yang namanya Ahmad?"

"Iya, tapi Anda siapa ya? Dan saya tidak mengenal serikat perkumpulan superhero dunia, yang saya tahu itu hanya ada di televisi saja." Ahmad semakin bingung. Ini orang sehat atau setengah sehat, pikirnya.

"Lupakan soal saya. Ini ada uang senilai sepuluh juta untuk Anda karena terpilih menjadi pengganti superman," kata habib atau siapalah dia sambil memberikan lembaran uang bergambar bapak proklamator Indonesia. Ia tidak basa-basi lagi menerima uang itu. Ia pikir ia sedang diawasi kamera tersembunyi. Mungkin saja ia masuk program kaget-kagetan seperti yang sering ia tonton bersama sang anak.

Tangan lusuh Ahmad semakin berat. Entah ada apa dengan uang itu. Ia tidak kuat menerima uang seberat itu. Sang habib hanya tersenyum simpul lalu pergi. 

***
"Ayah, bangun! Sudah pagi. Mana uang untuk bayaran sekolah?" tanya anaknya sementara ia sedang tertidur pulas dengan gaya duduk bersila sambil memegang komik superhero, hadiah menang lomba mewarnai milik sang anak. Ternyata ia telah melanggar janji untuk tidak tidur setelah membaca Quran. Lalu ia mau jawab apa pertanyaan sang anak? 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun